KEPUTUSAN DPR RI menjadikan rancangan undang-undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai carry over periode 2024-2029 justru semakin mempersulit kemungkinan aturan itu akan dibahas. Karena, menurut koalisi masyarakat sipil, DPR periode selanjutnya akan diisi oleh hampir 60% merupakan anggota baru.
“Para PRT menuntut keberpihakan para pimpinan DPR periode ini. Koalisi berharap, seminggu terakhir DPR ini mereka akan gas pol sehingga RUU PPRT bisa disahkan, dan tidak perlu dilimpahkan,” kata Personil Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Jumisih dalam keterangan di Jakarta, Senin (23/9).
Baca juga : Koalisi Masyarakat Sipil Lanjut Mendesak DPR Absahkan RUU PPRT
Ia menambahkan ada peluang DPR kembali dipimpin Puan Maharani. Puan dikesankan enggan mendukung pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang. Jumisih mengungkapkan energi masyarakat sipil yang memperjuangkan RUU PPRT kian habis. Mereka, sebutnya, berada di puncak kelelahan fisik, hati, dan pikiran dengan perjuangan 20 tahun mendorong pengesahan RUU PPRT yang tak kunjung disahkan.
Di samping itu, koalisi merasa diperlakukan tidak adil oleh DPR karena RUU PPRT tidak pernah menjadi prioritas. Sementara peraturan-peraturan yang dinilai menguntungkan elit politik dengan cepat disahkan menjadi UU.
“Kalau memproses RUU untuk kepentingan elit partai dan pemerintah mereka bisa kilat bahkan dalam hitungan hari misalkan UU pemerintah Jakarta yang materi baru, hanya 4 hari. Tetapi untuk RUU PPRT dipersulit, diulur-ulur hingga injury time. Menyakitkan bagi kami kaum perempuan miskin,” kata Ketua Bidang Pergerakan Sarinah DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fanda Puspitasari.
Hari ini (23/9), koalisi nasyarakat sipil kembali melanjutkan aksi di depan Gedung DPR/MPR. Hadir di antaranya para PRT dari Jala PRT, Perkumpulan PRT Sapulidi, Sindikasi Jakarta, dan Gerakan Nasional Mahasiswa Indonesia (GMNI). Aksi kali ini juga bersamaan dengan aksi massa petani perempuan yang memperingati Hari Tani Nasional.
“Koalisi berkolaborasi dengan para petani perempuan karena PRT juga merupakan dampak makin sulitnya para perempuan untuk mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya ekonomi dan wilayah pedesaan. Jadi isu PPRT beririsan dengan isu petani perempuan,” kata Karti dari Perkumpulan PRT Sapulidi. (H-3)