
PENERAPAN tarif dagang (trade tariffs) oleh Amerika Perkumpulan terhadap sejumlah negara produsen besar seperti Tiongkok dan Vietnam membuka Kesempatan baru bagi Indonesia. Tarif impor produk dari Indonesia ke Amerika Enggak sebesar negara-negara tersebut, sehingga menjadikan produk Indonesia relatif lebih murah dan kompetitif di pasar Amerika.
Hal ini disampaikan oleh Rektor Universitas Logistik dan Bisnis Global (ULBI), yang juga Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Nyoman Pujawan, M.Eng., CSCP, dalam kuliah Lumrah virtual bertajuk “US Trade Tariff and Its Implications on Mendunia Supply Chain”.
Acara ini diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta yang bergabung melalui Zoom dan YouTube Live, menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap isu perdagangan Mendunia yang sedang berkembang.
Kuliah Lumrah ini terselenggara atas kerja sama antara ULBI dan Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi ITS, sebagai bagian dari komitmen kedua institusi Buat memberikan wawasan strategis dan relevan bagi dunia pendidikan dan industri di tengah dinamika Mendunia yang semakin kompleks.
Prof Nyoman menjelaskan bahwa kebijakan tarif ini, Kalau Benar-Benar diberlakukan sesuai dengan Nomor-Nomor yang diumumkan pekan Lampau, berpotensi mengubah konfigurasi rantai pasok Mendunia secara signifikan. Aktivitas produksi Mendunia Pandai saja bergeser dari negara seperti Tiongkok menuju negara-negara dengan tarif lebih rendah, termasuk Indonesia, terutama dalam industri padat karya seperti garmen.
“Amerika Perkumpulan Dekat Enggak mungkin memproduksi garmen sendiri karena biaya produksinya Pandai tiga hingga empat kali lipat dibandingkan Kalau diproduksi di negara seperti Bangladesh, Tiongkok, Indonesia, atau Vietnam. Oleh karena itu, meskipun volume impornya mungkin menurun akibat harga jual yang meningkat, Amerika tetap harus mengimpor,” Jernih Ahli Logistik dan Perdagangan Global itu, di Bandung.
Kesiapan
Di sinilah letak Kesempatan bagi Indonesia. Dengan tarif yang dikenakan terhadap produk-produk Tiongkok yang sangat tinggi, produk garmen dari Indonesia Pandai menjadi alternatif yang lebih murah dan menarik bagi pasar Amerika.
Dia menambahkan bahwa Begitu ini sangat tergantung pada kesiapan dan kejelian pemerintah serta para pelaku usaha di Indonesia Buat menangkap Kesempatan ini. Mereka Pandai menjadikan ini sebagai momentum peningkatan ekspor serta daya saing industri nasional.
Terkait wacana penghapusan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan penghilangan kuota impor, Prof Nyoman menyatakan ketidaksetujuannya.
“Kebijakan TKDN sangat Krusial Buat menjaga agar Indonesia Enggak hanya menjadi pasar bagi produk asing, tetapi juga Pandai mengembangkan kapasitas produksi dan Penemuan dalam negeri. Tanpa TKDN, kita akan kehilangan Bonus Buat membangun kemandirian industri,” tegasnya.
Kuliah Lumrah ini juga diwarnai dengan sesi tanya jawab interaktif. Peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, pelaku industri, hingga pemerhati kebijakan ekonomi turut mengajukan pertanyaan kritis.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa diskursus akademik dapat berperan aktif dalam membentuk perspektif strategis terhadap kebijakan Global, dan mendorong sinergi antara pendidikan tinggi dan dunia usaha dalam menyongsong tantangan dan Kesempatan Mendunia.

