RENCANA pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 10 MW di Atadei, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), mendapat reaksi Anggota.
Sekelompok pemuda yang tergabung dalam Lembaga Komunikasi Pemuda Atakore (FKPA), Rabu (11/9), menuntut PLN guna menghadirkan Spesialis geologi, geofisika, geokimia, dan kebencanaan guna memaparkan potensi serta mitigasi bencana di calon Posisi PLTP 10 MW di Area Atadei.
Protes Anggota ditandai dengan memancang spanduk di dua titik di dalam Desa Atakore, salah satu calon Posisi PLTP. Menurut mereka, pemancangan spanduk itu atas izin pemerintah desa dan BPBD setempat.
Baca juga : Bangun PLTP Atadei, PLN Identifikasi Kepemilikan Lahan di Lembata
Spanduk itu bertuliskan ‘Anggota Atakore Tercinta, Tentukan Pilihanmu Atakore yang indah dan nyaman sekarang dan selamanya atau? Atakore
dibangun di atas puing-puing kerusakan dan ketidaknyamanan di tempat lain Ketika ini atau di waktu mendatang’.
Terdapat pula spanduk bertulisan ‘Stop Kegiatan PLTP, Stop Tipu-tipu, stop janji janji Bajakan, Stop Propaganda’.
Ketua Lembaga Komunikasi Pemuda Atakore (FKPA), Andreas B Lejab, kepada pers, Rabu (11/9) mengatakan, aksi tersebut dipicu langkah pihak PLN Serempak BPN dan Dinas Pertanian Kabupaten Lembata melanjutkan tahapan pengembangan PLTP Atadei dengan mengidentifikasi kepemilikan lahan dan inventarisasi tegakan di Posisi.
Baca juga : PLN Pastikan Pembangunan PLTP Atadei Tak Gerus Budaya Setempat
Lembaga ini menilai, pihak PLN mengabaikan tahapan sosialisasi geologi, geofisika, geokima, dan kebencanaan yang menjadi pertanyaan masyarakat Atakore Ketika sosialisasi Serempak Spesialis dan praktisi geotermal.
Selain itu, pihak PLN juga belum menindaklanjuti kesepakatan Lembaga seminar adat Ahar Tu yang mengharuskan komunitas budaya Ahar Tu dengan seluruh pemangku adat Kepada berembuk kemudian memutuskan proyek geotermal itu selaras dengan kehendak leluhur.
“Perintah penjabat bupati dan desa mendatakan, Apabila belum Terdapat sertifikat Terdapat lahan belum disertifikasi, diserahkan ke desa dan penjabat bupati. Yang terjadi PLN sendiri turun dan mendata. Kemudian Terdapat rekomendasi dalam seminar budaya bahwa pemangku masyarakat adat Ahar Tu, duduk Kepada membicarakan Serempak,” ujarnya.
Baca juga : Investasi Rp101,8 Miliar, PLN Bangun PLTP Mataloko di NTT
“Kami juga berpijak pada permintaan Penjabat Bupati Lembata, Paskalis Ola Tapobali, bahwa PLN harus menyediakan ruang dan waktu kepada Spesialis geologi, geofisika, geokima, dan kebencanaan, agar Anggota dapat menerima atau menolak PLTP Atadei ini dengan sadar. Tentang rembuk tokoh budaya Ahar Tu, memang Ketika ini pemangku adat Etnis Puhun Lagi Terdapat di Alor. Kami Tak Terdapat informasi rembuk tokoh adat, kami kaget sudah Terdapat kegiatan identifikasi kepemilikan lahan dan inventarisasi tegakan,” ujar Andreas Lejab.
Aksi Anggota didahului Percakapan Serempak Kepala desa dan BPD. “Kepala desa bilang, karena ia berada dalam struktur pemerintahan, pihaknya mengikuti arahan ketua Pokja, padahal Penjabat Bupati perintahkan lain,” ujar Andreas.
Terpisah, Anggota Atadei, Bas Tolok, menyeruhkan Anggota Atadei mestinya mendukung upaya pemerintah pusat memajukan kabupaten yang Lagi tergolong tertinggal ini.
Baca juga : BPBD dan SAR Lembata Dikerahkan Mencari Anggota Hilang Ketika Memancing
“Lembata harus punya daya saing agar punya nilai jual. Apa potensi kita? Konsentrasi pada kemampuan dan ketersediaan sumber daya alam kita. Tentu Lembata punya. Tinggal bagaimana pengelolaannya,” lanjutnya.
Team Leader Perizinan dan Pertanahan PT PLN Persero UPP Nusra 3, Tri Satya Putra Pamungkas, mengatakan banyak pembahasan tentang tuntutan yang kurang pas. Pihaknya menegaskan sudah sesuai Mekanisme dan tahapan yang diwajibkan dalam pembangunan PLTP Atadei.
Potensi panas bumi Atadei pun telah diinvestigasi melalui penyelidikan terpadu (geologi, geokimia, dan geofisika) sejak Sekeliling tahun 2000 oleh Direktorat Vulkanologi. (PT/J-3)