Pengusaha Tak Khawatir Daya Beli Masyarakat Anjlok

Ketua Lazim Apindo Shinta Kamdani. Foto: MI/Terdapatm Dwi.

Jakarta: Ketua Lazim Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyebut deflasi yang terjadi hingga saat ini tidak menjadi kekhawatiran para para pengusaha.

“Jadi kami menilai deflasi m-to-m (month to month/bulan ke bulan) yang terjadi, tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Karena deflasi pada komponen kebutuhan pangan pokok sebetulnya dapat menciptakan efek positif terhadap konsumsi secara keseluruhan karena menciptakan potensi kebaikan discretionary income masyarakat,” kata Shinta saat dihubungi pada Minggu, 6 Oktober 2024.

Shinta menjelaskan, para pengusaha tidak perlu khawatir terhadap kondisi deflasi mengingat perekonomian Indonesia saat ini masih mengalami inflasi sebesar 1,84 persen secara tahunan (year to year/yoy). “Ini tingkat inflasi yang masih ada dalam range target inflasi pemerintah (2,5 persen plus minus satu), dan ini masih tergolong cukup baik,” imbuh dia.

Cek Artikel:  Pemerintah Diminta Buat Kebijakan yang Pro Industri Manufaktur


(Ilustrasi, para pedagang tengah menunggu pembeli yang menurun. Foto: Medcom.id)

Meski demikian, Shinta menyebut inflasi 1,84 persen ini mengindikasikan adanya pertumbuhan konsumsi pasar domestik yang lamban. Sehingga apabila tingkat inflasi yang terlalu rendah ini terus dibiarkan, dikhawatirkan inflasi tersebut menjadi beban bagi pemerintah untuk menciptakan pertumbuhan di atas lima persen hingga akhir tahun.

“Perlu diingat, pertumbuhan ekonomi nasional sangat tergantung pada kinerja konsumsi dalam negeri, bila level konsumsi domestik sedemikian rendah, tentu pertumbuhan akan sulit di pacu. Industri juga akan wait and see untuk melakukan ekspansi usaha karena kekhawatiran produknya tidak dapat diserap pasar karena appetite konsumsi pasar yang rendah,” ungkap dia.
 

Cek Artikel:  Jalankan Good Mining Practice, PT Berau Coal Boyong Delapan Penghargaan

 

Ciptakan stimulus demi pecut kinerja pasar

Oleh karena itu, Shinta berharap pemerintah dapat menciptakan stimulus-stimulus yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja pasar. Hal tersebut menurutnya dilakukan dengan menciptakan quantitative easing (penurunan suku bunga acuan) dan menciptakan terobosan-terobosan kebijakan di sisi penciptaan produktivitas.

“Spesifiknya dalam hal fasilitasi investasi, peningkatan kinerja ekspor, pemberdayaan UMKM, dan upaya mentransformasikan sektor ekonomi informal menjadi sektor ekonomi formal,” jelas dia.

“Ini agar pekerja di sektor informal memiliki tingkat produktivitas dan daya beli yang lebih baik sehingga pertumbuhan pasar domestik bisa dipacu agar lebih suportif untuk menciptakan level pertumbuhan yang diinginkan,” papar Shinta menambahkan.

Mungkin Anda Menyukai