Pembelajaran Mendalam dan Tuntunan Keyakinan

DI banyak ruang kelas di Indonesia, belajar Lagi sering diidentikkan dengan menghafal. Anak-anak dianggap berhasil bila Pandai menjawab soal ujian dengan Betul meskipun kadang tanpa Betul-Betul memahami apa yang mereka pelajari. Tak jarang, begitu lembar jawaban dikumpulkan, hafalan pun hilang Tak berbekas.

Di ruang publik, kita sering dipertontonkan tayangan orang yang Tak Pandai menghafal lima sila dalam Pancasila, dengan memberikan kesan seolah-olah sosok WNI yang Tak Pandai menghafal Pancasila ialah WNI yang Tak Pancasilais. Terbentuklah kesan bahwa belajar identik dengan menghafal dan kesan bahwa kompetensi identik dengan kemampuan menghafal.

Itulah yang Mau diubah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) lewat kebijakan pendekatan pembelajaran yang disebut pembelajaran mendalam (deep learning). Konsep itu Tak sekadar menekankan apa yang dipelajari dan dihafal, tetapi bagaimana peserta didik memahami apa yang dihafal, membangun Arti, mengaitkan ilmu dengan kehidupan Konkret, dan merefleksikannya dalam sikap dan tindakan.

Selain itu, yang paling banyak menginspirasi munculnya kebijakan pendekatan pembelajaran mendalam ialah laporan Bank Dunia 2018 (terbit 2017) berjudul Learning to Realize Education’s Promise yang menyindir negara-negara berkembang yang mengeklaim peningkatan akses pendidikan yang Tak selalu diikuti peningkatan kualitas pembelajaran dengan Predikat ‘schooling without learning‘, alias sekolah tetapi Tak memperoleh apa-apa selain ijazah saja.

Bagi Indonesia, sindiran itu sangat menyakitkan hati karena mungkin merasa menjadi salah satu negara yang menjadi Sasaran sindiran. Hasil PISA 2022 menunjukkan 99% murid Indonesia usia 15 tahun hanya Pandai menjawab soal level 1-3 taksonomi Bloom’s, yang dianggap sebagai soal tingkat rendah tuntutan berpikirnya (lower order thinking skills), dan hanya 1% yang Pandai menjawab soal level 4-6 taksonomi Bloom’s, yang dianggap sebagai soal tingkat tinggi (higher order thinking skills).

Oleh karena itu, Kemendikdasmen menganggap kebijakan tentang pendekatan pembelajaran mendalam merupakan kebijakan yang sangat strategis dalam memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga muncullah tagline yang Ketika ini menjadi sangat Terkenal: Pendidikan bermutu Kepada Sekalian. Konsep pembelajaran mendalam itu digambarkan dalam kerangka kerja berbentuk empat lapis. Lapis pertama ialah kerangka pembelajaran yang terdiri atas praktik pedagogis, lingkungan pembelajaran, kemitraan pembelajaran, dan pemanfaatan digital.

Lapis kedua ialah pengalaman belajar sebagai proses yang dialami peserta didik dalam pembelajaran, Adalah memahami, mengaplikasi, dan merefleksi. Lapis ketiga ialah prinsip pembelajaran yang merupakan dasar Ciri pembelajaran mendalam, Adalah berkesadaran, bermakna, menggembirakan.

Cek Artikel:  Bersiap Menghadapi Risiko Transisi Menuju Net Zero Emission

Lapis keempat ialah delapan dimensi profil lulusan yang akan dicapai, Adalah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, kewargaan, kreativitas, penalaran kritis, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi. Menariknya, bila kita menengok khazanah Islam, prinsip-prinsip pembelajaran mendalam itu sejalan dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadis.

 

KEMITRAAN PEMBELAJARAN, SUASANA PEMBELAJARAN, DAN PEMANFAATAN DIGITAL

Pertama, kemitraan. Pendidikan Tak hanya tanggung jawab guru. Orangtua, masyarakat, dan bahkan sesama murid ialah Kawan dalam belajar. Al-Qur’an menegaskan: ‘Tolong-menolonglah Engkau dalam kebajikan dan takwa’ (QS Al-Maidah [5]:2). Nabi Muhammad SAW pun menggambarkan persaudaraan itu seperti bangunan yang saling menguatkan. Dalam konteks kelas, itu berarti guru bukan Kembali ‘sumber segalanya’, melainkan rekan belajar yang Serempak-sama membimbing murid menemukan jalan terbaik mereka.

Kedua, suasana belajar. Banyak riset pendidikan membuktikan anak akan belajar lebih efektif bila ia merasa Kondusif, dihargai, dan diterima. Hal itu sudah diingatkan dalam Al-Qur’an: ‘Serulah Sosok ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang Bagus’ (QS An-Nahl [16]:125). Rasulullah SAW pun berpesan: “Mudahkanlah dan jangan persulit, gembirakanlah dan jangan buat orang lari.” (HR Bukhari-Muslim). Pesan itu seakan menegur praktik belajar yang penuh ancaman, hukuman, dan tekanan memperoleh nilai hasil asesmen.

Ketiga, pemanfaatan teknologi digital. Era sekarang ialah Era teknologi. Anak-anak tumbuh Serempak gawai, internet, dan media sosial. Alih-alih mengutuk teknologi, pendidik diajak memanfaatkannya secara positif. Bukankah wahyu pertama sudah menekankan pentingnya membaca dengan perantara alat? ‘Dia mengajarkan Sosok dengan perantaraan kalam’ (QS. Al-‘Alaq [96]:4). Ayat itu Lagi berpeluang Kepada dimaknai sesuai dengan perkembangan teknologi Era sekarang.

 

PRINSIP PEMBELAJARAN: BERKESADARAN, BERMAKNA, MENGGEMBIRAKAN

Belajar dengan berkesadaran juga berarti belajar dengan menyadari tujuan hidup dan hubungannya dengan Allah. Al-Qur’an mengingatkan: ‘Janganlah Engkau seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, Lewat Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri’ (QS Al-Hasyr [59]:19). Pendidikan Sebaiknya membantu anak mengenali dirinya, bukan hanya melatih otaknya.

Pembelajaran yang bermakna menekankan perlunya ilmu yang relevan dengan kehidupan. Ilmu yang Tak dipraktikkan diibaratkan keledai yang memikul kitab tebal tanpa Mengerti isinya (QS Al-Jumu’ah [62]:5). Banyak anak bertanya, “Kepada apa saya belajar ini?” Pembelajaran mendalam menjawabnya dengan mengaitkan pelajaran dengan kehidupan Konkret.

Cek Artikel:  Logical Fallacy Seorang Menteri Berbahaya karena Melahirkan Kebijakan yang Salah

Pembelajaran yang menggembirakan artinya belajar harus membawa sukacita. Rasulullah SAW mengajarkan: “Mudahkanlah, gembirakanlah.” Pendidikan yang menakutkan hanya akan melahirkan anak yang tertekan, bukan yang Asmara ilmu.

 

PENGALAMAN BELAJAR: MEMAHAMI, MENGAPLIKASI, MEREFLEKSI

Memahami ialah inti pertama. Al-Qur’an berulang kali menegur: ‘Apakah mereka Tak merenungkan Al-Qur’an?’ (QS Muhammad [47]:24). Artinya, pemahaman lebih Krusial daripada hafalan semata. Pengalaman belajar mengaplikasi menegaskan ilmu harus diwujudkan dalam amal. ‘Katakanlah: beramallah Engkau maka Allah akan Menyaksikan pekerjaanmu’ (QS At-Taubah [9]:105).

Murid yang belajar Kehidupan, misalnya, diajak menjaga kebersihan lingkungan. Merefleksi memberikan ruang Kepada menimbang kembali pengalaman. Al-Qur’an menyuruh kita mengambil pelajaran dari peristiwa: ‘… ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan’ (QS Al-Hasyr [59]:2). Cerminan membantu murid menyadari Arti setiap perjalanan belajar.

 

DELAPAN DIMENSI PROFIL LULUSAN

Hasil dari proses pembelajaran mendalam ialah profil lulusan dengan delapan dimensi Penting. Menariknya, Sekalian dimensi itu juga Mempunyai dasar dalam Qur’an dan hadis.

Pertama: keimanan dan ketakwaan, QS Al-Baqarah [2]:2 menegaskan petunjuk hanya bagi orang bertakwa. Kedua: kewargaan, QS Al-Hujurat [49]:13 menegaskan pentingnya hidup Serempak dalam keragaman. Ketiga: penalaran kritis, QS Az-Zumar [39]:18 memuji orang yang mendengarkan Lewat memilih yang terbaik.

Keempat: kreativitas, QS Al-Mu’minun [23]:14 mengingatkan Allah ialah ‘sebaik-Bagus pencipta’, inspirasi bagi Sosok Kepada berkarya.

Kelima: kolaborasi, QS Al-Maidah [5]:2 menyeru bekerja sama dalam kebaikan. Keenam: kemandirian, QS Ar-Ra’d [13]:11 menegaskan perubahan dimulai dari diri sendiri.

Ketujuh: kesehatan, QS Al-Baqarah [2]:195 melarang menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan. Kedelapan: komunikasi, QS Ar-Rahman [55]:4 menyebut Allah mengajarkan Sosok pandai berbicara.

Hadis-hadis Nabi semakin memperkuatnya. Misalnya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah Berbicara Bagus atau Tenang.” (HR Bukhari-Muslim) menegaskan pentingnya komunikasi santun.

Laporan lembaga Dunia seperti OECD dengan tes PISA (Programme for International Student Assessment) mereka menegaskan pentingnya kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, kolaborasi, Watak, dan kewargaan Dunia. Keenam keterampilan itu kini Terkenal dengan Predikat 6C’s of 21st century skills. Delapan dimensi profil lulusan dalam konsep pembelajaran mendalam menambah dua dimensi Kembali menjadi delapan setelah menyesuaikan dengan kekhasan filosofis yang berlaku di Indonesia.

Walaupun mungkin belum teridentifikasi adanya sekolah di Indonesia yang telah melakukan kajian dan mengimplementasi konsep pembelajaran mendalam yang dikaitkan dengan kitab Bersih Keyakinan, Misalnya yang menginspirasi datang dari Noori Muslim School di Sydney, Australia. Sekolah Islam itu dengan sadar mengintegrasikan profil keterampilan abad ke-21 dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis Nabi. Mereka Tak hanya mengajarkan murid Kepada cakap secara intelektual, tetapi juga menumbuhkan spiritualitas yang kukuh.

Cek Artikel:  Negara Paling Religius Mengapa Korupsi Menggurita

Dari sekolah tersebut, dapat dikatakan bahwa keterampilan abad ke-21 bukanlah sesuatu yang sekuler semata, melainkan hal yang dapat dirangkai dengan nilai Islam. Jadi, yang Lumrah disebut sebagai keterampilan atau kompetensi abad ke-21 akan juga dapat dinyatakan sebagai keterampilan atau kompetensi sepanjang hayat sesuai dengan ‘kesepanjanghayatan’ ajaran kitab Bersih Keyakinan. Noori Muslim School mengembangkan kurikulum mereka, dengan menempatkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis sebagai fondasi moral dalam mengajarkan keterampilan modern.

 

PEMBELAJARAN YANG MEMBUMI DAN MENJULANG

Dengan kerangka seperti itu, pembelajaran mendalam bukanlah konsep asing yang datang dari luar. Ia Malah menemukan akarnya dalam nilai-nilai Islam yang sejak awal menekankan keseimbangan antara Intelek, hati, dan amal. Bayangkan sebuah kelas bahasa Inggris, misalnya. Guru Tak hanya melatih murid menghafal kosakata, tetapi juga memberikan proyek Membikin kampanye lingkungan dalam bahasa Inggris.

Di sana Terdapat kolaborasi, kreativitas, komunikasi, dan Cerminan. Nilai itu sejalan dengan sabda Nabi: “Sebaik-Bagus Sosok ialah yang paling bermanfaat bagi Sosok.” (HR Ahmad). Pendidikan semacam itu Tak hanya membentuk anak yang Pandai menjawab soal ujian, tetapi juga membentuk pribadi yang cerdas, beriman, bertakwa, sehat, dan Acuh.

Kerangka pembelajaran mendalam dengan kerangka pembelajaran, prinsip, pengalaman, dan delapan dimensinya ialah konsep yang berperanan sebagai penguatan yang bersifat holistis dalam pendidikan nasional karena sifatnya yang memperkuat praktik-praktik Bagus pembelajaran di Sekalian mata pelajaran dalam kurikulum. Yang lebih Krusial Kembali, kerangka kerja pembelajaran mendalam mengandung nilai-nilai filosofis yang selaras dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadis, yang dapat menginspirasi kajian-kajian serupa Kepada sekolah-sekolah yang Mempunyai kekhasan Keyakinan lainnya.

Integrasi itu membuktikan pembelajaran mendalam dapat sekaligus membumi—relevan dengan konteks Dunia dan kebutuhan masyarakat—dan menjulang—berakar pada nilai wahyu yang luhur. Kalau pembelajaran mendalam Betul-Betul dijalankan sesuai dengan konsepnya, diharapkan akan lahir generasi yang Tak hanya pintar, tetapi juga bijak; Tak hanya cakap Dunia, tetapi juga kukuh spiritual; Tak hanya mengejar karier, tetapi juga menebar manfaat. Itulah yang dimaksud Al-Qur’an sebagai ‘umat terbaik yang dilahirkan Kepada Sosok’ (QS Ali Imran [3]:110).

 

Mungkin Anda Menyukai