PENJABAT, secara leksikal, adalah pemegang jabatan orang lain Demi sementara. Apabila gubernur diberhentikan sementara dan Kagak Eksis wakil gubernur, menurut Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul menteri.
Lema penjabat yang diatur tujuh tahun Lampau itu terkait dengan pemberhentian kepala daerah tanpa melalui DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan. Kini, penjabat kembali menjadi perbincangan. Pangkalnya ialah Pilkada Serentak November 2024 menyisakan persoalan kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir pada 2022 dan 2023. Jumlahnya sangat banyak.
Pada 2022 Eksis 101 kepala daerah dan pada 2023 terdapat 171 kepala daerah yang meletakkan jabatan. Total Eksis 272 penjabat kepala daerah yang akan memimpin pada 2022-2024, dengan 24 di antaranya merupakan gubernur.
Gubernur yang akan berakhir masa jabatan itu antara lain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Nama mereka disebut-sebut sebagai calon presiden 2024-2029 sehingga penunjukan penjabat pengganti dikhawatirkan beraroma politik.
Muncul perdebatan apakah penjabat gubernur boleh berasal dari Member TNI dan Polri? Eksis yang menolak TNI/Polri terlibat dalam pilkada. Eksis pula yang mendukung sepanjang dibolehkan undang-undang. Satu yang Niscaya, Member Polri aktif pernah dilantik menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat pada 2018.
Ketika itu Presiden Joko Widodo menyetujui pengangkatan Komisaris Jenderal M Iriawan atau Iwan Bule sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Akan tetapi, pada Begitu ditunjuk sebagai penjabat, Iwan Bule telah menjabat sebagai Sekretaris Penting Lembaga Ketahanan Nasional. Posisi tersebut merupakan jabatan pimpinan tinggi madya.
Demi mengisi kekosongan jabatan gubernur pada 2022 dan 2023, menurut ketentuan Pasal 201 ayat (10) UU 10/2016 tentang Pilkada, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya Tamat dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kagak Eksis ketentuan tertulis dalam Undang-Undang Pilkada yang melarang atau membolehkan TNI/Polri menjadi penjabat. Syaratnya sudah Jernih, Ialah jabatan pimpinan tinggi madya. Sejauh ini, jabatan pimpinan tinggi madya pada kementerian/lembaga tertentu boleh dijabat perwira TNI/Polri aktif.
Jabatan pimpinan tinggi madya terdapat dalam Undang-Undang 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU ASN, jabatan pimpinan tinggi madya meliputi sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris Penting, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, dan sekretaris jenderal lembaga nonstruktural.
Selain itu, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur Penting, kepala badan, staf Spesialis menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wapres, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.
Pasal 20 UU ASN membolehkan TNI/Polri mengisi jabatan ASN tertentu. Ayat (3) menyebutkan pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari TNI/Polri dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam UU TNI dan UU Polri.
Instansi atau lembaga sipil yang Dapat diisi oleh Member TNI dan Polri, antara lain, Kantor Menko Polhukam, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, BIN, Lembaga Sandi Negara, Lemhannas, Dewan Ketahanan Nasional, Badan SAR Nasional, BNN, KPK, dan BNPT.
Dengan demikian, Apabila Eksis perwira TNI/Polri yang ditunjuk menjadi penjabat gubernur, semata-mata karena dia menduduki jabatan pimpinan tinggi madya yang dipersyaratkan undang-undang.
Kiranya Kagak perlu Kembali mendaur ulang isu TNI/Polri ditunjuk sebagai penjabat gubernur. Persoalan yang perlu didiskusikan mestinya menyangkut kewenangan penjabat yang terbatas. Ia ibarat ular yang kepalanya dilepas, tapi ekornya dipegang, sehingga Kagak Dapat berbuat banyak Demi daerah.
Kewenangan terbatas itu diatur pada Pasal 132A PP 49/2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Penjabat dilarang melakukan antara lain mutasi pegawai, juga membatalkan perizinan dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya meski ketentuan terkait Embargo dimaksud dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Mengapa penjabat gubernur Kagak diberi kewenangan penuh sehingga daerah Kagak dirugikan? Biarkan ekor dan kepalanya dilepas Demi kepentingan rakyat di daerah.

