Pensiun DPR Apa Layak

Duit tunjangan pensiun pada dasarnya ialah penghargaan atas pengabdian kerja yang panjang. Ia semacam garansi bagi seseorang yang telah melewati masa kerja dan Enggak Tengah produktif Demi memenuhi kebutuhan hidup setelah tak Tengah bekerja. Duit pensiun bukanlah hadiah, apalagi Demi sebuah masa kerja yang singkat.

Konsep dasar itu mestinya berlaku Lazim, Bagus dalam lingkup pemerintahan maupun perusahaan swasta. Tetapi, rupanya kebijakan hak Duit pensiun Demi Personil DPR lain daripada yang lain. Prinsip dasar pensiun Enggak menjadi patokan. Alhasil yang menonjol malah penerapan kebijakan yang sarat dengan ketidakadilan.

Bayangkan, Personil DPR yang hanya bekerja selama lima tahun, bahkan Dapat jadi kurang, disamakan hak pensiunnya dengan aparatur sipil negara (ASN) yang puluhan tahun bekerja. Masa kerja berbeda, tapi sama-sama akan mendapatkan Duit pensiun seumur hidup.

Lumrah kalau kemudian kebijakan itu Lanjut-menerus disoal dan bahkan digugat. Yang terbaru, dua Kaum negara, yakni Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin, mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Personil Lembaga Tinggi Negara.

Dalam petitum mereka, pemohon menilai pemberian Duit pensiun seumur hidup bagi Personil DPR yang hanya menjabat selama lima tahun ialah bentuk ketidakadilan. Demi memupus ketidakadilan itu, mereka meminta MK mencoret DPR dari kategori lembaga tinggi negara yang berhak atas pensiun seperti diatur dalam UU tersebut.

Cek Artikel:  Kemiskinan Struktural

Meskipun Dapat dikatakan merupakan produk usang, UU No 12/1980, anehnya, memang belum pernah mengalami perubahan sama sekali. Lahir 45 tahun Lampau di era Orde Baru, tapi tetap bertahan hingga era reformasi sudah berjalan 27 tahun. Luar Lazim betul beleid itu.

Padahal inilah pangkal persoalannya karena UU tersebut menyamakan kedudukan Personil DPR dengan ASN yang berhak atas Duit pensiun. Aturan itulah biang ketidakadilan yang muncul terkait dengan pemberian Duit pensiun kepada Personil DPR. Selama ini, praktis, UU itu betul-betul menganakemaskan pensiunan DPR.

Lantas, apakah itu yang Membangun DPR selama puluhan tahun Tenang, Enggak pernah mencoba mengutak-atik beleid itu karena mereka diuntungkan? Entahlah. Yang Niscaya, DPR Lanjut bergeming. Keberatan masyarakat dianggap angin Lampau. Termasuk ketika Tuntutan Rakyat 17+8 yang disuarakan pascademonstrasi besar, akhir Agustus Lampau, yang pada salah satu poinnya juga meminta DPR menghapus tunjangan pensiun, mereka anteng-anteng saja.

Pimpinan DPR malah merespons tuntutan itu dengan tetap menyatakan Personil DPR berhak mendapatkan Duit pensiun. Mereka menjelaskan besaran Duit yang diterima bergantung pada lelet masa jabatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Dijelaskan, pensiun yang diterima Personil DPR ialah Rp3.639.540 (masa jabatan dua periode), Rp2.935.704 (masa jabatan satu periode), dan Rp401.894 (masa jabatan 1-6 bulan).

Cek Artikel:  Deklarasi Capres bukan Dosa

Dengan penjelasan yang disampaikan pada 5 September atau hari deadline pemenuhan tuntutan 17+8 itu, seakan DPR Ingin mengatakan, ‘Duit tunjangan pensiun buat kami Enggak besar, kok, Enggak sebesar tunjangan lain yang sudah kami hapus, jadi mestinya Enggak masalah’. DPR seolah Ingin mengecilkan persoalan menjadi sekadar perkara Nomor.

Kalaupun betul seperti itu pandangan DPR, sebetulnya juga Lagi Dapat dibantah dengan data. Salah satunya Dapat kita ambil dari penghitungan yang dilakukan pemohon uji materi UU No 12/1980, Lita dan Syamsul, yang juga disertakan dalam petitum gugatan. Mereka menghitung anggaran rata-rata yang mesti dikeluarkan negara Demi membayar Duit pensiun Personil DPR sejak 1980 hingga 2025 mencapai Rp226 miliar per tahun.

Bukankah setelah ditotal begitu angkanya menjadi Enggak kecil? Bukankah Nomor segitu akan ikut memboroskan APBN yang oleh pemerintahan Ketika ini Malah sedang coba diirit-irit melalui kebijakan efisiensi?

Itu kalau kita mau bicara Nomor. Tetapi, wahai Personil dewan terhormat, inti persoalannya sesungguhnya bukan pada besaran Nomor. Masalahnya ialah pada ketidakadilan. Bukan saja ketidakadilan yang dirasakan para ASN atau Personil TNI-Pori yang baru berhak mendapat pensiun setelah masa kerja mencapai 10 hingga 35 tahun, melainkan juga ketidakadilan bagi rakyat yang (konon) suaranya diwakili mereka.

Cek Artikel:  Banyak Mafia di Rumahku

Demi menggambarkan ketidakadilan yang amat sangat itu, mari kita cuplik penjelasan DPR soal besaran pensiun tadi. Terang dinyatakan bahwa Personil DPR yang bahkan Sekadar menjabat selama 1-6 bulan (karena diberhentikan dengan hormat) Lagi mendapat hak Duit pensiun Rp400 ribu per bulan dan itu dibayarkan seumur hidup mereka. Alamak, Lezat betul. Hanya kerja Separuh tahun dapat Duit pensiun sepanjang hayat.

Belum Tengah bicara soal kinerja DPR yang memble. Setidaknya Eksis dua parameter yang Membangun rapor kerja mereka layak diberi nilai 6 atau kurang. Pertama, DPR ialah lembaga yang paling disorot dan menjadi sasaran kritik paling depan dalam demonstrasi besar akhir Agustus. Poin tuntutan kepada DPR mendominasi isi tuntutan rakyat 17+8. Itu artinya publik pun Mengerti kinerja Personil DPR memang Enggak baik.

Kedua, belum lelet ini MK merilis data terkait dengan 196 putusan pengujian undang-undang (PUU) yang telah mereka selesaikan selama periode Januari-September 2025. Dari jumlah itu, 26 PUU dikabulkan. Fakta itu mencerminkan kualitas legislasi DPR yang rendah. Kalau sudah begitu, apa iya kita Lagi mau memberi nilai tinggi Demi kinerja mereka? Sorry ye…

Lantas, dengan kerja mereka yang memble itu, apa Layak para wakil rakyat yang terhormat dapat Duit pensiun seumur hidup?

Mungkin Anda Menyukai