Pendidikan Inovatif Humanis

Pendidikan Inovatif Humanis
(Dok. Pribadi)

DALAM upaya mengakselerasi transformasi pendidikan, Indonesia telah mengintegrasikan berbagai Ciptaan Demi menggeser paradigma belajar dari hafalan semata menjadi pemahaman mendalam dan penerapan Konkret. Pendekatan ini mencakup pengembangan high order thinking skills (HOTS) dan penerapan metode deep learning yang diharapkan Bisa menciptakan generasi yang adaptif, inovatif, dan berakhlak sesuai dengan nilai-nilai humanis yang telah Lamban dianut oleh Ki Hadjar Dewantara.

 

EVOLUSI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Dimulai sejak era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dengan peluncuran Kurikulum 2013 (K-13) pada tahun 2013, pendidikan Indonesia mulai menggeser Konsentrasi dari penghafalan menuju pemahaman mendalam, analisis, dan penerapan pengetahuan yang dikenal dengan HOTS. Meskipun, pada tahap awal implementasi HOTS belum sepenuhnya tecermin dalam Ujian Nasional yang Tetap didominasi soal faktual.

Pada masa Menteri Anies Baswedan, soal berbasis HOTS mulai diterapkan secara bertahap—puncaknya pada 2018—meskipun transformasi tersebut belum Bisa mengubah sistem Penilaian secara menyeluruh.

Kini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengusulkan penerapan pendekatan belajar mendalam sebagai metode belajar terintegrasi, yang Enggak hanya menuntut pemahaman konseptual, tetapi juga mengaitkan materi dengan konteks kehidupan Konkret. Pendekatan ini merupakan respons kritis terhadap keterbatasan sistem pendidikan yang Tetap terjebak pada praktik pengajaran teoretis dan Penilaian yang belum sepenuhnya adaptif terhadap tuntutan Dunia.

 

FILOSOFI PENDIDIKAN HUMANIS

Filosofi pendidikan Indonesia, yang berakar dari ajaran Ki Hadjar Dewantara dengan semangat Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menempatkan pendidikan sebagai proses pembentukan Watak dan kreativitas, bukan sekadar transfer pengetahuan.

Cek Artikel:  Merawat Kesehatan Mental Tanggung Jawab Serempak yang Sering Diabaikan

Pendekatan ini sejalan dengan konsep belajar mendalam, di mana siswa didorong Demi memahami materi secara mendalam, mengaitkan teori dengan pengalaman Konkret, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai humanis, belajar mendalam Enggak hanya menitikberatkan pada aspek kognitif, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang positif dan inspiratif sehingga Bisa membentuk generasi yang berakhlak dan inovatif.

Ki Hadjar Dewantara (1889-1959), Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, menegaskan bahwa pendidikan harus berakar pada nilai-nilai kemanusiaan dan alami, dengan keluarga sebagai dasar Istimewa dalam membentuk Watak anak. Beliau mendirikan Taman Siswa pada 1922 sebagai wadah Demi mengimplementasikan filosofi ini, yang mencakup pula peran guru sebagai pendidik yang memfasilitasi perkembangan holistik anak dalam konteks formal dan informal.

Filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara juga tecermin dalam Slogan Tut Wuri Handayani yang menggambarkan peran guru sebagai Teladan teladan (Ing Ngarso Sung Tulodo), motivator (Ing Madyo Mangun Karso), dan fasilitator yang memberi dukungan dari belakang (Tut Wuri Handayani). Dengan prinsip-prinsip ini, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan harus memerdekakan, membentuk Watak, dan menciptakan kemandirian serta kreativitas pada anak didik (Haryati, 2019).

Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa pendidikan harus membebaskan siswa dari kebodohan dan keterbelakangan melalui pembelajaran yang mendorong berpikir kritis, Berdikari, serta aktif mengeksplorasi pengetahuan—bukan sekadar menerima informasi secara pasif. Pendidikan yang memerdekakan menekankan konsep Tri-Nga, Ialah Ngerti (pemahaman mendalam), Ngrasa (penghayatan nilai emosional dan moral), dan Nglakoni (penerapan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari).

Cek Artikel:  Menjawab Tantangan Penemuan Kemasan Pangan Terjamin dan Ramah Lingkungan

Selain menitikberatkan pada aspek kognitif, beliau juga menekankan pembentukan Watak melalui pendidikan budi pekerti serta pentingnya pendidikan yang berakar pada budaya lokal dengan mengintegrasikan seni, tradisi, dan nilai-nilai nasional demi membangun identitas bangsa, Sembari menolak pendidikan otoriter dan mendukung sistem demokratis di mana guru berperan sebagai fasilitator dialog dan eksplorasi pengetahuan secara Berdikari (Suhartono Wiryopranoto dkk, 2017).

 

IMPLEMENTASI BELAJAR MENDALAM

Implementasi belajar mendalam dalam proses belajar menuntut transformasi dari pendekatan pengajaran yang Tetap bergantung pada Naskah teks Tetap menuju metode yang lebih interaktif dan kontekstual.

Selama ini, guru cenderung menggunakan Naskah teks sebagai acuan, meskipun Naskah tersebut, sejak era Kurikulum 1994 hingga K13 dan Kurmer, hanya mengalami perubahan tampilan seperti gambar dan sampul Naskah tanpa revisi mendalam pada isi maupun metode.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Sekolah Sukma Bangsa mengembangkan proyek penulisan Naskah ajar yang mengintegrasikan pendekatan belajar mendalam, yakni dengan menekankan dialog aktif, pemahaman mendalam, dan relevansi konteks Konkret.

Dalam model ini, guru berperan sebagai fasilitator yang mendorong Obrolan dan Cerminan, sementara materi ajar dirancang secara konektif Demi menghubungkan konsep antarlevel dan lintas bidang studi, sehingga siswa didorong Demi Enggak hanya menghafal fakta, melainkan Bisa mensintesis dan mengaitkan pengetahuan dengan kehidupan Konkret.

Lebih jauh, proyek ini menekankan kedalaman materi daripada sekadar ketuntasan, dengan penyusunan logika materi yang mengacu pada teori tumbuh kembang anak menurut Marzano. Pada tingkat SD materi disusun dengan penekanan pada aspek afeksi, sedangkan pada tingkat SMP lebih diarahkan pada aspek psikomotorik Demi menggali minat Bakat siswa.

Cek Artikel:  Bersiap Menghadapi Risiko Transisi Menuju Net Zero Emission

Adapun pada tingkat SMA, Konsentrasi utamanya ialah aspek kognitif diseimbangkan dengan aspek afeksi dan psikomotorik. Pendekatan ini memastikan bahwa Naskah ajar Enggak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mendukung perkembangan Watak dan kemampuan berpikir sesuai tahap perkembangan siswa.

Selain itu, dalam analisis struktur Naskah ajar, kedua pendekatan deduktif dan induktif dipertimbangkan. Pendekatan deduktif memungkinkan penyajian materi secara sistematis dan terstruktur, sedangkan pendekatan induktif memberikan ruang bagi siswa Demi menemukan pola dan Rekanan melalui pengalaman langsung dan observasi.

Pemilihan metode pengajaran, seperti school visit, class project, guest teacher, atau tatap muka akan disesuaikan dengan Ciri materi dan kebutuhan perkembangan siswa, sehingga menghasilkan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual.

Melalui integrasi strategi pembelajaran yang mendalam dan penyusunan materi ajar yang logis serta terhubung, Naskah ajar ini diharapkan Bisa mendukung implementasi pendidikan abad ke-21 yang adaptif, inovatif, dan berpijak pada nilai-nilai humanis Ki Hadjar Dewantara.

Pendekatan ini Enggak hanya meningkatkan kualitas pemahaman, tetapi juga membentuk Watak siswa menjadi individu yang kritis, kreatif, dan Mempunyai semangat kebebasan berpikir—sebuah penerapan nilai-nilai pendidikan Ki Hadjar Dewantara di era modern yang menekankan pembelajaran yang mendalam, dialogis, dan kontekstual, Demi membantu siswa Enggak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, reflektif, dan inovatif yang sangat dibutuhkan di era Dunia.

 

Mungkin Anda Menyukai