PENGAMAT kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai wacana penghapusan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) harus melalui kajian yang komprehensif. Selama ini, katanya, PPDB zonasi juga Mempunyai plus-minus.
Seperti diberitakan, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, Demi menghapus sistem zonasi dalam PPDB. Hal tersebut disampaikan Gibran Ketika memberikan sambutan dalam acara Pembukaan Tanwir I Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah di Jakarta, Kamis (21/11).
“Dikaji dulu, ditelaah dulu, daerah-daerah mana yang mengalami kesulitan dalam penerapan zonasi, daerah mana yang mengalami kemajuan. Itu perlu ditampilkan, jangan laporan yang negatif Seluruh. Wapres mungkin terima laporan yang negatif-negatif,” kata Trubus kepada Media Indonesia, Jumat (22/11).
Kajian tersebut, katanya, harus melibatkan berbagai pihak Demi Menyaksikan secara empiris realitas di lapangan.
Trubus menganggap selama ini PPDB zonasi Terdapat sisi positif dan negatifnya. Sisi positifnya, ia mencontohkan, anak-anak Bisa bersekolah dekat dengan domisilinya. Selain itu setiap sekolah di suatu Daerah Bisa dengan mudah menyerap siswa.
Tetapi, katanya, masalah terkait sistem itu juga Tetap banyak. Daerah-daerah yang Kagak punya cukup sekolah Bisa kerepotan.
“Kalau yang Kagak punya sekolah, misalnya di satu kecamatan SMP Hanya satu. Akibatnya siswa di sekolah itu membeludak, Melampaui kapasitas,” ujarnya.
Pemerintah juga Tetap harus membenahi terkait pemerataan dan Pendapatan guru, hingga fasilitas sekolah. “Karena selama ini yang menjadi problem kan fasilitas sekolah dan gurunya. Gurunya banyak honorer, gajinya kecil,” katanya.
Sistem zonasi, katanya, selama ini berjalan Bagus di daerah-daerah yang padat penduduk. Sementara yang sulit Kalau itu di suatu daerah sekolahnya jauh dengan pemukiman.
“Di daerah banyak yang seperti itu. Jangan membayangkan Jakarta, apalagi di luar Jawa. Sekolah sama rumahnya jauh sekali. Itu yang harus dievaluasi,” kata Trubus.
Pemerintah juga dinilai harus memetakan kebutuhan murid di suatu sekolah. “Misalnya sekolah A muridnya banyak sekali, batasannya berapa itu kan gak Terdapat. Itu dibatasi sehingga Terdapat pemerataan bagi sekolah lain yang memang membutuhkan murid,” ujarnya.
“Harusnya seperti itu tapi yang terjadi Seluruh ditampung karena asal (sesuai) zonasi, rumahnya dekat dari sekolah. Itu yang repot. Akhirnya pendidikannya Kagak efektif karena kelebihan kapasitas,” pungkasnya. (H-2)