PERINGATAN Hari Hak Asasi Insan (HAM) Sedunia (World Human Rights Day) 10 Desember 2024 di Indonesia memperoleh momentum yang Benar pada awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Ketepatan itu adalah pembentukan Kementrian HAM. Natalius Pigai, mantan komisioner Komnas HAM, memperoleh kepercayaan dan mandat dari presiden Demi menggerakkan kerja kementrian ini.
Sesungguhnya penegakkan HAM di Indonesia telah telah diperjuangkan oleh para aktivis HAM jauh sebelum Gerakan Reformasi 1998 melalui berbagai diseminasi gagasan HAM pada berbagai Perhimpunan Obrolan dan aksi konkrit. Setelah Gerakan Reformasi 1998, perihal HAM dimasukkan dalam amandemen UUD 1945. Dilanjutkan dengan pembentukan Komnas HAM, pembentukkan Kementerian Hukum dan HAM, dan memasukkan HAM sebagai agenda Krusial dan mendesak dalam politik pasca-gerakan Reformasi 1998.
Pada awal pemerintahan Presiden Prabowo ini, perihal penegakkan HAM diwujudkan melalui pembentukan Kementerian HAM. Hal ini mengindikasikan komitmen pemerintahan Prabowo pada penghormatan terhadap Insan sebagai pribadi dan pemenuhan hak-hak asasi Insan seluruh Kaum negara Indonesia. Tampak bahwa urusan HAM bergerak dari Cerminan filosofis perihal Derajat Insan ke agenda-agenda konkrit pembangunan HAM Indonesia.
Bila kita menengok pada sejarah filsafat HAM, kesadaran dan gerakan sosial pro-HAM Enggak muncul dari ruang Hampa. Jauh sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Insan (DUHAM) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948, HAM merupakan gerakan transformasi sosial dari kondisi hidup yang dicengkram oleh mentalitas feodalistik ke kondisi hidup yang mengutamakan kebebasan, persaudaraan, dan kesetaraan Insan. Dengan kata lain, filsafat HAM adalah Cerminan filosofis atas sejarah perlakuan Jelek terhadap Insan sebagai pribadi konkret.
Titik historis transformasi sosial tersebut adalah Revolusi Sosial Prancis tahun 1789-1799. Revolusi ini menjadi acuan historis Demi menunjukkan secara tegas bahwa betapa Krusial dan mendesak memperlakukan Insan sebagai pribadi bermartabat. Dalam pribadi Insan yang demikian terkandung kebebasan, persaudaraan, dan kesetaraan. Revolusi tersebut bertumpu pada Fakta mengenai keadaan Insan konkrit dan kehidupannya yang dicengkeram oleh praktik kekuasaan sosial monarkis absolut, feodalistik, dan aristokratik pada Era itu.
Praktik kekuasaan sosial yang demikian telah menempatkan Insan konkrit pada kondisi-kondisi hidup yang sama sekali Enggak Membikin Insan hidup sebagai Insan. Bila sebuah rezim politik dan kekuasaan sosial memperlakukan Insan dengan Langkah meniadakan kebebasan, persaudaraan dan kesetaraan dari ontologi diri Insan, maka rezim politik ini menempatkan Insan bukan sebagai pribadi bermartabat dalam lanskap praktik politik dan hidup sosial. Rezim yang demikian berlangsung di Eropa jauh sebelum Revolusi Sosial Perancis. Oleh Karena itu, titik historis tersebut merupakan gerakan transformasi sosial Demi mendudukkan Insan konkrit pada status ontologisnya sebagai Insan yang berkebebasan, bersaudara, dan berkesetaraan.
Dalam konteks Indonesia, kolonialisme atas Indonesia dalam segala segi kehidupan Insan sejak Era kolonial Belanda Tiba kolonialisme kontemporer Era ini, merupakan kondisi yang menempatkan Insan bukan sebagai sosok yang berkebebasan, bersaudara, dan berkesetaraan. Dalam format historis inilah, hal yang paling mendesak Demi ini adalah memastikan pembangunan HAM sebagai gerakan transformasi sosial.
Gerakan Transformasi Sosial
Kementerian HAM dibawah kepemimpinan Natalius Pigai mendorong dan mengupayakan perwujudan agenda pembangunan HAM di Indonesia. Dalam perspektif Revolusi Sosial Prancis tersebut, dapat dikatakan bahwa pembangunan HAM Indonesia merupakan gerakan transformasi sosial dari kondisi dan praktik yang anti-HAM menjadi kondisi dan praktik yang pro-HAM. Transformasi sosial ini mengerucut pada praktik hormat terhadap Insan sebagai pribadi yang berkebebasan, bersaudara, dan berkesetaraan.
Agenda-agenda konkrit pembangunan HAM di Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya adalah manifestasi dari status ontologis Insan sebagai pribadi. Awalan “ber” pada tiga status ontologis Insan tersebut menunjukkan bahwa pembangunan HAM adalah gerakan transformasi sosial dan bukan hanya sebatas Cerminan filosofis. Dengan kata lain, pembangunan HAM Indonesia sebatas rekonstruksi ide abstrak tentang status ontologis Insan, melainkan gerakan konkrit mentransformasi kondisi- kondisi sosial yang anti-HAM menjadi pro-HAM secara berkelanjutan.
Pembentukan Kementerian HAM sebagai institusi penggerak dan pelaksana pembangunan HAM Indonesia, tampaknya terinterintegrasi dengan program-program strategis pemerintahan Demi ini. Misalnya, program makan makanan bergizi gratis dibingkai dalam kerangka pikir dan aksi pemenuhan hak asasi anak-anak Indonesia atas makanan bergizi. Demikian pula food estate merupakan Figur dari pemenuhan hak asasi Kaum negara atas pangan. Termasuk hilirisasi dan tentu saja Pendidikan, Kesehatan, perhatian pada Golongan disabilitas, agenda pengentasan kemiskinan, penguatan peran Perempuan, penyelarasan kehidupan yang Serasi dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama Demi mencapai masyarakat yang adil dan Makmur. Setidaknya pada 4 poin Asta Cita pemerintahan Prabowo- Gibran, perhatian pada aspek Hak Asasi Insan tergambar dengan sangat Jernih. Dalam konteks itu, keterintegrasian ini bukan sekedar proyek jangka pendek dan menengah melainkan sebagai gerakan transformasi sosial. Dengan dem kian, pembangunan HAM berarti upaya pemenuhan hak-hak asasi Kaum negara Indonesia secara berkelanjutan dan menyeluruh atau holistic, Berkualitas menyangkut hal-hal fisik maupun non fisik.
Mandat Kementerian HAM
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Insan (HAM) menyatakan bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab Demi: Menghormati, Melindungi, Menegakkan, Memajukan hak asasi Insan yang menjadikan Kementerian HAM sebagai governmental human rights focal points atau dalam bunyi Peraturan Perpres 156 tentang Kementerian Hak Asasi Insan (Pasal 1) menyatakan bahwa Kementerian Hak Asasi Insan adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemeromtahan di bidang hak asasi Insan.
Dalam banyak kesempatan kami menangkap pesan kuat yang disampaikan oleh Menteri Hak Asasi Insan Natalius Pigai yang Mempunyai keteguhan sikap pada isu-isu Hak Asasi Insan di tanah air. Dalam konteks Pembangunan Hak Asasi Insan di Indonesia, Menteri HAM menjelaskan beberapa Langkah konkret visi Presiden terkait Asta Cita, kebijakan HAM secara holistik, mainstreaming HAM pada instansi pemerintah, swasta dan rakyat Indonesia. Termasuk menurut Menteri Hak Asasi Insan, hal yang menjadi perhatian adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) berbasis Hak Asasi Insan yang harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut Adalah (1) partisipasi aktif Masyarakat, (2) Menempatkan Masyarakat sebagai Subyek Pembangunan, (3) Pemenuhan hak-hak pekerja, (4) perhatian terhadap nilai adat dan kebudayaan, (5) perhatian pada kelestarian alam dan lingkungan, (6) perhatian terhadap perubahan iklim, (7) kontribusi PSN bagi pemerintah dan (8) benefitnya bagi korporasi atau swasta.
Aspek holistik pembangunan HAM inilah yang kiranya menjadi nafas dari hadirnya Kemenerian Hak Asasi Insan di Indonesia Demi ini. Bukan hanya itu, apabila pembangunan HAM di Indonesia sebagai gerakan transformasi sosial, maka jawaban atas dua pertanyaan tersebut menjadi Jernih. Yakni, Pembangunan HAM yang trasnformatif itu bukan semata-mata tugas aparatus pemerintah dan/atau lembaga- lembaga pemerintah – dalam hal ini Kementrian HAM, melainkan juga tanggungjawab Serempak Kaum negara dan pemerintah.
Oleh Karena itu, pembangunan HAM di Indonesia senantiasa berisi agenda dan praktik pembangunan HAM yang sistematis, terukur, dan terlaksana secara berkelanjutan. Di dalam agenda dan praktik yang demikian, Kaum negara mengekspresikan dirinya sebagai pribadi yang berkebebasan, bersaudara, dan berkesetaraan melalui pemenuhan hak-hak dasarnya tanpa Kecenderungan manipulasi Demi kepentingan lain di luar pemenuhan HAM. (Adv)