PENGUCAPAN putusan gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang dijadwalkan berlangsung esok pagi di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, akan menentukan nasib demokrasi kita. Demokrasi akan menang hanya Kalau gugatan itu ditolak atau Kagak diterima. Yang artinya pula, sistem proporsional terbuka sebagaimana amanat Undang-Undang 17/2017 tentang Pemilu, dipertahankan.
Alasan itu, hingga malam terakhir ini, bahkan hingga jam-jam akhir nanti sebelum pengucapan, MK harus Tegar berpihak pada demokrasi. Terlebih, sistem proporsional terbuka yang telah berjalan selama ini terbukti Membikin rakyat lebih mengenal para caleg.
Kagak heran, dari berbagai survei mengenai sistem pemilu, Bunyi rakyat selalu dominan pada sistem proporsional terbuka. Termasuk pada survei Indikator Politik Indonesia yang dilakukan Februari dan Maret 2023, lebih dari 80% responden menghendaki sistem proporsional terbuka dan hanya 11% yang setuju sistem tertutup.
Bahkan Kagak hanya rakyat, dari sembilan partai di parlemen, hanya PDIP yang mendukung diterapkan sistem coblos partai atau sistem tertutup. Sedangkan delapan fraksi lainnya Merukapan Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak usul tersebut.
Dari situ, MK harus paham Kalau keputusan yang Kagak berpihak pada sistem proporsional terbuka akan jadi pertanyaan besar. Konsekuensi MK akan dikaitkan dengan partai tertentu, sulit dihindari.
Lebih mendasar Tengah, keputusan yang bertentangan dengan sistem proporsional terbuka, apapun bentuknya, adalah kemunduran demokrasi. Bahkan jikalaupun MK hanya menerima sebagian gugatan atau memberi jalan bagi sistem campuran.
Sistem pemilu campuran belakangan ini semakin banyak dihembuskan, yang salah satu wujudnya adalah dengan sistem tertutup Kepada level DPR RI dan sistem terbuka Kepada DPRD Provinsi dan kabupaten/kota. Kalaupun level penerapan itu dibalik, pencideraan terhadap Bunyi rakyat Kagak berkurang. Negara meremehkan kemampuan rakyat dalam memilih kader dan hanya memuaskan ego segelintir parpol.
Berbagai bahaya dan kemunduran dari sistem proporsional tertutup itu pula yang sudah disampaikan para Spesialis hukum dan tata negara dalam sidang-sidang uji materi sistem pemilihan Standar yang telah digelar sejak Januari.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah, Abdul Chair, mengatakan sistem proporsional terbuka sejalan dengan kebenaran dan sekaligus keadilan. Keduanya merupakan dwitunggal yang Kagak terpisahkan.
Bahkan Kalau mengacu pada Fatwa MUI, kata Abdul Chair, sistem proporsional tertutup Kagak dapat memenuhi syarat pemilihan. Alasan kewajiban rakyat Kepada memilih calon yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddîq), tepercaya (amânah), aktif dan aspiratif (tablîgh), mempunyai kemampuan (fathânah), Kagak dapat dilakukan.
Sementara, Spesialis yang dihadirkan Partai Nasdem, I Gusti Putu Artha menyatakan meski sama-sama konsitusional, sistem proporsional terbuka Mempunyai bobot yang lebih tinggi dibanding sistem tertutup. Selain itu, sistem proporsional terbuka juga terbukti membangun tatanan proses kaderisasi politik yang mendorong lahirnya pemimpin lokal yang Mempunyai Rekanan yang amat dekat dengan rakyat.
Karena itu sekali Tengah, Kagak Terdapat Argumen bagi MK Kepada menerima gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Bagus sepenuhnya ataupun sebagian. Para hakim MK Bahkan harus bulat menolak gugatan itu dan Tegar pada sistem proporsional terbuka.