PEMERINTAH menargetkan penarikan investasi asing dan dalam negeri sebesar Rp694 triliun di tahun depan dalam program Quick Win. Nilai penanaman modal itu ditargetkan berasal dari tujuh sektor.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Pengendalian Penyelenggaraan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Edy Junaedi dalam Executive Perhimpunan bertajuk ‘Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan’ di Indonesia yang diselenggarakan Media Indonesia, Jakarta, Senin (18/11).
“Ini merupakan suatu potensi yang kita harapkan Dapat terwujud dalam satu tahun ke depan. Karena targetnya (total investasi) kita sudah Mengerti Kepada di tahun depan itu sebesar Rp1.906 triliun,” ujarnya.
Adapun tujuh sektor tersebut ialah industri smelter di luar Pulau Jawa dengan Sasaran investasi senilai Rp254 triliun. Lampau kawasan industri hijau di luar Jawa yang ditargetkan dapat menarik investasi sebesar Rp230 triliun. Kemudian industri pertanian (hilirisasi tebu dan bioetanol) di luar Jawa senilai Rp83 triliun.
Selanjutnya industri ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan pendukungnya di Pulau Jawa dengan Sasaran investasi senilai Rp49 triliun. Lampau industri bubur kertas dan kertas (pulp and paper) di luar Jawa senilai Rp41 triliun. Kemudian Sasaran investasi sebesar Rp25 triliun di luar Jawa Kepada industri pendukung pertanian.
Berikutnya ialah Sasaran investasi sebesar Rp12 triliun di luar Jawa Kepada industri kawasan pelabuhan.
“Jadi mayoritas berada di luar Jawa. Lampau Terdapat Kawasan Industri Hijau, swasembada pertanian, dan ekosistem EV berada di posisi setelah smelter. Juga terdapat sektor pelabuhan yang krusial Kepada logistik dan konektivitas,” Jernih Edy.
Selain daftar investasi yang bakal dikejar itu, pemerintah juga telah membidik dan berupaya mengoptimalisasi penanaman modal di sektor pusat data (data center). Edy mengatakan, proyeksi kapasitas pusat data di Indonesia pada 2024 mencapai 428 Megawatt (MW).
Besaran kapasitas itu berasal dari 316 MW kapasitas pusat data yang sudah Terdapat dan tambahan kapasitas pusat data sebesar 112 MW. Kapasitas pusat data Indonesia juga diproyeksikan Lanjut meroket. Pada 2027, kapasitasnya diperkirakan mencapai 1.045 MW.
Dengan potensi dan proyeksi yang menjanjikan itu, kata Edy, maka terdapat potensi investasi senilai US$8 miliar hingga US$10 miliar per GigaWatt (GW), setara dengan US$8 juta hingga US$10 juta per MW. Besaran potensi investasi itu berkisar Rp125 triliun hingga Rp156 triliun per GW, atau Rp125 miliar hingga Rp156 miliar per MW.
Adapun potensi penyerapan tenaga kerja dari prakiraan tersebut mencapai 350 hingga 450 tenaga kerja per MW. “(Sebanyak) 50 tenaga kerja langsung dan 300 tenaga kerja Tak langsung. Itu Spesifik Kepada pembangunan data center, Tak termasuk Graphic Processing Unit (GPU),” Jernih Edy.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, nilai pasar kecerdasan buatan (Artificial Inteligence/AI) di Indonesia diproyeksikan mencapai US$2,40 miliar di 2024. Sementara tingkat pertumbuhan tahunannya berada di Nomor 28,65%. Diprakirakan nilai pasar AI Indonesia bakal menyentuh US$10,88 miliar di 2030.
Di tengah potensi-potensi itu, pemerintah turut menyadari sejumlah hal yang perlu dimitigasi. Itu mencakup Unsur topologi, Adalah area tanah yang datar dan bebas dari ancaman tektonik. Lampau Unsur iklim dan suhu yang mengganggu efisiensi operasional.
Berikutnya ialah Unsur Daya seperti listrik dan air. Kemudian Unsur stabilitas dan kondusivitas keamanan. Selanjutnya ialah Unsur ketersediaan tenaga kerja lokal yang Cakap di bidangnya.
Sasaran Lanjut Naik
Dalam lima tahun ke depan, pemerintah telah menargetkan investasi sebesar Rp13.528 triliun. Sasaran tersebut diharapkan dapat memacu geliat perekonomian hingga Indonesia berhasil mencapai Visi Indonesia Emas di 2045.
Besaran Sasaran itu secara rinci ditetapkan senilai Rp1.906 triliun di 2025 dan diharapkan Pandai mendorong perekonomian tumbuh hingga 6,8%. Lampau di 2026 investasi ditargetkan mencapai Rp2.280 triliun dan diharapkan Pandai mendorong pertumbuhan ekonomi ke 7,6%.
Kemudian, di 2027, investasi ditargetkan mencapai Rp2.684 triliun dan diharapkan Pandai mendorong perekonomian tumbuh hingga 8,3%. Berikutnya di 2028 investasi ditargetkan menembus Rp3.116 triliun dan membawa perekonomian tumbuh ke Nomor 8,0%.
Sementara Sasaran investasi di 2029 ditetapkan sebesar Rp3.544 triliun dan Pandai mendorong perekonomian tumbuh hingga 7,8%. “Jadi total investasi 2025-2029 Rp13.528 triliun dengan penyerapan tenaga kerja 3,4 juta jiwa. Kalau kita bandingkan Sasaran 2024-2029 ini lebih besar dari Sasaran 10 tahun Pemerintahan Pak Jokowi,” kata Edy.
Realisasi Investasi Triwulan III 2024
Adapun realisasi investasi hingga triwulan III 2024, misalnya, investasi di Indonesia telah mencapai Rp1.261,43 triliun, setara 76,5% dari Sasaran investasi tahun ini yang sebesar Rp1.650 triliun. Dengan realisasi itu, sebanyak 1.875.214 tenaga kerja terserap ke dalam lapangan kerja.
Sedangkan Bagian Penanaman Modal Asing (PMA) di periode itu mencapai Rp654,40 triliun, atau 51,88% dari total investasi. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp607,03 triliun, setara 48,12% dari total investasi.
Edy menambahkan, investasi di luar Pulau Jawa lebih besar ketimbang di Pulau Jawa pada periode tersebut, yakni masing-masing Rp635 triliun dan Rp626,43 triliun. Hal tersebut mengindikasikan adanya pemerataan penanaman modal yang diharapkan pula dapat mendorong pemerataan ekonomi.
“Terdapat suatu optimisme yang kami rasakan bahwa sekarang episentrum-episentrum baru investasi sudah mulai tumbuh di luar Jawa Teladan di Maluku Utara, di Sulawesi,” Jernih Edy.
“Kalau lihat statistik, pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggi di Morowali sempat mencapai 27%. Kemudian Provinsi Maluku Utara pernah mencapai 28%. Ini sebuah statistik yang berakibat pada Nomor investasi luar Jawa yang lebih tinggi,” tambahnya.
Investasi Daya Hijau
Lebih jauh, Edy mengungkapkan, potensi investasi besar juga datang dari sektor penghilirisasian Daya hijau. Dia menyebutkan, penanaman modal di sektor itu diperkirakan Pandai tembus hingga US$3,6 triliun yang diproyeksikan akan terjadi hingga 2060.
“Dari investasi hijau atau sektor hijau ini itu punya potensi investasi yang sangat besar. Hitungannya itu kalau dirupiahkan Sekeliling Rp50.000 triliun atau Sekeliling US$3,6 triliun. Memang ini Tamat 2060 carbon net emission,” ujarnya.
Edy menambahkan, pemerintah Lanjut berupaya Kepada menjadikan investasi sebagai alat yang memberikan Dampak pada lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, alih-alih hanya terbatas pada Nomor-Nomor realisasi.
Semangat itu sejalan dengan tren dan kecenderungan dunia yang kian masif menyuarakan ekonomi hijau. Karenanya, pengambil kebijakan akan menjadikan kekayaan alam Indonesia Kepada dioptimalisasi dan menggerakkan kemajuan ekonomi hijau dalam negeri melalui penanaman modal.
“Kita Mempunyai optimisme bagaimana nanti investasi ke depan Dapat dihasilkan dari sektor Daya hijau. Karena memang dunia ini sudah mengarahnya ke sana. Terdapat carbon tax, Terdapat perjanjian-perjanjian yang sudah disepakati Paris Agreement dan lain sebagainya,” Jernih Edy.
Tetapi dia menegaskan upaya itu tak Dapat dilakukan sendirian oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM. Dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari instansi terkait lain agar kebijakan penanaman modal yang berdampak pada lingkungan itu membawa keuntungan bagi Indonesia
Potensi Daya Hijau
Ruangan Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan, pasar karbon dunia berpotensi menghasilkan pendapatan Rp8.000 triliun bagi Indonesia. Indonesia yang Mempunyai kekayaan alam berlimpah dinilai dapat mengambil kesempatan dan mengoptimalisasi potensi tersebut.
“Indonesia Mempunyai posisi yang Spesial Kepada memanfaatkan Kesempatan dari pengembangan pasar karbon. Pasar karbon dunia itu potensinya Rp8.000 triliun,” ujar Wakil Ketua Lazim Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia Bobby Gafur Umar dalam Executive Perhimpunan bertajuk ‘Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan’ di Indonesia yang diselenggarakan Media Indonesia, Jakarta, kemarin.
Hal pertama yang mesti dilakukan pemerintah Kepada mengoptimalisasi potensi tersebut ialah mengembangkan peta jalan yang komprehensif dan inklusif. Lampau meningkatkan pengakuan kredit karbon melalui instrumen seperti Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim (SRN-PPI) dan Taksonomi Kepada Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).
Kemudian pemerintah juga perlu Kepada Mempunyai standarisasi kredit karbon yang digunakan Kepada Voluntary Carbon Market (VCM). “Kita harus Dapat mendorong swasta berperan dalam menghasilkan karbon Kepada dijual ke market,” tutur Bobby.
Sejatinya Indonesia telah memperkenalkan Sistem Perdagangan Emisi dan Pajak Karbon. Hanya, aturan yang mestinya berlaku di 2022 diundur menjadi 2025. Padahal Kesempatan Indonesia cukup besar dari pemajakan karbon. Tanpa aturan, maka tak Terdapat daya tekan Kepada mengurangi emisi maupun transisi Daya.
Itu juga tecermin dari kebiasaan Indonesia yang Tamat Begitu ini terbilang santai menyia-nyiakan karbon. Sampah, misalnya, menghasilkan gas metan yang 20 kali lebih destruktif dari karbondioksida.
Pengolahan sampah di dalam negeri juga relatif minim. Kalau pajak karbon berlaku, imbuh Bobby, akan Terdapat beban finansial yang muncul dari sampah.
Indonesia juga sebetulnya telah meluncurkan bursa karbon, Adalah platform perdagangan karbon berbasis kepatuhan (compliance) di Dasar Bursa Dampak Indonesia (BEI). Per Juli 2024, terdapat 3 proyek dan 69 peserta dengan nilai transaksi karbon sebesar Rp5,9 miliar. Nilai itu dinilai Tetap terlalu kecil.
“Satu tahun Lampau kita me-launching bursa karbon. Bursa karbon di-launching, Tak Terdapat yang jualan karbon. Jadi kita seperti buka warung, tetapi barang dagangannya Tak Terdapat. Itu karena peraturannya Tak lengkap,” kata Bobby.
“Jadi kalau legislatif Dapat menggolkan tahun depan UU EBT, kita banyak sekali potensi Kepada mengejar ke sana,” tambahnya.
Lebih lanjut, dalam Rencana Lazim Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL), Indonesia akan membangun 100 GW Daya terbarukan hingga 15 tahun ke depan. 75% dari Sasaran itu merupakan Daya baru terbarukan. Kepada mencapai itu, diperlukan investasi senilai US$100 miliar.
Dari pertemuan COP29 di Baku, Azerbaijan, kata Bobby, Indonesia mendapatkan kesepakatan pendanaan hijau sebesar €1,2 miliar, setara Rp20,18 triliun Kepada pengembangan Daya Rapi. Biaya tersebut diperoleh Indonesia dari Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) Kepada sektor ketenagalistrikan.
UU EBT
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Sugeng Suparwoto mengungkapkan, sedianya wakil rakyat telah berinisiatif Membangun dan mendorong UU EBT. Naskah akademis dari produk hukum itu bahkan telah diperkenalkan ke akademisi dan disepakati Kepada segera diberlakukan.
Hanya, kata Sugeng, pengesahan UU EBT itu Tertahan Pasal 29A dan Pasal 47A yang mencantumkan perihal power wheeling. Klausul tersebut memungkinkan produsen listrik dengan sumber Daya terbarukan memakai jaringan transmisi Punya PLN menggunakan mekanisme sewa.
“Saya komitkan Agustus Lampau selesai UU EBT. Naskah akademisi sudah diputar ke seluruh Indonesia dan Seluruh sepakat, hanya Terdapat satu pasal yang mengganjal, power wheeling. Padahal tanpa power wheeling Dekat muskil EBT Dapat jalan,” terangnya.
Adapun power wheeling merupakan mekanisme yang memungkinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) menjual listrik secara langsung kepada masyarakat melalui jaringan transmisi PLN. Sugeng berharap UU EBT itu dapat disetujui dan disepakati Kepada berlaku sebagai alas hukum yang mengikat.
Dia juga menambahkan, komitmen parlemen terhadap peralihan Daya cukup kuat. Itu dibuktikan dengan rencana pembuatan UU mengenai minyak dan gas yang di dalamnya bakal mengamanatkan pembentukan oil and gas fund.
“Di UU itu nanti akan Terdapat oil and gas fund, karena tanpa itu Tak mungkin Dapat melakukan eksplorasi. Ini nanti sebagaimana BLU di kelapa sawit yang awalnya dibentuk Kepada mendorong replanting,” terang Sugeng.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian Penyelenggaraan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Edy Junaedi mengungkapkan, upaya Kepada mendorong optimalisasi Daya hijau di dalam negeri mesti melibatkan banyak pihak.
“Komitmen investasi hilirisasi itu harus Serempak dengan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, juga Kementerian Perindustrian. Supaya jangan Tamat nanti kebijakan-kebijakan terkait hanya menguntungkan beberapa negara tertentu, karena harus dilihatnya holistik,” Jernih Edy. (S-1)