Pembelajaran Mendalam Buat Guru

Pembelajaran Mendalam untuk Guru
(Dok. Pribadi)

DALAM sebuah seminar tentang pembelajaran mendalam (PM), seorang guru bertanya, “Bagaimana saya Mengerti kalau saya sudah mengajar sesuai prinsip PM dengan Benar?” Pertanyaan ini memicu Cerminan: siapa yang Sepatutnya menentukan ‘kebenaran’ dalam mengajar—atasan, rekan sejawat, atau siswa? Dan mengapa kita menggunakan tolok ukur Benar atau salah, bukan efektif atau Tak?

Sejak 1970-an, guru Indonesia memang telah mengenal berbagai pendekatan seperti CBSA, PAKEM, PAIKEM, dan CTL. Tetapi, menurut Kemendikdasmen, implementasi berbagai pendekatan itu Tetap terkendala. Mengapa? Mungkin pertanyaan guru tadi memberi kita petunjuk: kita terlalu sibuk mencari ’Metode yang Benar’ daripada memikirkan apakah Metode itu efektif bagi siswa.

 

ORIENTASI TUJUAN DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

Mungkin persoalannya bukan terletak pada pendekatannya, melainkan pada tujuan yang Ingin dicapai guru Demi menerapkan pendekatan tersebut dalam proses pembelajaran. Banyak guru terbiasa mengejar ‘kebenaran prosedural’ demi menghindari teguran, tapi Bahkan abai dengan efektivitas pembelajaran (ability-avoidance orientation).

Sebaliknya, guru yang berfokus pada pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif cenderung mencoba pendekatan baru di kelas dan memperhatikan respons siswa mereka, mencerminkan orientasi pada penguasaan (mastery orientation). Butler (2007, 2012) menekankan bahwa orientasi ini memengaruhi kualitas pembelajaran dan keberlanjutan perubahan. Dapat jadi, ketika guru menerapkan pendekatan yang ditetapkan pemerintah, motivasinya hanya Buat menghindari teguran dari kepala sekolah atau pengawas. Terdapat pula guru yang mengajar sekadar memenuhi kewajiban agar tak diberi beban tambahan.

Terdapat pula sebagian guru yang merasa puas Apabila siswa berhasil mencapai tujuan belajar. Bahkan Terdapat guru yang Ingin merasakan peningkatan kepakaran seiring waktu. Menurut Butler (2007, 2012), guru dengan orientasi kepakaran akan lebih reflektif dan konsisten dalam mengembangkan praktiknya Apabila dibandingkan dengan guru yang hanya berusaha memenuhi kriteria ‘kebenaran’ demi menghindari Denda.

Cek Artikel:  Frankofoni, Humanisme Integral yang Terjalin di Seluruh Dunia

Kembali Kembali pada pertanyaan guru di awal tulisan ini. Apabila yang dicari ialah ‘Metode yang Benar’, mungkin orientasi menghindari penguasaan lebih dominan. Dalam hal ini, guru cenderung mencari pembenaran dari model atau strategi tertentu secara Tetap, dan merasa cukup Apabila kriteria formal sudah terpenuhi. Sebaliknya, Apabila yang digunakan ialah tolok ukur efektivitas, sangat mungkin orientasinya ialah penguasaan (ability-approach orientation) atau kepakaran (mastery). Guru dengan orientasi ini berusaha memahami prinsip PM secara Bergerak dan menerapkannya Buat merespons kebutuhan siswa secara efektif. Prosesnya menjadi eksploratif dan berkelanjutan.

Tentu saja, orientasi ini Tak selalu tunggal—seorang guru Dapat Mempunyai orientasi berbeda seiring waktu. Tetapi, bagaimana guru dapat Mempunyai orientasi mendekati penguasaan dan kepakaran sebagai orientasi tujuan yang dominan?

 

PENGEMBANGAN KAPASITAS BERBASIS GURU SEBAGAI PENELITI

Dalam konteks mendorong guru Buat melakukan proses belajar mengajar berbasis PM, beberapa hal berikut mungkin perlu menjadi perhatian dalam persiapan dan pengembangan profesional guru: apakah guru pernah diajak Buat Menyaksikan penerapan berbagai pendekatan dari sudut pandang efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran? Apakah guru pernah didampingi dalam proses uji coba pembelajaran berbasis pendekatan yang baru? Apakah guru menjadi Kawan dari perubahan atau sekadar objek Buat diperbaiki dan ditingkatkan? Pernahkah guru ditanya, apa tujuan dan manfaat dari mengubah praktik mengajar mereka di lapangan dengan berbasis pendekatan tertentu?

Cek Artikel:  Mengeksplor Surga Wisata Mentawai

Apabila Segala pertanyaan tersebut belum dijawab melalui program yang Terdapat, mungkin sudah saatnya kita meninjau ulang orientasi dan tujuan program itu sendiri. Karena itu, konsep guru sebagai peneliti menjadi relevan dan dapat menjadi dasar Buat program persiapan serta peningkatan kapasitas guru. Berdasarkan konsep ini, posisi guru bukanlah sebagai pelaksana yang melakukan skenario mengajar PM dengan Benar. Tetapi, mereka senantiasa berupaya merumuskan respons pedagogis yang sesuai dengan kebutuhan siswa dengan berbasis prinsip PM secara Bergerak dan Luwes.

Seperti koki yang Bisa menyesuaikan resep dengan selera pelanggan, guru juga perlu memahami konten, strategi, dan Kepribadian siswa. Apabila koki perlu Mempunyai bekal teknik memasak yang Cakap serta pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi, maka guru sebagai peneliti perlu Mempunyai pengetahuan yang Berkualitas mengenai konten pembelajaran serta Variasi strategi dan model pengajaran. Ibarat koki dengan pemahaman yang Berkualitas mengenai selera pelanggan agar makanan mereka layak dikonsumsi dan lezat, para guru juga perlu mengetahui siapa siswa mereka dan bagaimana mereka belajar. Dengan begitu, guru dapat merancang pembelajaran yang efektif secara bermakna, berkesadaran, dan menyenangkan.

Konsentrasi guru peneliti Tak Kembali mencari metode dan strategi yang ‘Benar’, tetapi bagaimana ia dapat merumuskan respons pedagogis yang efektif. Sebagai langkah awal dalam peningkatan kapasitas, guru perlu menguasai perangkat konseptual yang Variasi. Perangkat konseptual ini dapat diibaratkan seperti kacamata. Contohnya, konsep berkesadaran (mindfulness) dapat dilihat sebagai keterampilan dan metode Buat mengatur perhatian (Zeilhofer & Sasao, 2022).

Cek Artikel:  Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai

Berdasarkan konsep ini, guru dapat merancang strategi yang melatih siswa Buat terampil mengelola perhatian mereka secara bertahap di kelas. Dengan perangkat konseptual tersebut, guru Dapat Menyaksikan dinamika di kelas dari berbagai sudut pandang.

Selanjutnya, guru akan dibekali kemampuan Buat memetakan kebutuhan siswa. Berbarengan fasilitator, mereka merumuskan kerangka dan tujuan PM berdasarkan hasil pemetaan tersebut, yang berpijak pada capaian yang ditetapkan dalam kurikulum. Lewat, guru didampingi Buat merumuskan metode dan strategi yang sesuai, serta merancang proses asesmen formatif dan sumatif yang dapat memberikan umpan balik secara terukur dan Benar waktu. Akhirnya, guru diajak melakukan Cerminan dan Penilaian terhadap proses tersebut.

Apabila proses di atas dilakukan seperti sebuah siklus, guru akan terdorong Buat Maju Mempunyai rasa Ingin Mengerti. Layaknya peneliti, rasa Ingin Mengerti ini yang mendorong mereka Buat Maju mengeksplorasi metode dan strategi yang paling sesuai dengan konten pelajaran dan kebutuhan siswa yang Variasi.

Oleh karena itu, orientasi tujuan (ability-approach) dan penguasaan (mastery) adalah keniscayaan bagi guru sebagai peneliti. Ketika prinsip PM dijalankan oleh guru yang Mempunyai orientasi tujuan ini, maka proses belajar mengajar menjadi Bergerak dan responsif terhadap kondisi Konkret. Guru sebagai peneliti juga akan menikmati proses eksplorasi tersebut. Akhirnya, bukan hanya siswa yang belajar secara mendalam, guru pun ikut tumbuh dalam prosesnya.

 

Mungkin Anda Menyukai