Pengujian Batas Usia Capres-Cawapres

Pengujian Batas Usia Capres-Cawapres
Ilustrasi MI(MI/Duta)

PERHELATAN politik lima tahunan merupakan simplikasi demokratisasi dalam sebuah negara, atau lebih dikenal sebagai instrumen formil demokrasi. Di dalam arena tersebut mengisyaratkan rotasi kekuasaan yang diyakini sebagai bagian dari representasi kepentingan rakyat.

Kontestasi politik yang tinggal beberapa bulan Kembali, tepatnya 14 Februari 2024, telah memacu atmosfer politik semakin terasa bergelombang di antara para kontestan ataupun konfigurasi partai politik (parpol). Parpol diberikan legitimasi konstitusional Demi menjadi institusi rekrutmen jabatan-jabatan kenegaraan termasuk Presiden dan Wakil Presiden.

Orkestrasi pencalonan Presiden dan Wakil Presiden menjadi potret elektoral bagi parpol pengusung ataupun pendukung dalam rangka meyakinkan rakyat Demi menentukan pilihannya. Parpol dan/atau gabungan parpol dituntut mereka-reka strategi jitu dalam rangka menemukan formulasi Kekasih capres-cawapres.

Saling-silang di antara parpol dalam menentukan koalisi Demi memenuhi presidential threshold sebagai tiket menuju perhelatan 2024 semakin Luwes. Bahkan, terkesan telah terjadi turbulensi politik hingga dramatisasi penegakan hukum yang terjerembap dalam skema aura pemilihan presiden dan wakil presiden.

Di tengah tarik ulur pendaftaran Kekasih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Oktober ini terdapat atmosfer politik yang menakjubkan, Adalah proses pengujian batas minimal usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstusi (MK). Muncul berbagai pertanyaan publik, adakah kepentingan mendesak sehingga perlu diuji perihal soal batas minimal usia capres dan cawapres itu? Kenapa pengujian dilaksanakan pada Ketika tahapan pemilu sudah berjalan?

Pasal 169 huruf q UU Nomor 17/2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa syarat menjadi capres dan cawapres ialah berusia paling rendah 40 tahun. Berbagai Ragam permohonan telah diperiksa dalam persidangan MK dari yang mengajukan permohonan batas usia minimal 21 tahun, 25 tahun, 30 tahun, dan 35 tahun.

Argumentasi atas permohonan pengujian batas minimal usia capres dan cawapres itu dilakukan dengan berbagai perspektif. Sebagai catatan dalam negara demokrasi pergumulan pemikiran ialah hal Standar dan merupakan kewajaran. Bahkan, perbedaan menjadi magnitude bagi tegaknya pilar demokrasi sepanjang dalam koridor konstitusi.

Cek Artikel:  Aisyiyah Berkemajuan Demi Indonesia Berkeadilan

Kedudukan MK sebagai guardian of constitution menjadi bagian dari mengurai dan melerai dinamika argumentasi terkait dengan penafsiran atas konstitusionalitas hak Kaum negara, yang mempertanyakan kedudukan konstitusi atas Kebiasaan perundangan yang dianggap berdampak kerugian konstitusional hak-hak Esensial rakyat.

Indonesia pernah menetapkan Perdana Menteri Sutan Syahrir pada usia 36 Tahun. Syahrir diangkat Presiden Soekarno dan ditugaskan menjalani roda pemerintahan serta bertanggung jawab kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) atau Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Di banyak negara muncul pemimpin di Dasar usia 40 tahun, misalnya Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara berusia 35 tahun. Sanna Marin, Perdana Menteri Finlandia (34 tahun), Perdana Menteri Ukraina Olesksiy Valeriyovych (35 tahun), Pemimpin Selandia Baru Jacinda Ardern (39 tahun), dan Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani dari Emir Qatar (39 tahun).

Bahkan, Apabila menelaah partisipasi politik dalam kontestasi politik 2024, Sekeliling 56% pemilih yang terdaftar ialah berusia di Dasar 40 tahun sehingga ini juga yang menjadi magnitude bagi para pemohon Demi mengajukan judicial review ke MK.

Bukan sedikit publik khawatir bahwa permohonan tersebut beririsan dengan kepentingan calon yang pada Oktober 2023 menginjak usia 35 tahun. Tetapi, terlepas dari itu, Apabila MK mengabulkan permohonan, setiap orang yang berusia minimal 35 tahun berhak dicalonkan menjadi capres dan cawapres oleh parpol dan/atau gabungan parpol.

Ketika ini gairah publik terfokus pada permohonan pengujian syarat batas minimal usia capres dan cawapres karena baru Terdapat satu Kekasih capres-cawapres, Adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sementara itu, capres lain, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo belum Terdapat Kekasih. Karena itu, wajar publik bertanya apakah penetapan cawapres harus menunggu putusan MK, padahal MK dalam pengujian terhadap UU Bukan terpaku batas waktu.

Cek Artikel:  Kemerdekaan dan Kepemimpinan

Pertanyaan publik dalam momentum kontestasi politik itu menjadi hal menarik. Apalagi Ketua MK Anwar Usman mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang mengangkat panglima perang berusia 17 tahun, Muhammad Alfatih melawan kekuasaan Bizantium, mendobrak Konstantinopel yang sekarang menjadi Istanbul. “Saya Bukan menyinggung apa pun putusan. Jangan dikaitkan dulu,” kata Anwar Usman.

MK pernah mengabulkan permohonan mengenai batas usia jabatan publik. Di antaranya soal usia pensiun panitera MK, usia pensiun jaksa, dan usia minimal Personil Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tetapi, MK juga pernah menolak permohonan pengujian batas usia. Paling Bukan delapan putusan menyatakan ditolak dan lima permohonan Bukan dapat diterima atau NO (niet ontvankelijke verklaard).

 

Ujian bagi MK

Eksistensi MK Ketika ini sedang diuji. Pasal yang dimohonkan oleh pemohon sesungguhnya bukanlah urusan konstitusionalitas, melainkan urusan teknis yang bukan merupakan kewenangan MK Demi menguji dan/atau menafsirnya sehingga MK Bukan berwenang mengabulkan permohonan tersebut dengan Argumen-Argumen di luar konstitusionalitas, kecuali terdapat unsur diskriminasi. Batas usia capres dan cawapres sama sekali Bukan terdapat unsur diskriminasi.

Apabila MK memutus batas usia sebagaimana dimaksud karena berdimensi diskriminatif, lantas apakah 35 tahun dan/atau di Dasar 35 tahun Bukan berimplikasi mengandung Maksud diskriminatif? Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa ‘Syarat-syarat Demi menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang’.

Dengan demikian, perumus UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa urusan usia capres dan cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, Adalah Presiden dan DPR sebagai positif legislation. Dengan demikian, Kebiasaan tersebut Jernih bukan urusan konstitusionalitas, melainkan urusan pembentuk UU atau open Absah policy.

Menelaah UUD 1945, terkait dengan usia jabatan-jabatan kenegaraan diserahkan kepada lembaga pembentuk UU. Para perumus UUD 1945 berkeyakinan bahwa batas usia jabatan kenegaraan bersifat Luwes. Apabila dirumuskan dalam UUD 1945, akan menjadi Stagnan dan Bukan mudah menyesuaikan dengan dinamika perkembangan sosial-politik kenegaraan.

Cek Artikel:  Pembangunan HAM di Indonesia sebagai Gerakan Transformasi Sosial

Watak Luwes juga dapat dilihat dari syarat usia hakim konstitusi semula minimal 47 tahun berubah menjadi 55 tahun, bahkan akan diubah Kembali dalam UU MK menjadi 60 tahun. Demikian juga dengan syarat kelembagaan negara lain Bukan diatur dalam konstitusi, seperti DPR, DPD, dan DPRD ialah 21 tahun, Komisi Yudisial ialah 40 tahun, hakim Akbar ialah 45 tahun, dan BPK ialah 35 tahun.

Berbahaya Apabila konstitusi mengatur syarat minimal dan maksimal usia jabatan kenegaraan karena Apabila terjadi perkembangan dinamika kenegaraan, harus mengubah konstitusi. Padahal perubahan UUD 1945 berdasarkan Pasal 37 UUD 1945 termasuk dalam kategori rigid dan Bukan mudah. Konstitusi Bukan mengatur hal-hal yang bersifat teknis, bahkan termasuk hal yang bersifat Krusial, melainkan hanya hal-hal pokok dan mendasar.

Apabila MK memutus batas usia capres dan cawapres, terkunci sudah dinamika perkembangan ketatanegaraan termasuk dinamika kebangsaan. Memperhatikan perkembangan keterangan DPR dan pemerintah sesungguhnya tersirat bahwa perubahan batas minimal usia capres dan cawapres ialah sebuah kewajaran.

Bagi penulis, batas usia minimal capres dan cawapres bukanlah masalah konstitusionalitas, melainkan merupakan open Absah policy berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945. MK Bukan berwenang memutus hal-hal yang bersifat teknis apalagi Bukan menyangkut urusan konstitusionalitas. Apabila MK memutus, Kebiasaan batas usia minimal capres dan cawapres menjadi stagnan, dan bahkan Dapat menabrak konstitusi.

Mungkin Anda Menyukai