AWALNYA saya sempat mengamini pernyataan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri yang heran dengan kegiatan ibu-ibu pengajian. Tiba kemudian salah seorang sahabat meruntuhkan keyakinan saya soal itu.
Megawati menyampaikan pidatonya dalam acara ‘Kick Off Meeting Pancasila dalam Tindakan: Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasinya.
“Saya lihat ibu-ibu tuh ya, Ampun ya, sekarang kan kayaknya budayanya, beribu Ampun, jangan Tengah nanti saya di-bully kenapa toh senang banget ngikut pengajian. Iya, lho. Ampun beribu Ampun. Saya Tiba mikir gitu, ini pengajian Tiba Bilaman to yo? Anake arep diapakke (anaknya mau diapakan)?” kata Mega di Jakarta, Kamis, 16 Februari 2023.
Ketua Dewan Pengarah BPIP ini menegaskan ia Kagak mempersoalkan ibu-ibu mengikuti pengajian karena dirinya juga pernah ikut pengajian. Ia hanya berharap ibu-ibu tetap memperhatikan anak-anak mereka.
Megawati juga meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Puspayoga membantu Membikin manajemen rumah tangga.
Pernyataan itu memang kontroversial. Tetapi, kata saya kepada sang Kolega, jangan-jangan Terdapat kandungan kebenaran dari pernyataan itu. Apalagi, Nomor prevalensi stunting (hambatan tumbuh kembang) kita Tetap di kisaran 20%.
Jangan-jangan, kelalaian ibu-ibu itu memang terjadi karena padatnya jadwal mereka di luar rumah. Dalam hati saya juga ragu karena ibu-ibu di Kurang Lebih kehidupan saya yang aktif mengikuti pengajian tetap Mempunyai anak-anak yang sehat dan Fit. Anak mereka Kagak Terdapat yang kena stunting.
Ruang keraguan itulah yang ‘dimanfaatkan’ oleh sang Kolega Buat mendebat saya. Kata dia, pernyataan Presiden kelima Indonesia, itu bukan sekadar kontroversial, melainkan juga mengandung bias. Terdapat dua bias malah, yakni bias data dan bias gender.
Bias gender karena pernyataan itu secara Kagak langsung hendak meneguhkan bahwa soal mengurus anak dan perkara domestik rumah tangga ialah wewenang Perempuan. Ibu-ibu yang mengikuti pengajian itu sedang beraktivitas di rumah. “Tetapi, bukankah bentuk aktivitas di luar rumah bukan hanya pengajian?” tanya sang Kolega.
Ia menyodorkan fakta bahwa banyak Perempuan pekerja itu juga beraktivitas di luar rumah. Malah waktunya lebih Lamban dan Nyaris setiap hari. Kalau aktivitas pengajian dituding menjadi biang kerok perlambatan tumbuh kembang anak, jangan-jangan nanti Perempuan pekerja juga Dapat jadi kambing hitam.
Bias kedua, soal data. Belum pernah Terdapat riset atau data yang Benar yang menunjukkan bahwa aktivitas ibu-ibu pengajian berkorelasi terhadap ketelantaran anak-anak mereka. Yang Terdapat malah sebaliknya, aktivisme itu kian memperluas jejaring ibu-ibu dengan komunitas Berbagai Ragam serta memperluas pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang tumbuh kembang anak.
Pernyataan Kolega itu mengingatkan saya akan penegasan penggagas Badan Kontak Majelis Taklim Jakarta, Tutty Alawiyah. Dalam sebuah kesempatan, ia mengatakan bahwa pengajian ibu-ibu majelis taklim Kagak melulu bicara pengetahuan Religi. Mimbar pengajian juga diisi hal-hal terkait muamalah.
Materi yang tak kalah Krusial yang sering diajarkan di majelis taklim ialah tentang kemasyarakatan. “Kami mengajak jemaah majelis taklim Buat peka terhadap lingkungan sosialnya. Masalah kaum duafa, yatim piatu, hingga bagaimana menanggulangi kenakalan remaja dan mendorong pendidikan anak ialah soal yang kami bahas,” kata tokoh Betawi yang kini sudah almarhum itu.
Dari situ, saya mencoba mendebat sang Kolega dengan mengutip pengakuan Megawati bahwa Bu Mega pernah mengikuti pengajian sehingga Dapat dikatakan ia Paham persis isi pengajian ibu-ibu seperti apa.
Sang Kolega Lewat menyergah. Ia mengatakan bahwa pernah ikut pengajian Kagak berarti Paham Segala tentang pengajian. Kata ‘pernah’ itu berbeda dengan ‘aktif’. Orang yang ‘pernah ikut’ Lewat menilai mereka yang ‘aktif ikut’ berpotensi tergelincir pada Hasil melompat. Sang penilai Kagak Paham betapa besar Akibat positif pengajian itu.
Perdebatan pun berakhir dengan gugurnya argumentasi saya akan kebenaran pernyataan bahwa rutinitas ibu-ibu mengikuti pengajian Dapat berkontribusi dominan pada telantarnya anak-anak mereka. Saya pun mengucapkan selamat kepada Kolega saya itu, Lewat kami berdua menyeruput kopi hitam yang tersaji di meja. Mak sruut….