Penundaan Pelantikan Kepala Daerah Salahi Aturan

Penundaan Pelantikan Kepala Daerah Salahi Aturan
Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta.(MI)

Personil Komisi II DPR RI Mohammad Toha menilai rencana pengunduran pelantikan kepala daerah menyalahi aturan. Pasalnya, pengunduran tersebut Kagak melibatkan Komisi II DPR RI. Diketahui, dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat Standar (RDPU) antara Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Standar (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), telah disepakati bahwa pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 yang Kagak Mempunyai sengketa akan dilakukan pada 6 Februari 2025 oleh Presiden melalui Mendagri.

Tetapi, Mendagri menyebut pelantikan tersebut ditunda demi keserentakan. “DPR RI, khususnya Komisi II, Kagak dilibatkan dalam pemunduran jadwal ini. Padahal, Seluruh hal terkait kepemiluan harus melibatkan DPR dan Kenalan kerja,” ujar Toha melalui keterangannya, Senin (3/2).

Toha menjelaskan Konklusi RDPU tersebut memang mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 27/PUU-XXII/2024 yang menyatakan bahwa pelantikan kepala daerah secara serentak dilakukan setelah MK menyelesaikan perselisihan hasil Pilkada Kepada perkara yang Kagak dapat diterima dan ditolak. Pengecualian hanya berlaku bagi daerah yang dalam sengketa diputuskan harus melaksanakan pemilihan ulang, pemungutan Bunyi ulang, atau penghitungan Bunyi ulang.

Cek Artikel:  KPU Ingatkan Bacakada Taati Aturan Kampanye

“Tetapi, dalam Raker dan RDPU telah disepakati bahwa pelantikan kepala daerah dilakukan secara bertahap dan dimulai pada 6 Februari bagi yang Kagak bersengketa di MK. Tapi, Kemendagri tiba-tiba berencana mengundurkan jadwal pelantikan ke 18-20 Februari tanpa membahas perubahan ini dengan Komisi II DPR RI. Ini Jernih menyalahi aturan. Oleh karena itu, kami akan memanggil Mendagri Kepada menjelaskan rencana pengunduran jadwal pelantikan ini,” tegasnya.

Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menambahkan bahwa pihaknya memperoleh informasi bahwa MK berencana membacakan putusan dismissal terhadap 310 sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 pada 4 dan 5 Februari 2025. Tetapi, perlu dipikirkan sejak awal nasib daerah yang berdasarkan putusan MK harus melaksanakan pemungutan Bunyi ulang (PSU) atau Pilkada ulang, termasuk dua daerah yang akan mengulang Pilkada akibat kalah dari kotak Hampa.

Cek Artikel:  Anies tidak Muncul di Acara PDIP, Jubir Nanti Gelombang Berikutnya

Ia mengusulkan agar pelantikan tahap kedua dilakukan secara serentak. Selain itu, sebagai konsekuensi perubahan Undang-Undang Pilkada, ke depan daerah yang mengikuti pelantikan tahap II tetap akan mengikuti Pilkada Serentak Serempak dengan daerah pelantikan tahap I pada 2029.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan pelantikan kepala daerah terpilih hasil pemilihan kepala daerah serentak 2024 batal digelar pada 6 Februari 2025. 

Tito menjelaskan bahwa Argumen penundaan pelantikan tersebut karena Mahkamah Konstitusi (MK) memajukan jadwal pembacaan putusan sela atau dismissal permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah 2024. Karena itu, pemerintah menunggu pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi terlebih dahulu.

Cek Artikel:  Sidang Dismissal MK Selesai, 40 dari 310 Gugatan Sengketa Pilkada Lanjut ke Sidang Pembuktian

Ia mengatakan pemerintah berencana menggabung jadwal pelantikan kepala daerah terpilih yang kemenangannya Kagak digugat ke Mahkamah Konstitusi dengan kepala daerah yang kemenangannya digugat ke Mahkamah Konstitusi, tapi perkaranya Kagak dilanjutkan atau ditolak lewat putusan sela. Penggabungan ini dilakukan dengan Argumen efisiensi.

“Pelantikan yang non-sengketa MK, sebanyak 296 (kepala daerah) yang semula dijadwalkan pada 6 Februari akan disatukan dengan (kepala daerah) yang hasil putusan dismissal,” ujar Tito.

Menurut Tito, pemerintah awalnya hendak menggelar pelantikan tahap kedua bagi kepala daerah terpilih yang gugatan atas kemenangannya ditolak MK lewat putusan sela atau Kagak berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi-saksi. Tetapi, Presiden Prabowo Subianto meminta agar pelantikan tahap pertama dan kedua tersebut digabung jadi satu. (Faj/I-2)

Mungkin Anda Menyukai