PENAIKAN tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dinilai dilakukan pada momentum yang kurang Betul. Itu karena dalam beberapa waktu terakhir terjadi penurunan konsumsi, alias daya beli masyarakat.
“Jadi kalau kita lihat momentumnya, situasinya ini kan Seluruh menunjukkan penurunan daya beli. Seluruh sektor yang terkait dengan ritel atau barang konsumsi itu kan memang menunjukkan kecenderungan turun,” ujar Ketua Biasa Gabungan Industri Pariwisata Hariyadi Sukamdani kepada pewarta, Kamis (14/11).
Kendati penaikan tarif PPN itu terlihat kecil, yakni 1%, Tetapi sensitivitas perubahan itu berdampak besar terhadap kemampuan konsumsi masyarakat. Dikhawatirkan, daya beli masyarakat akan semakin terperosok dan berimbas pada jatuhnya tingkat penjualan.
Semestinya pemerintah Bisa membaca situasi lebih Bagus. Apalagi sinyal pelemahan daya beli masyarakat telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir yang ditandai dengan deflasi beruntun. “Paling Benar itu data BPS deflasi. Deflasi kan artinya kan Enggak Terdapat yang beli barang,” Jernih Hariyadi.
Akan elok, lanjutnya, Kalau pemerintah menunda penaikan tarif PPN tersebut. Penundaan itu didasari dengan mempertimbangkan sejumlah indikator perekonomian. Inflasi dan daya beli masyarakat, misalnya, merupakan Unsur yang Krusial Buat diperhatikan oleh pengambil kebijakan.
Senada, Ketua Bidang Interaksi Antar Lembaga Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sarman Simanjorang mengatakan, penaikan tarif PPN menjadi 12% bakal memberatkan kondisi perekonomian Indonesia yang sejatinya Demi ini juga belum berada dalam kondisi Bagus-Bagus saja.
Hal krusial yang mestinya tak diabaikan ialah daya beli masyarakat yang tengah dalam tren pelemahan. “Kita Bisa saksikan sendiri Demi ini sangat-sangat tertekan. Dan kita baru saja juga lepas dari deflasi, di mana kita selama 5 bulan berturut-turut, dan ini sesuatu yang sangat di luar dugaan kita,” tutur Sarman.
Dia juga meminta pemerintah Buat mengkaji ulang penaikan tarif PPN meski itu yang diamanatkan oleh Undang Undang. Setidaknya, penundaan penaikan tarif akan menjadi hal yang arif Buat dilakukan oleh pengambil kebijakan.
“Kita harapkan bahwa dengan penundaan itu di tahun 2025 daya beli masyarakat dapat semakin meningkat. Karena kalau ini terlalu dipaksakan, ini juga akan memengaruhi harga-harga di pasaran. Ini akan memengaruhi semuanya, harga-harga produksi, juga harga-harga jasa,” kata Sarman.
“Kita Mau agar pertumbuhan ekonomi kita tahun 2025 tetap juga mencapai Sasaran. Karena Tengah-Tengah pertumbuhan kita Lagi ditopang konsumsi rumah tangga yang ditopang daya beli,” pungkasnya. (Mir/M-3)