Penangkapan Duterte Dinilai Bisa Picu Ketidakstabilan Ekonomi

Mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte. (Anadolu Agency)

Jakarta. Penangkapan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte oleh International Criminal Court (ICC) membelah publik Filipina. Satu Grup mendukung penangkapan itu, tapi Terdapat Grup lain dalam jumlah yang lebih besar mengecam keras langkah ICC. 

Mantan Duta Besar Filipina Buat Arab Saudi, Adnan Alonto, mengatakan penangkapan Duterte berdasarkan kasus yang diajukan ICC mencerminkan pemerintah Begitu ini Tak dapat dipercaya. 

“Pemerintah (Filipina) berjanji Buat Tak bekerja sama dengan ICC, karena negara ini Mempunyai sistem peradilan yang berfungsi. Membiarkan penangkapan ini melanggar dan mengurangi integritas cabang peradilan. Izin Tertentu ini akan melakukan apa saja Buat menyingkirkan keluarga Duterte,” ujar Adnan, dilansir pada Kamis, 20 Maret 2025.

Cek Artikel:  Lebih dari 46.000 Anggota Palestina Tewas dalam Perang Melawan Israel

Sementara itu, pengacara hak asasi Sosok Global Arnedo Valera menilai penangkapan Duterte Tak Absah. Hal itu dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang sembrono. 

“Ini adalah salah perhitungan politik yang fatal dan putus asa oleh pemerintahan Marcos Jr atau Bongbong. Tindakan kurang ajar ini akan menghancurkan koalisi penguasa Marcos yang Renyah, memecah belah Laskar militer dan polisi, serta memicu gelombang protes massa dan keresahan sosial di seluruh negeri,” kata Valera.

Menurut dia, penangkapan ini dapat mengguncang kepercayaan investor, memicu ketidakstabilan ekonomi, dan Membikin oposisi semakin berani. Sehingga, mempercepat jalan menuju perubahan rezim.
 

Di Indonesia pun reaksi yang sama muncul. Ahli Rekanan Global, Prof. Anak Mulia Banyu Perwita, menyayangkan langkah Presiden Bongbong terhadap pendahulunya itu.

Cek Artikel:  Menlu Sugiono Lawatan ke Rusia, Jadi Agenda Pertama Usai Menjabat

Menurut dia, dari sisi hukum, sebenarnya Tak Terdapat masalah karena setiap negara bebas menerapkan politik hukum yang keras terhadap pelaku kejahatan narkotika. Apalagi, sudah mengancam eksistensi negara bersangkutan dalam bentuk instabilitas keamanan nasional. 

Indonesia, kata dia, juga Mempunyai politik hukum yang keras terhadap penjahat narkotika kelas kakap dalam bentuk hukuman Tewas. “Jadi, Tak Terdapat yang salah dengan kebijakan Duterte yang menghabisi para pelaku kejahatan narkotika di Filipina. Negara ini sepenuhnya berdaulat menjalankan politik hukumnya,” ucap Banyu.

Dia menambahkan Pemerintah Indonesia perlu menegaskan kembali sikapnya, permasalahan yang menyangkut negara-negara Personil ASEAN harus diselesaikan di dalam kawasan.  Terutama, melalui mekanisme yang dipimpin ASEAN, bukan oleh institusi eksternal seperti ICC. Prinsip ini sejalan dengan komitmen ASEAN terhadap kedaulatan regional dan prinsip non-intervensi sebagaimana diatur dalam Piagam ASEAN.

Cek Artikel:  Petugas Pemadam Kebakaran Berjuang Melawan Hughes Fire Ancaman Kebakaran Hutan di Los Angeles

“Meskipun Indonesia mengakui pentingnya akuntabilitas dan keadilan, kami meyakini masalah semacam ini harus ditangani melalui kerangka hukum nasional dan regional, sesuai dengan prinsip persatuan dan sentralitas ASEAN,” Jernih dia. 

Banyu mengatakan sebagai salah satu pendiri ASEAN, Indonesia secara konsisten mengadvokasi solusi regional Buat tantangan regional. ASEAN telah membangun.

“Harapannya sih Indonesia dapat menyatakan keprihatinannya atas perkembangan terbaru terkait tindakan ICC terhadap mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte,” ujar dia.

Mungkin Anda Menyukai