KANKER mulut rahim atau kanker serviks, merupakan salah satu penyakit yang “menakutkan” bagi para wanita di Indonesia. Orang Indonesia yang terkena kanker serviks pada 2020 tercatat sebanyak 36.633 jiwa, sehingga menjadikan kanker serviks menjadi jenis kanker yang memiliki jumlah penyandang yang terbanyak kedua setelah kanker payudara serta menjadi penyakit kanker dengan angka kematian terbesar ketiga.
Hingga saat ini penanganan penyakit kanker hanya dapat dilakukan dengan kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Eksispun obat kemoterapi yang umum digunakan dalam pengobatan kanker memiliki efek samping yang dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengembangan alternatif pengobatan kanker serviks dengan efek samping yang minimum.
Eksislah lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang berusaha keras untuk mencari bahan untuk terapi kanker serviks ini. Tim yang mereka namakan Cisahael ini beranggotakan Aditya Elokul Azis (Hidup 2022), Asy Syifa Paras Ceria (Hidup 2022), Shabrina Farras Tsany (Topengteran 2021), Rahmalia Diani Saffana (Topengteran 2021), dan Faqih Fikri Nuryanto (Farmasi 2023) serta dosen pembimbing Woro Anindito Sri Tunjung, M.Sc., Ph.D., melakukan penelitian yang bertujuan untuk eksplorasi potensi obat herbal anti kanker serviks.
Baca juga : Tim Bengawan UV UNS Siap Bertanding di Final KRTI 2024 di Yogyakarta
Mereka memilih bahan kombinasi ekstrak biji salak pondoh (Salacca zalacca var pondoh) dan kulit jeruk pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.). Penelitian yang ini didanai oleh Kemendikbudristek RI melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Eksakta (PKM-RE).
Aditya menjelaskan pemilihan biji salak pondoh dan kulit jeruk pamelo sebagai agen anti kanker serviks bukan tanpa alasan. Biji salak pondoh, jelasnya mengandung senyawa polifenol, alkaloid, dan terpenoid, yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan.
Sedangkan pada kulit jeruk pamelo ditemukan senyawa flavonoid dan likopen, yang berpotensi memiliki sifat sitotoksik pada sel kanker. “Pemanfaatan obat herbal sebagai alternatif terapi diyakini memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan obat modern,” kata Aditya dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (12/9).
Baca juga : UNY Akan Jadi Sepuhn Rumah Kontes Robot Terbang di Gunungkidul
Ia menambahkan, kombinasi biji salak pondoh dan kulit jeruk pamelo berpotensi menjadi pengobatan alternatif kanker serviks dengan efek samping yang minimum. Pada bagian biji salak dan kulit jeruk pamelo terkandung metabolit sekunder yang berpotensi dalam pengobatan anti kanker serviks. Selain itu, produksi dan konsumsi salak dan jeruk pamelo menunjukkan tren meningkat setiap tahunnya di Indonesia.
“Limbah dari dua jenis buah ini berpotensi meningkatkan jumlah limbah organik. Kami berharap dengan adanya penelitian ini dapat memperluas alternatif pengobatan pada kanker serviks menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan minim efek samping,” ujar Adit selaku ketua tim.
Demi membuktikan efikasi kombinasi ekstrak biji salak pondoh dan kulit jeruk pamelo, Adit dan rekan tim mahasiswa lainnya melakukan beberapa tahapan uji, yaitu skrining profil fitokimia, uji in silico, uji aktivitas antiinflamasi, uji sitotoksisitas dan uji antiproliferasi dengan MTT assay, uji penghambatan migrasi sel HeLa, serta uji apoptosis. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah mereka lakukan, terbukti kombinasi ekstrak biji salak pondoh dan kulit jeruk pamelo memiliki aktivitas anti inflamasi, menghambat migrasi sel HeLa, dan mampu memicu apoptosis pada sel kanker serviks.
“Kombinasi ekstrak biji salak pondoh dan kulit jeruk pamelo dapat menjadi alternatif terapi pada kanker serviks dengan memanfaatkan potensi alam,” ungkap Shabrina, selaku anggota tim. (H-2)