Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras di tahun ini sebesar 30,34 juta ton. Nomor tersebut menandakan produksi beras dalam negeri mengalami penurunan sebanyak 0,76 juta ton dari realisasi di tahun Lampau. Pada periode ini, fenomena El Nino memang menimpa Indonesia. Tetapi, itu sebenarnya sudah diprediksi sejak akhir 2023. Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Eliza Mardian pun menyebut penurunan produksi beras Indonesia Kagak hanya disebabkan fenomena El Nino.
“Tanpa El Nino pun produktivitas padi kita Lanjut menurun karena menurunnya kualitas lahan atau degradasi lahan pertanian, kurangnya dukungan infrastruktur (irigasi), kurangnya adopsi teknologi dan Penemuan serta Pengaruh perubahan iklim kian Konkret,” ucap Eliza Begitu dihubungi pada Selasa (15/10).
Hal-hal tersebut, sambung Eliza, terjadi karena adanya kekeliruan pendekatan kebijakan yang diterapkan selama ini. Eliza berpesan, Demi meningkatkan produksi beras, Elemen Esensial yang paling Krusial adalah penggunaan teknologi Penemuan agar menghasilkan benih high yielding, pest resilient, dan climate resilient.
“Selama ini produktivitas rendah karena para petani menggunakan varietas benih yang sudah dilepaskan sejak puluhan tahun. Misal varietas padi Ciherang itu dilepaskan tahun 2000, sudah berusia Nyaris 24 tahun yang Lampau,” terangnya.
Dengan demikian, Eliza menilai bahwa perlunya research and development (R&D) yang memadai Demi mewujudkan Penemuan tersebut. Selain itu, perlu kerjasama private sector dan perguruan tinggi yang saling menguntungkan kedua pihak agar Penemuan tersebut implementatif.
“Ini harus Eksis ekosistem riset yang solid yang Pandai mendukung penciptaan Penemuan dan dapat diimplementasikan oleh para petani. Jangan smpai Eksis missing middle sehingga produksi Penemuan hanya menjadi prototipe Kagak dimasfikan dan berkahir hanya paper penelitian. Produk Penemuan harus dimasifkan,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Demi meningkatkan produksi beras, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai program seperti pompanisasi, cetak sawah, serta optimasi lahan rawa. Tetapi sayangnya, Eliza menyebut bahwa program-program yang tengah dijalankan pemerintah Kagak akan meningkatkan produksi beras secara signifikan.
“Cetak sawah ini produktivitasnya Kagak akan tinggi. Pompanisasi pun itu solusi jangka pendek. Demi Begitu ini cengan keyerbatasan fiskal, sebaiknya lahan-lahan sawah tadah hujan ini dibangun dulu irigasinya. Kalau Eksis irigasi, mereka Pandai menenam setahun dua kali. Mekanis produksi akan meningkat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, ia berpesan kepada pemerintah pemerintah Pusat perhatian membangun infrastruktur dasar, bukan alat-alat habis Guna yang sifatnya personal seperti pompa. (Z-11)