DALAM pelayanan kesehatan, keamanan merupakan faktor utama, malah mungkin lebih penting dari kesembuhan. Penerapan First, do no harm ialah prinsip dasar semua pelayanan kesehatan di dunia. Harusnya tidak boleh ada orang/pasien yang mendapat akibat buruk (harmed) pada waktu mendapat pelayanan kesehatan. Tetapi, pada kenyataannya di dunia tetap saja hal itu terjadi. Ini mempunyai dampak kemanusiaan, moral, etika, dan juga finansial. Karena itulah keselamatan pasien (patient safety) menjadi amat penting.
Kepada itu, tanggal 17 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Keselamatan Pasien Sedunia (World Patient Safety Day). Peringatan ini dimulai di tahun 2019 dan ditetapkan oleh pertemuan kesehatan terbesar di dunia, yaitu World Health Assembly – WHA, bersamaan dengan adopsi resolusi WHA No 72.6, Dunia action on patient safety.
Tujuan utama peringatan ini ialah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan peran serta masyarakat luas, serta membentuk kesepahaman, kerja dan solidaritas seluruh negara anggota WHO (termasuk Indonesia tentunya) untuk menjamin terwujudnya keselamatan pasien di pelayanan kesehatan.
Kita tahu bahwa pelayanan kesehatan di dunia dan di negara kita berkembang amat pesat. Dengan adanya sistem dan teknik diagnostik dan pengobatan terbaru, maka di satu sisi memang memberi harapan kesembuhan lebih baik, tetapi di sisi lain manajemennya menjadi makin kompleks, dan bukan tidak mungkin di sana sini membuat pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya aman bagi pasien.
Harus diketahu pula bahwa di berbagai langkah proses pelayanan kesehatan memang ada saja kemungkinan terjadinya ketidakselamatan bagi pasien, tentu dalam gradasi yang berbeda-beda. Di sisi lain kita ketahui bersama, bahwa keselamatan pasien (patient safety) ialah prinsip dasar pelayanan kesehatan. Kini disadari merupakan salah satu tantangan kesehatan masyarakat pula.
Dampak buruk
Data WHO September 2023 menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 10 pasien di dunia pernah mengalami akibat buruk (harmed) selama menjalani pelayanan kesehatan. Lebih dari separuh akibat buruk ini sebenarnya dapat dicegah, dan juga sekitar separuh akibat buruk terjadi berhubungan dengan pengobatan pasien.
Praktik pengobatan yang tidak aman, serta kesalahan pengobatan merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan yang terjadi akibat kelayanan pelayanan kesehatan sendiri. Kesalahan pengobatan dapat terjadi akibat sistem manajemen yang tidak baik, dan juga mungkin karena faktor manusia seperti kelelahan berlebihgan, kurangnya tenaga yang bertugas, lingkungan yang tidak sehat dll.
Kesalahan dapat saja terjadi pada saat pemberian resep obat, pengambilan resep, pemberian obat dan juga monitoring pengawasan penggunaan obatnya, dan dampaknya dapat buruk bagi kesehatan dan bukan tidak mungkin terjadi kematian.
WHO selanjutnya menyampaikan, bahwa lebih dari 3 juta orang di dunia meninggal akibat pelayanan kesehatan yang tidak aman (unsafe care), jadi bukan hanya karena obat, tapi pelayanan secara keseluruhan. WHO bahkan menyebutkan bahwa di negara berpenghasilan rendah dan menengah maka 4 dari 100 orang meninggal akibat pelayanan kesehatan yang tidak aman ini.
Tegasnya. Pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mencari penyembuhan, tetapi malah jadinya mengalami hal buruk akibat pelayanan yang tidak tepat. Beberapa contoh penyebab masalah pada pasien adalah kesalahan pengobatan, prosedur pembedahan yang tidak aman, infeksi yang terjadi di RS dan kesalahan diagnosis. Pun dapat terjadi cedera akibat pasien jatuh dari tempat tidur atau salah identifikasi data pasien (ingat kasus bayi tertukar yang baru-baru ini terjadi), transfusi darah yang tidak aman, penyuntikan yang tidak aman, terjadinya tromboembolisme dll.
Tentu saja, masalahnya bukan hanya petugas kesehatan. Tetapi, sistem pengaturan penugasan, cukup tidaknya tenaga jika dibanding beban tugas yang seringkali berlebihan, sistem keamanan kerja dll.
Informasi tentang tenaga kesehatan yang memang harus bekerja bahkan di luar jam kerjanya selalu kita dengar. Meski sudah pulang dari RS misalnya, di malam hari tetap harus siap dipanggil kalau ada pasien gawat. Tentu lebih mirisnya, kalau ada masalah pula dalam imbalan yang mereka terima, baik terlambat maupun jumlahnya tidaklah patut. Karena semua hal di atas, jelas diperlukan program keselamatan pasien yang diterapkan secara baik dan benar.
Secara umum, menurut WHO, keselamatan pasien ialah kerangka aktivitas yang terorganisasi yang menghasilkan kultur, proses, prosedur, perilaku, teknologi dan lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, yang secara konsisten, dan terus-menerus akan menurunkan risiko ketidakselamatan pasien, mengurangi kemungkinan bahaya bagi pasien, dan membatasi kemungkinan terjadinya kelalaian atau kesalahan pelayanan, serta mengurangi dampaknya kalau toh kelalaian sudah terjadi.
Kalau kita lihat Peraturan Menteri Kesehatan, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman. Meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Peran sentral pasien dan keluarga
Selama ini selalu disebutkan bahwa keselamatan pasien akan terjamin bila tersedia dan terimplementasi aturan kerja yang jelas, kapasitas kepemimpinan yang profesional di RS dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, tenaga kesehatan yang mahir dan terampil serta peran serta pasien dan keluarganya.
Tema Hari Keselamatan Pasien yang dipilih tahun ini ialah untuk memastikan keterlibatan pasien dalam kegiatan keselamatan pasien (Engaging patients for patient safety). Tema ini dipilih karena disadari amat pentingnya peran pasien, keluarga, dan pengasuhnya dalam terwujudnya keselamatan pasien, jadi bukan hanya peran petugas kesehatan. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pasien diperlakukan sebagai mitra, bukan sebagai objek semata, maka pasien akan amat berperan dalam keberhasilan tiga hal, keselamatan pasien, kepuasan pasien dan juga hasil pelayanan kesehatan.
Karena itulah, WHO kal ini membuat slogan penting untuk keselamatan pasien, yaitu dengarkan suara pasien, atau tepatnya Elevate the voice of patients! WHO menganjurkan agar diambil langkah–termasuk juga di negara kita tentunya–agar para pasien dilibatkan secara aktif dalam strategi keselamatan pasien bagi dirinya, dan bahwa perwakilan pasien perlu turut dalam formulasi kebijakan yang ada.
Ini hanya dapat terwujud, kalau memang tersedia sarana dan kesempatan untuk berbagai jenis pasien dan keluarga serta masyarakatnya, dengan berbagai latar belakang yang beragam, dapat bersuara dan diakomodasi pendapat, harapannya dan kebutuhan serta keinginannya untuk terjaminnya program keselataman pasien.
Ini dilakukan dengan tiga prinsip dasar, pertama berorientasi ke pasien dan bukan ke fasilitas/petugas kesehatan, ke dua saling percaya dan ke tiga kesetaraan untuk semua pasien.
Kepada Hari Keselamatan Pasien 17 September 2023 ini, disepakati dilaksanakannya konsep “REEA”, yang sebaiknya juga diterapkan di negara kita. Huruf pertama “R” nya adalah “Raise”, yaitu meningkatkan pemahaman global tentang perlunya keterlibatan aktif pasien dan keluarganya, pada semua jenis dan tingkatan pelayanan kesehatan, untuk lebih menjamin terjadinya keselamatan pasien.
Huruf “E” nya dari kata “Engage”, yaitu melibatkan penentu kebijakan publik, pimpinan jajaran ksehatan, petugas kesehatan, organisasi pasien, masyarakat madani dan pemangku kepentingan lainnya untuk kesuksesan tema hari keselamatan pasien tahun ini.
Lampau, huruf “E” yang kedua adalah “Empower”, memberdayakan pasien dan keluarganya untuk aktif berperan dalam pelayanan kesehatannya masing-masing, dan selalu memperbaiki aspek keamanan dari pelayanan kesehatan.
Selanjutnya, “A” huruf terakhir adalah “Advocate”, perlunya advokasi segera tentang keterlibatan aktif pasien dan keluarga ini, sesuatu yang sejalan dengan kesepakatan dunia “Dunia Patient Safety Action Plan 2021–2030”.
Perubahan pola
Pelayanan kesehatan yang aman adalah hak dasar semua pasien, setiap waktu dan dimanapun juga. Tetapi kenyataannya, kejadian buruk pada pasien terus saja terjadi di dunia ini, karena pelayanan kesehatan yang tidak aman. Sudah berbagai upaya dilakukan di dunia dalam 15 tahun terakhir, tetapi belum menunjukkan hasil yang amat bermakna.
Dalam hal ini, perlu diketahui pula bahwa dampak buruk pada pasien di pelayanan kesehatan ini berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 0,7% setiap tahunnya. Secara global maka biaya tidak langsung dari dampak buruk pada pasien akibat pelayanan kesehatan ini dapat mencapai US$3 triliun, akan bagus kalau kita juga punya data Indonesia sehingga akan lebih jelas beban masalahnya.
Pasien dan keluarganya adalah pengguna pelayanan kesehatan, dan punya pengalaman langsung (first-hand experience) tentang apa yang terjadi. Karena itu, sekali lagi, perspektif pasien dan keluarganya adalah amat vital dalam terjaminnya keselamatan pasien. Pasien dan keluarganya harus terlibat langsung dalam setiap langkah pelayanan yang diterimanya, mulai dari persetujuan berdasar penjelasan amat lengkap tentang apa yang akan dilakukan (fully informed consent), serta bersama dalam memutuskan tindakan yang akan dilakukan.
Jadi, perlu ada perubahan pola di dunia dan di negara kita, dari pelayanan kesehatan “untuk” pasien menjadi pelayanan kesehatan “bersama” pasien. Dalam hal ini, maka kita juga amat berharap agar pemerintah memberi perhatian yang memadai pada petugas kesehatan yang bekerja di seluruh pelosok negeri ini.
Memberi pelayanan terbaik pada pasien dan masyarakat bukan hanya tugas para tenaga kesehatan, tetapi sudah menjadi panggilan jiwa hidupnya. Hargailah tenaga kesehatan kita, beri suasana agar mereka dapat melaksanakan kewajibannya, tapi jangan diabaikan hak dan perlakuan baik yang mereka perlu terima pula. Memelihara dengan baik petugas kesehatan kita, itu berarti akan memelihara pula kesehatan bangsa tercinta.