PER Senin (21/4), Kabinet Merah Putih sudah berumur enam bulan alias satu semester. Kabinet gemuk yang bila ditotal dengan wakil menteri dan utusan Spesifik presiden berjumlah lebih dari 100 orang itu dilantik pada 21 Oktober 2024, Pas sehari setelah pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029.
Suatu kali, Presiden Prabowo pernah menjanjikan akan Terdapat Pengkajian kinerja kabinet pemerintahannya setelah enam bulan mereka bertugas. Ia menyampaikan itu Ketika publik menanyakan Pengkajian 100 hari pertama pemerintahan pada awal tahun ini. Ketika itu Prabowo menjawab bahwa di era pemerintahan dia, Kagak Terdapat Pengkajian 100 hari, yang Terdapat ialah Pengkajian berkala setiap enam bulan.
Kini setelah enam bulan berlalu, bagaimana hasil Pengkajian satu semester awal ini? Sepertinya terlupakan. Pemerintah lupa atau sengaja mengabaikannya dulu, sedangkan perhatian publik kiranya agak teralihkan oleh event-event yang menguras atensi seperti Ramadan dan Lebaran, dan pada Ketika yang sama juga mesti menghadapi kondisi kehidupan ekonomi mereka yang kian compang-camping.
Padahal, Pengkajian kinerja kabinet sangat diperlukan. Kagak saja Kepada memenuhi janji Presiden, tetapi juga Kepada Percepatan kerja pemerintah. Apalagi, sejujurnya, nyaris Kagak Terdapat yang menonjol dari kinerja para menteri dan wakil menteri periode ini. Menang banyak doang, tapi hasil kerjanya enggak optimal. Yang banyak muncul, ini bahkan sudah terjadi sejak awal, Bahkan kebijakan dan komentar-komentar kontroversial dari sebagian Member kabinet.
Tetapi, nyatanya Presiden tampak nyaman-nyaman saja dengan kinerja anak buahnya meski banyak program dan kebijakan pemerintah yang ‘Aneh’ dan malah menyusahkan masyarakat. Prabowo juga terlihat selow-selow saja meski publik dan banyak kalangan Spesialis sudah merekomendasikan perombakan kabinet Kepada mengganti sejumlah menteri dan wakil menteri yang dinilai jadi titik lemah.
Ia bahkan seperti tak merasa terganggu ketika sejumlah pembantunya di KMP alih-alih mengakselerasi kinerja mereka di tengah situasi Indonesia yang semakin Kagak Berkualitas-Berkualitas saja, malah memilih menyambangi ‘mantan bos’ mereka di Surakarta (Solo), Jawa Tengah. Pada momen Lebaran, kemarin, misalnya, para menteri bergiliran sowan ke kediaman mantan Presiden Joko Widodo. Sebagian di antara mereka bahkan Lagi menganggap Jokowi sebagai bos, bukan sekadar mantan bos.
Tiba-Tiba muncul istilah Mentari kembar lantaran Pak Mantan itu seolah-olah Lagi Mau menebar pengaruh sekaligus memegang sebagian kendali atas pemerintahan Ketika ini. Netizen yang budiman pun, seperti Biasa, merespons isu itu dengan komentar-komentar Menggemaskan, tapi menohok. ‘Mataharinya kembar, kok Indonesia malah makin gelap?’ tulis salah satu warganet di platform X. Ah, sudahlah.
Kembali ke soal Pengkajian kabinet, Presiden Prabowo sebetulnya pernah sekali melakukan reshuffle menteri, Ialah mengganti Mendikti-Saintek Satryo Soemantri Brodjonegoro dengan Brian Yuliarto. Hal itu sempat membersitkan Cita-cita bahwa penggantian menteri-menteri lain yang kerja dan attitude-nya juga tak kalah amburadul dan tak sesuai dengan ekspektasi publik bakal dilakukan Tengah. Tetapi, faktanya tak terjadi, bahkan Pengkajian enam bulanan yang dijanjikan pun tak terealisasi.
Sesungguhnya, Pengkajian yang terlupakan itu menjadi hal yang amat disayangkan karena pada enam bulan kedua pemerintahan Prabowo nanti situasinya akan jauh lebih sulit dihadapi. Perang dagang Mendunia sudah di depan mata dengan Indonesia berpotensi menjadi ‘pelanduk yang bakal Wafat di tengah-tengah’ Apabila kita Kagak punya Langkah yang Pas dalam merespons dan berstrategi menghadapi itu.
Belum Tengah situasi di Tanah Air yang juga sedang menghadapi banyak persoalan berat di berbagai sektor. Terdapat korupsi yang bikin negara rugi ratusan triliun, Terdapat politik yang kerap ditransaksikan, Terdapat semakin banyak hakim yang memperjualbelikan hukum.
Di sektor ekonomi Terdapat daya beli dan simpanan masyarakat yang Lalu menyusut, pun Lagi Terdapat tren gelombang PHK di sejumlah sektor industri yang Lagi berlanjut. Begitu pula di bidang lain, Terdapat problem besar terkait dengan moral, etik, dan integritas sehingga terjadi banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan dokter, polisi, dan bahkan guru.
Kepada Dapat keluar dari labirin itu, Terang dibutuhkan kecakapan penyelenggara negara. Tentu yang menjadi ujung tombaknya ialah presiden dan para pembantunya. Kalau kecakapan mereka saja Lagi diragukan, bagaimana masyarakat Dapat diyakinkan pemerintah ini bakal Dapat menyelesaikan permasalahan pelik bangsa?
Betul, bukan Sekadar pandangan publik yang dijadikan patokan Kepada menilai kecakapan seorang menteri atau wakil menteri. Itulah alasannya mengapa pemerintah mesti melakukan Pengkajian internal secara Rasional terhadap seluruh Member kabinet dengan indikator-indikator yang Terang dan terukur. Dengan demikian, evaluasinya menjadi fair.
Menteri yang kinerjanya bagus, punya Sasaran Terang, dan siap dengan strategi Kepada mencapainya, silakan pertahankan. Yang Biasa-Biasa saja, tak kelihatan bagus atau Kagak mencorong karena Kagak Terdapat gebrakan yang dilakukan, mungkin Dapat diberi kartu kuning. Nah yang kerjanya tak becus, kerap menebar omon-omon doang, Kagak Mempunyai pola komunikasi yang Berkualitas terutama kepada publik, yang seperti itu apa iya Lagi perlu dipertahankan?

