Pengkajian Penggunaan Senjata Api

MARAKNYA aksi penembakan akhir-akhir ini Membangun orang hidup Kagak tenang dan dihinggapi ketakutan. Mereka khawatir sewaktu-waktu terkena timah panas yang Pandai mengakibatkan luka, cacat, atau bahkan kehilangan nyawa.

Satu orang tewas ditembak di Kilometer 45 Tol Tangerang-Merak pada Kamis (2/1) Lampau. Korban berinisial IAR itu adalah seorang bos rental mobil. Ia meninggal dunia karena tembakan di bagian dada. Adapun pegawainya, RAB, terluka.

Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Laut (Danpuspomal) Laksamana Muda Samista di Jakarta, kemarin, mengakui Terdapat tiga tentara yang diduga menjadi pelaku penembakan. Ketiganya, Merukapan Sertu AA, Sertu RH, dan KLK BA, telah diamankan.

Adanya dugaan keterlibatan tentara Membangun kadar ketakutan di publik kian menjadi-jadi. Kita Kagak Paham Kembali siapa yang yang harus dipercaya. Tentara yang Sebaiknya menjadi penyelamat negara malah dengan mudahnya menghilangkan nyawa rakyatnya sendiri.

Cek Artikel:  Kartu Kuning FIFA bukan Prestasi

Dalam menanggapi maraknya penyalahgunaan senjata api di tempat publik yang mengakibatkan Kematian belakangan ini, Menteri Hak Asasi Mahluk (HAM) Natalius Pigai meminta agar penggunaan senjata api dievaluasi secara menyeluruh.

Ia menegaskan telah terjadi kesalahan Mekanisme dan peruntukan penggunaan senjata api, Berkualitas oleh aparat maupun masyarakat sipil. Karena itu, persoalan ini harus jadi atensi, Berkualitas oleh pimpinan TNI, Polri, maupun Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin).

Menurut Pigai, penggunaan senjata oleh aparat maupun masyarakat sipil diikat dengan ketentuan dan aturan ketat. Oleh Karena itu, aspek legalitas dan Mekanisme penggunaan senjata api Kagak Sebaiknya dilanggar karena mengancam HAM dan juga stabilitas sosial.

Salah satu aspek Krusial HAM ialah kebebasan dari rasa takut. Terjadinya peristiwa penembakan di Tol Tangerang-Merak Jernih-Jernih telah menabrak aspek tersebut, menebarkan ketakutan hingga mengancam kehidupan.

Cek Artikel:  Mengawal Bawaslutetap Bernyali

Begitu pula dengan penembakan terhadap seorang pengacara di Bone, Sulawesi Selatan, pada Selasa, 31 Desember 2024, Sekeliling pukul 21.50 Wita. Korban yang diketahui bernama Rudi S Gani meninggal dunia akibat luka tembak pada bagian Paras. Korban sempat dilarikan ke Puskesmas Lappariaja, tapi nyawanya tak tertolong.

Dekat seminggu kasus itu berlalu, jajaran Kepolisian Resor Bone beserta Resmob Polda Sulsel belum Pandai menangkap pelakunya. Kepolisian juga belum menemukan motif penembakan terhadap pengacara berusia 49 tahun yang terjadi di malam pergantian tahun itu.

Keresahan publik yang disuarakan oleh Menteri HAM tentu kita apresiasi. Amatlah betul bahwa negara harus hadir dan memenuhi kewajiban dalam melindungi HAM warganya. Negara harus memperketat Mekanisme penggunaan senjata, khususnya senjata api, agar Kagak disalahgunakan.

Sejauh ini, jumlah oknum yang menyalahgunakan senjata api mungkin Tetap sangat kecil Apabila dibandingkan dengan total populasi aparat penegak hukum. Malah ketika jumlahnya belum terlalu besar, pengetatan Mekanisme penggunaan senjata api harus semakin dikedepankan.

Cek Artikel:  Jokowi Menjadi Pembisik

Aparat yang diperbolehkan memegang senjata api harus Betul-Betul diawasi. Sejauh ini, sudah Terdapat peraturan terkait dengan hal itu, misalnya Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Mahluk dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Terdapat juga Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Panduan Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI.

Sudah banyak peraturan, tinggal penegakan dan Penyelenggaraan peraturan yang harus konsisten agar berjalan efektif. Tinggal pengawasan yang dikedepankan, bukan malah menarik senjata api dari seluruh Personil Polri atau TNI. Jangan karena satu kesalahan memusnahkan seribu kebaikan.

Mungkin Anda Menyukai