PENETAPAN Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029 terpilih oleh KPU Lepas 24 April 2024 menandai berakhirnya rangkaian perhelatan Pilpres 2024. Menjelang enam bulan pelantikan menandai masa transisi dari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Pada bulan Maret 2024, Kementerian Keuangan menyampaikan pagu indikatif. Sementara pagu anggaran akan disampaikan pada akhir Juni setelah pembahasan dengan wakil rakyat di Senayan. Sebelum finalisasi, terjadwal penelaahan RKA-KL pada akhir Juli dan penyusunan Nota Keuangan pada awal Agustus, sehingga nota keuangan dapat disampaikan pada 16 Agustus 2024.
Kondisi APBN 2024 Rupanya Bukan begitu mengembirakan bila dibandingkan tahun 2023. Anggaran pendapatan Negara dalam APBN 2024 tercatat sebesar Rp 2.802,29 triliun Bukan jauh berbeda dari realisasinya Buat tahun 2023 sebesar Rp 2.774,30 triliun .Tetapi, realisasi pendapatan Negara pada triwulan tahun 2024 baru mencapai Rp620,0 triliun lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp646,7 triliun. Kebutuhan pelunasan dan Kembang pinjaman dalam mata Duit asing meningkat karena kurs rupaih pada APBN 2024 ditetapkan Rp 15.000,- mengalami lonjakan tajam.
Baca juga : Dewan Ahli TPN Dukung Prabowo-Gibran Jalankan Pembangunan di Masa Depan
Melemahnya kinerja pendapatan APBN yang mempengaruhi kemampuan belanja Negara diharapkan Bukan berlanjut pada tahun 2025. Pasalnya, pada proses APBN 2025 pemerintahan Jokowi harus memperhatikan program prioritas presiden terpilih, agar terakomodir supaya proses transisi pemerintahan berjalan Berkualitas.
Tetapi, beberapa kelemahan dalam proses pembahasan dan penetapan APBN 2023 dan 2024 perlu menjadi catatan. Apabila praktik seperti ini Lagi berlangsung, terbuka kesempatan Kaum negara yang merasa dirugikan mengajukan pengujian UU APBN 2023 dan 2024 terkait penyerahan kewenangan kepada pemerintah menambah belanja tanpa melalui pembahasan dengan DPR, dan Bukan menggunakan mekanisme APBN Perubahan.
Fakta ini mengemuka, ketika Menteri Keuangan mengakui terjadinya realisasi belanja melampaui anggaran pada tahun 2023 ketika penambahan bansos dilakukan setelah penetapan Gibran sebagai cawapres. Selain itu, pemerintah juga merealisasikan belanja bansos yang belum dianggarkan pada APBN tahun 2023 dan tahun 2024.
Baca juga : Presiden Terpilih Prabowo Subianto Pastikan Langsung Kerja Keras
Siasat melegalkan penyelewengan APBN
Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Tetapi, Sri Mulyani berkelit, pengelolaan bansos telah dilaksanakan sesuai ketentuan UU APBN 2023 dan 2024, yang memberi mandat kepada pemerintah dapat merealisasikan belanja Melewati anggaran, dan mencairkan Anggaran yang belum dianggarkan.
Pasal 32 UU Nomor 28 Tahun 2022 tentang APBN 2023 dan Pasal 28 UU Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN 2024, mencantumkan satu pasal yang berbunyi antara lain, dalam hal adanya pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan pengeluaran Melewati pagu belanja APBN, pemerintah dapat melakukan penggunaan Anggaran saldo anggaran lebih (SAL), penarikan pinjaman Kas, dan penambahan penerbitan SBN. Apabila dicermati munculnya pasal tersebut diduga Eksis persekongkolan, antara pemerintah dengan DPR dalam proses pembahasan APBN 2023 dan APBN 2024.
Penambahan satu pasal pada UU APBN tersebut, dinilai sebagai siasat memproteksi penggunaan belanja negara di luar mekanisme APBN Perubahan, atau melegalkan penyelewengan APBN dalam kemasan regulasi. Sementara, UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 Bukan memperkenankan realisasi belanja Melewati anggaran, atau mencairkan Anggaran APBN yang belum dianggarkan dalam kondisi normal.
Baca juga : KPU akan Gelar Penetapan Pemenang Pilpres 2024 pada Pagi Ini
Pasal 27 Ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan, hanya dalam keadaan darurat pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN. Sedangkan, Pasal 3 Ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2004 melarang melakukan pengeluaran atas beban APBN/APBD Kalau anggaran tersebut Bukan tersedia. Kedua ketentuan ini merupakan Kebiasaan yang harus ditaati dalam penyusunan APBN, sehingga UU APBN Bukan boleh Membangun Kebiasaan baru yang bertentangan.
Pada APBN 2023 dan 2024 Bukan Eksis kedaruratan yang memberi justifikasi melakukan pelampauan anggaran, dan pengeluaran belanja yang belum tersedia anggarannya pada APBN. Apabila diperlukan tambahan belanja Melewati anggaran atau membelanjakan suatu kebutuhan yang belum dianggarkan, perubahan APBN menjadi pilihan.
Urgensi pengujian UU APBN
Kebijakan pemerintah membelanjakan bansos melampaui anggaran dan merealisasikan bansos yang Bukan dianggarkan secara normatif melanggar undang-undang keuangan Negara. Kendati kebijakan tersebut berdasarkan ketentuan UU APBN, Tetapi UU APBN Bukan bersifat lex specialis terhadap UU Keuangan Negara.
Baca juga : Prabowo-Gibran bakal Hadiri Penetapan Pemenang Pilpres di Kantor KPU
Selain kebijakan tersebut berbeda dengan pengaturan UU Keuangan Negara, juga bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945 yang menyatakan penetapan pendapatan dan belanja APBN dengan persetujuan DPR . Fakta ini memberi ruang bagi Kaum negara yang dirugikan melalui pengujian materiil dan formil UU APBN tersebut.
Buat itu, Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang mengatur mekanisme pengujian undang-undang. Menurut Pasal 2 Ayat 4 PMK Nomor 2 Tahun 2021, pengujian materiil berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan bagian dari undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Materi muatan dalam Pasal 32 UU Nomor 28 Tahun 2022 dan Pasal 28 UU Nomor 19 Tahun 2023 dinilai bertentangan dengan batang tubuh dan penjelasan Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 karena subtansi pasal dimaksud mengebiri hak budget DPR. Paslon nomor urut 01 dan 03 yang Menonton ketentuan UU APBN bertentangan dengan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai pemohon.
Argumentasi yang menjadi pertimbangan adalah, pemohon dirugikan dengan adanya penambahan pasal pada UU APBN dimaksud. Ketentuan tersebut, memberi legalitas kepada Presiden Jokowi dan jajarannya menggelontorkan bansos secara masif.
Kendati pengujian UU APBN ini Bukan membatalkan Keputusan KPU menetapkan presiden dan wakil presiden RI terpilih, Tetapi Buat membenahi karut marut pengelolaan APBN perlu dilakukan. Kepentingan pengujian dimaksud, Buat menghentikan praktik yang Bukan sehat dalam pengelolaan APBN berlanjut pada pemerintahan berikutnya.
Pasal 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, mewajibkan penyelenggara negara mengelola keuangan negara taat pada peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Klausul taat pada peraturan perundang-undangan tercermin pada keselarasan UU APBN dengan UU Keuangan Negara dan UUD 1945.