INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendorong pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk memasukkan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dalam program 100 hari kerja DPR RI periode 2024-2029.
Baca juga : Prabowo-Gibran Diundang ke Sidang Pahamnan
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan draf RUU Perampasan Aset juga telah dibahas DPR periode 2019-2024 namun belum juga disahkan meskipun berbagai kajian dan daftar inventaris telah tersedia.
“Kami berharap agar RUU Perampasan Aset ini masuk dalam program 100 hari kerja Presiden dan Wapres terpilih, dan DPR 2024-2029,” kata Kurnia dalam konferensi pers Tren Vonis Korupsi 2023 di Jakarta, Senin (14/10).
Kurnia menekankan bahwa RUU Perampasan Aset sangat dibutuhkan oleh aparat penegak hukum untuk memulihkan kerugian negara dari kasus korupsi, hal ini nantinya akan berefek baik pada kondisi ekonomi ke depan.
Baca juga : MK Harus Pertimbangkan Prinsip Demokrasi Jelang Putusan PHPU
“Modalitas untuk RUU itu sudah amat sangat banyak, dokumennya sudah ada di DPR. Maka dari itu kami berharap bola di DPR itu segera digulirkan, karena ini amat sangat dibutuhkan oleh aparat penegak hukum untuk memaksimalkan pemulihan kerugian akibat perkara korupsi,” ujarnya.
Kurnia menyebut, tidak kembalinya keuangan negara dari perkara korupsi tercermin pada pemulihan kerugian keuangan negara pada 2023. Asal Mula, kerugian keuangan negara pada 2023 sebesar Rp 56 triliun, tetapi yang kembali ke negara hanya Rp 7,3 triliun melalui uang pengganti.
“Gap yang sangat besar itu mengharuskan pemerintah dan DPR segera meramu solusinya, salah satu yang kami tawarkan adalah pengundangan RUU Perampasan Aset,” ungkapnya.
Baca juga : Prabowo Subianto Berencana Bentuk Koalisi Jumbo, DPR akan Tumpul
Kurnia menilai urgensi UU Perampasan Aset sangat mendesak dan harus dipercepat.
“Mumpung sebelum pelantikan presiden tolong jadikan UU ini menjadi legislasi prioritas DPR dan harus didukung secara politik karena UU ini tidak bisa dikesampingkan secara formil,” tuturnya.
Modal pengesahan RUU ini dikatakan Kurnia sudah ada salah satunya surpres, sehingga hanya tinggal menunggu kemauan politik dari anggota dewan untuk mengesahkan.
“Dan UU tipikor juga harus direvisi dan perberat hukuman bagi pidana korupsi,” tandasnya. (Dev/M-4)