PEMERINTAH mesti mewaspadai turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara oleh Asian Development Bank (ADB). Pasalnya, hal itu bisa memberi dampak yang signifikan bagi Indonesia.
“Sangat mungkin bisa berdampak, terutama dari ekspor, karena negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, bergantung besar pada dua tujuan utama, yaitu Tiongkok dan Amerika,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Mohammad Faisal saat dihubungi, Kamis (26/9).
Ekonomi Tiongkok, sambungnya, belum berhasil pulih dari keterpurukan pascacovid-19. ‘Negeri Layar Bambu’ itu dihadapkan pada krisis di sektor properti yang menyebabkan ekonomi melambat. Hal itu juga menyebabkan permintaan impor melemah.
Baca juga : Parlemen Thailand Apresiasi Kemajuan Ekonomi Indonesia dan Tingkatkan Kerja Sama
Pelemahan konsumsi Tiongkok berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Faisal mengatakan, Tiongkok sejauh ini menjadi mitra dagang utama Indonesia. Melemahnya perekonomian Tiongkok berimbas pada terbatasnya kinerja ekspor nasional.
“Tentu saja permintaan impor melemah dan akan memengaruhi ekspor negara Asia, termasuk Indonesia. Ketergantungan Indonesia terhadap ekspor ke Tiongkok itu sangat tinggi,” terangnya.
Sementara ekspor ke Tiongkok melemah, impor Indonesia dari Tiongkok justru menguat. “Penetrasi ekspor ke Tiongkok karena kondisi tersebut jadi lambat, pertumbuhannya rendah. Sementara impornya itu sangat tinggi dari Tiongkok. Kita sekarang kebanjiran produk impor juga dari Tiongkok,” lanjut Faisal.
Baca juga : MRT Jakarta Jadi Transportasi Formal Delegasi ASEAN
Kondisi investasi publik yang diproyeksikan melemah juga disebutnya patut diwaspadai. Apalagi tahun ini Indonesia berada dalam masa transisi pemerintahan. Situasi itu secara historis menyebabkan investasi tersendat karena para penanam modal menanti kepastian kebijakan dari pemerintahan baru.
“Indonesia sudah masuk transisi pemerintahan, ini setidaknya menahan para investor karena pergantian kepemimpinan. Mereka menunggu arah kebijakannya akan seperti apa,” kata Faisal.
Dalam laporan Asian Development Outlook (ADO) September 2024, Rabu (25/9), ADB merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara sebesar 0,1% menjadi 4,5% tahun ini. Dipangkasnya prakiraan tersebut didasari pada proyeksi penurunan investasi publik dan pemulihan ekspor yang lebih lambat.
Kendati demikian, ADB masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5% pada tahun ini maupun di tahun depan.
ADB juga menaikkan prakiraan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia yang sedang berkembang dan Pasifik 2024 menjadi 5%, di tengah permintaan dalam negeri yang solid dan ekspor yang masih kuat.
“Kawasan ini diperkirakan akan tumbuh 5% tahun ini, dibandingkan dengan proyeksi 4,9% pada April,” kata Kepala Ekonom ADB Albert Park. (E-2)