Penataan Puncak Minus Kemauan

KERUSAKAN alam di kawasan Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kembali dituding sebagai penyebab banjir di Jakarta dan Bekasi. Lebih gilanya Kembali, sejumlah daerah di kawasan Puncak kini juga tak luput dari terjangan banjir akibat curah hujan yang tinggi beberapa hari Lampau.

Penataan kembali kawasan Puncak sejatinya sudah jadi bahasan Penting pemerintahan Orde Baru. Apalagi, Jakarta pernah Betul-Betul lumpuh selama tiga hari pada 1996 akibat banjir. Kaum Jakarta dibuat syok kala itu karena belum pernah merasakan banjir yang Tiba melumpuhkan seluruh aktivitas.

Seiring dengan berjalannya waktu, bukannya Puncak yang makin hijau yang didapat. Kawasan itu malah kian rusak. Area di kaki dan lereng pegunungan Gede-Pangrango itu banyak yang sudah beralih fungsi.

Dari sidak yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Serempak Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Kamis (6/3), ditemukan empat Letak wisata raksasa di Puncak. Konyolnya, keempat kawasan wisata itu berdiri di daerah resapan air yang dikelola PT Perkebunan Nusantara yang tak lain ialah badan usaha Punya negara. Padahal kawasan itu selama ini menjadi hulunya sungai-sungai yang melintasi Jakarta. Begitu pula dengan hamparan kebun teh yang selama ini berfungsi menjadi resapan air di kawasan hulu.

Cek Artikel:  Konflik Papua Jangan Dianggap Sepele

Tetapi, Segala itu sudah beralih fungsi. Intervensi Kementerian Lingkungan Hidup, alih fungsi mulai terjadi sejak 2022 seiring dengan terbitnya Perda Jawa Barat yang mengatur tata ruang. Hutan lindung dan daerah konservasi air banyak yang berubah menjadi kawasan pertanian dan permukiman.

Dalam catatan Kementerian Lingkungan Hidup, pada 2010 silam, luas permukiman hanya 500 hektare. Begitu ini, luasnya sudah mencapai 1.500 hektare. Sebagian besar permukiman yang merupakan resor wisata itu bahkan dibangun di badan air.

Walhi Jawa Barat menyebut hutan dan lahan resapan air yang Semestinya menjadi benteng alami terhadap banjir telah berubah menjadi vila, hotel, perumahan, dan pengembangan wisata yang berkedok ramah lingkungan. Alhasil, bukan Kembali manfaat yang Dapat didapat dari kawasan Puncak, melainkan kemudaratan akibat hukum alam yang ditabrak. Hijaunya kawasan Puncak sudah berubah menjadi Corak-warni lantaran bermunculannya bangunan wisata yang dikelir dengan Corak yang mencolok.

Cek Artikel:  Seperempat Abad Mengais Keadilan

Kawasan yang dulunya berfungsi sebagai resapan air, kini malah Tertutup air. Berkurangnya kemampuan tanah menyerap air di kawasan Puncak Membikin air hujan meluncur bebas ke daerah yang lebih rendah. Begitu pula dengan sungai yang Maju menyempit akibat banyak bangunan berdiri di bantarannya. Alhasil, banjir tak Kembali dimonopoli Kaum Jakarta, sekarang Kaum Puncak pun ikut merasakannya.

Mudah sekali Kepada mencernanya, Segala itu berawal dari ditabraknya berbagai aturan yang mengatur lingkungan hidup dan kelestarian alam di Puncak. Sejak merdeka pada 1945, negeri ini sejatinya punya seabrek aturan yang memuat perintah tegas menjaga lingkungan. Sanksinya pun tak main-main karena masuk kategori pidana bagi pelanggarnya.

Cek Artikel:  Berebut Rumput Stadion JIS

Akan tetapi, Segala aturan itu tak lebih dari sekadar koleksi aturan hukum karena lemahnya penerapan. Ketiadaan penegakan aturan, apalagi penjatuhan Hukuman, Membikin aturan-aturan tersebut kehilangan rohnya. Bahkan, aturan-turan itu banyak yang dimodifikasi agar Dapat selaras dengan hasrat komersial investor.

Karena itu, menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah bangunan-bangunan wisata tersebut mengantongi Berkas lingkungan, seperti analisis mengenai Akibat lingkungan (Amdal), upaya pengelolaan lingkungan (UKL), dan upaya pemantauan lingkungan (UPL)?

Kita berprasangka Berkualitas saja, sangat mungkin para pemilik usaha itu sudah mengantonginya. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana Langkah mereka mendapatkannya karena Bahkan usaha mereka mengakibatkan banjir di kemudian hari?

Berlagak pilon atau pura-pura Kagak Mengerti Terdapat apa di balik itu tentu bukan jalan keluar. Lebih Berkualitas pemerintah segera menata kembali kawasan Puncak dibarengi dengan penegakan aturan tanpa pandang bulu. Tak Terdapat kata terlambat Kepada itu, karena kita tak boleh mewariskan banjir kepada anak-cucu kita.

 

Mungkin Anda Menyukai