
PENGUSAHA ekspor dan impor di Tanah Air berpotensi merugi hingga puluhan miliar rupiah akibat kebijakan Restriksi operasional angkutan barang pada masa angkutan Lebaran 2025. Mereka berpotensi harus membayar lebih biaya peti kemas menginap di pelabuhan.
“Kami juga harus bersiap membayar penalti atas wanprestasi yang terjadi akibat waktu pengiriman barang ekspor yang Enggak sesuai perjanjian. Kerugian yang lebih besar ialah turunnya kepercayaan buyer di negara-negara tujuan ekspor,” ungkap Ketua Standar Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) Iwa Koswara, di Bandung, Senin (17/3).
Pada masa angkutan Lebaran, pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Serempak (SKB) yang melibatkan tiga instansi, yakni Kementerian Perhubungan, Kepolisian RI dan Kementerian Pekerjaan Standar.
SKB itu mengatur Restriksi kendaraan angkutan barang pada mobil barang dengan sumbu 3 atau lebih, mobil barang dengan kereta tempelan, kereta gandengan, serta mobil barang yang mengangkut hasil galian, tambang, juga bahan bangunan.
Restriksi diberlakukan di ruas jalan tol dan non-tol, selama 16 hari, mulai Senin (24/3) Tamat Selasa (8/4).
Iwa menambahkan, APKB berharap dan sudah mengajukan permohonan kepada pemerintah agar kegiatan angkutan ekspor dan impor dalam kargo, termasuk kegiatan yang dikecualikan. Sudah tiga tahun terakhir, angkutan ekspor impor dikeluarkan dari kegiatan yang dikecualikan.
“Sebelumnya, angkutan ekspor impor masuk dalam kegiatan yang dikecualikan. Tiga tahun terakhir, kami dikeluarkan dan upaya Buat kembali Lalu kami upayakan, tapi Enggak mendapat tanggapan pemerintah,” lanjut Iwa.
Dia menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir, pengusaha di Indonesia kesulitan order dari luar negeri. Pada awal 2025 order kembali meningkat mencapai 10%-15%, terutama Buat industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Adanya Restriksi angkutan ekspor impor selama 16 hari pada masa angkutan lebaran, akan sangat menggangu aktivitas ekspor. “Ini jadi gangguan terbesar,” tandas Iwa.
Sementara Buat bahan baku impor yang terpaksa harus menginap lebih Lamban di pelabuhan, membutuhkan biaya yang sangat besar. Kebijakan itu akan Membangun ribuan kontainer menginap lebih Lamban di pelabuhan, sehingga harus membayar biaya lebih besar. Restriksi akan Membangun suplai bahan baku menjadi terlambat.
“Padahal, kami harus berhemat. Begitu ini, sebenarnya kesempatan bagi pengusaha ekspor impor Buat meningkatkan efisiensi,” tambahnya.
Diminati investor
Sementara itu, Yohanes Setiawan, Bendahara APKB yang juga Ketua APKB Purwakarta menambahkan pengusaha meminta pemerintah lebih bijak, dengan Enggak membatasi kegiatan ekspor impor.
“Kami Percaya angkutan barang ekspor impor Enggak akan mengganggu. Kondisi infrastuktur, Berkualitas di jalan tol maupun non-tol sudah sangat bagus,” jelasnya.
Dia menambahkan, Begitu ini para investor dari luar negeri Lagi sangat tertarik Buat menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu faktornya, sumber daya Sosok (SDM) pekerja di Indonesia Mempunyai kualitas yang lebih Berkualitas di banding negara lain, seperti Vietnam.
Tetapi, soal perizinan dan kebijakan di Indonesia Lagi menjadi keluhan. Dalam perizinan, Buat membuka usaha dibutuhkan waktu lebih dari dua tahun, sedangkan di Vietnam hanya butuh 6 bulan atau kurang dari 1 tahun.
“Selain itu, Terdapat kerikil-kerikil lain yang dikeluhkan. Salah satunya, kebijakan Restriksi angkutan, seperti yang terjadi Begitu ini,” tandasnya.
Sebelumnya, keluhan atas kebijakan Restriksi angkutan di masa angkutan Lebaran juga dikeluhkan banyak asosiasi lainnya. Di antaranya Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia.
Mereka meminta pemerintah mengoreksi aturan itu atau mengurangi durasi hari Restriksi pengoperasian truk.