Pemerintah berencana mengembangkan pembangunan berorientasi transit (Transit Oriented Development/TOD) Lebak Bulus dengan merevitalisasi rumah susun Pasar Jumat. Rencana tersebut tengah dalam tahap kajian yang dibantu oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Lumrah dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Lumrah dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Triono Junoasmono kepada pewarta di Jakarta, Senin (26/8).
“Terdapat satu titik yang sedang kita bahas bersama, persiapkan, dibantu dengan JICA di Pasar Jumat. Jadi dengan pengalaman dari Jepang, mudah-mudahan kita bisa mereplikasi, membuat model di Indonesia,” ujarnya.
Triono mengatakan, pengembangan TOD dengan pemukiman dinilai penting untuk dilakukan di Indonesia, utamanya di kota besar seperti Jakarta. Itu perlu dilakukan mengingat tingginya mobilitas masyarakat dan pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya.
Baca juga : Jadi Kota Mendunia Butuh Rp600 Triliun, Pengamat: Indikator dan Pusat perhatiannya Apa?
Konsep tersebut dinilai meningkatkan efisiensi para komuter dari tempat tinggalnya ke Jakarta untuk bekerja. Selain itu, pengembangan TOD dengan pemukiman juga menjadi salah satu solusi mengatasi keterbatasan lahan untuk hunian.
“Mengertin ini masih dalam kajian, tahun depan baru kita laksanakan mudah-mudahan pembangunan. Buat Pasar Jumat itu tanahnya di-handle oleh Perumnas. Jadi kita kerja sama, nanti PUPR memfasilitasi, tanahnya dimiliki oleh Perumnas, dan nanti Perumnas dapat bekerja sama dengan swasta atau pihak lain untuk mengembangkan TOD ini,” jelas Triono.
Terdapatpun hunian yang ada di Pasar Jumat merupakan bangunan vertikal dan akan direvitalisasi guna mendukung pengembangan TOD tersebut. Triono meyakini masyarakat konsep itu akan diminati masyarakat.
Baca juga : Sembilan Sektor Topang Penguatan IHSG
Dia juga memastikan pengembangan TOD Lebak Bulus dan hunian di Pasar Jumat akan lebih menarik ketimbang konsep serupa di Depok dan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. “TOD itu bukan hanya untuk tempat tinggal, tapi juga ada pusat-pusat kegiatan di sana,” terang Triono.
“Di Pasar Jumat nanti itu akan jauh lebih komplet fasilitasnya. Di situ nanti ada semacam pusat-pusat komersial, mall, pusat olahraga, dan stasiun,” sambungnya.
Sementara itu, Long-term Expert JICA/Penasihat Istimewa untuk Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan Jabodetabek Fase 3 (Jutpi 3) Hiromitsu Mori menyampaikan, penting bagi pihak terkait untuk bisa menciptakan metode penyediaan perumahan yang andal. Pasalnya, itu memerlukan waktu serta pemahaman dan kerja sama yang erat dari tiap pihak.
Baca juga : E-Commerce masih Kuasai Sektor Ekonomi Digital di Indonesia
Jutpi 3, kata Mori, berfokus pada TOD, dan alokasi fungsi perumahan yang tepat di area TOD. “Semakin banyak orang yang tinggal di area TOD, semakin penting peningkatan ruang pejalan kaki, meningkatkan jumlah orang yang menggunakan transportasi umum, dan meningkatkan keuntungan dan keberlanjutan fasilitas komersial,” kata dia.
Tetapi di sisi lain, terdapat tantangan perihal kepastian bagi sektor swasta untuk mendapatkan keuntungan dari pembangunan perumahan. Apalagi jika perumahan itu mengharuskan keterjangkauan bagi masyarakat.
Kepala Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengatakan, revitalisasi hunian vertikal di Pasar Jumat itu nantinya menawarkan dua skema kepada masyarakat, yakni sewa dan beli. Konsep itu juga disebut dapat mengubah paradigma masyarakat mengenai tempat tinggal.
Baca juga : Angkutan Lumrah Harus Mudah Diakses, Ekonomis Biaya, dan Efisien
“Kita harus mulai shifting mindset masyarakat, tidak lagi orientasi ke rumah tapak, tetapi juga ke rumah vertikal dan itu terintegrasi dengan sarana transportasi, pusat pendidikan, pusat perbelanjaan, sarana rekreasi,” jelasnya.
“BP Tapera juga terus didorong untuk bertransformasi menjadi penyedia pembiayaan yang affordable bagi masyarakat, utamanya menengah bawah,” tambah Heru.
Penyaluran pembiayaan nantinya ditujukan pada kriteria tertentu yang saat ini masih dikaji dan dipertajam oleh pemangku kepentingan. “Ini masih menjadi tantangan, terutama kriteria lower segment ini, apakah mau seperti sekarang, termasuk desil 8, tentunya juga affordability dan kemampuan masyarakat untuk pembiayaan rumah vertikal, ini kan juga investasinya tidak murah dibanding rumah tapak,” kata Heru.
Terdapatpun profil kawasan TOD Lebak Bulus yakni memiliki luas sekitar 76 hektare (Ha), berfungsi sebagai TOD skala kota, dan memiliki moda transportasi MRT, TransJakarta, dan BRT. Sementara profil rumah susun di Pasar Rumput memiliki luas 1,6 Ha yang pengelolaannya dilimpahkan dari Bina Marga ke Perumnas. (Z-11)