POSTULAT bernegara yang kerap dirujuk ialah kesetiaan kepada partai politik berakhir begitu pengabdian kepada negara dimulai. Pengabdian itu dimulai sejak mengucapkan sumpah sebagai pejabat negara.
Sebanyak 961 kepala-wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 dilantik Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari 2024. Sejak dilantik dan mengucapkan sumpah itulah para kepala daerah memulai kesetiaan kepada negara sekaligus menanggalkan kesetiaan kepada partai politik. Mereka menanggalkan status petugas partai Demi menjadi abdi negara demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan, Ialah memakmurkan rakyat.
Mereka bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban mereka sebagai kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang Tegar UUD 1945, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa.
Salah satu undang-undang yang harus dijalankan selurus-lurusnya ialah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah pusat dan daerah.
Para kepala daerah yang dilantik itu Enggak boleh dibiarkan masuk hutan rimba pemerintahan daerah. Mereka mesti diberi bekal pendidikan dan pelatihan kepamongprajaan (Pasal 376).
Tujuan pendidikan dan pelatihan itu ialah kepala daerah Mempunyai keahlian dan keterampilan teknis penyelenggaraan pemerintahan; Mempunyai kepribadian dan keahlian kepemimpinan kepamongprajaan; dan berwawasan nusantara, berkode etik, dan berlandaskan pada Bhinneka Tunggal Ika.
Kali ini, pendidikan dan pelatihan kepamongprajaan dalam bentuk retret di Akademi Militer Magelang yang belangsung pada 21-28 Februari 2025. Amat disayangkan Eksis sebagian kepala daerah yang Enggak ikut retret karena perintah ketua Lumrah partai politik. Itulah perintah politik sebagai reaksi atas putusan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi alias bentuk Konkret politisasi hukum.
Pada titik itulah muncul gugatan mengapa Lagi Eksis kepala daerah melanggengkan kesetiaan kepada partai politik? Mengapa kepala daerah Enggak Taat pada program pemerintah pusat dalam bentuk retret? Kenapa kepala daerah lebih Taat kepada ketua Lumrah partai politik ketimbang Presiden?
Adalah Betul bahwa kepala daerah itu mengikuti pilkada serentak dengan menggunakan Bahtera partai politik. Akan tetapi, mereka menjadi kepala daerah karena dipilih rakyat, bukan dipilih partai politik.
“Kepala daerah dipilih rakyat dan dia harus pertanggungjawabkan kepada rakyat. Partai, kan, hanya kendaraan mereka Demi Pandai ikut dalam pemilihan. Ketika dia terpilih, tanggung jawabnya nomor satu bukan kepada partainya, melainkan nomor satu tanggung jawabnya kepada rakyat. Silakan nanti rakyat menilai,” kata Mendagri Tito Karnavian.
Rakyat tentu saja kecewa, amat kecewa, bahwa kepala daerah lebih Taat kepada ketua Lumrah partai politik ketimbang Presiden. Kepatuhan terhadap hierarki kekuasaan sesungguhnya akan berjalan lurus bila Segala level pemegang kekuasaan berpijak pada etika berpolitik dan berpemerintahan.
Etika kehidupan berbangsa sudah termaktub dalam Tap MPR Nomor VI/MPR/2001. Disebutkan bahwa etika politik dan pemerintahan dimaksudkan Demi mewujudkan pemerintahan yang Kudus, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan Demi menerima pendapat yang lebih Betul, serta menjunjung tinggi hak asasi Mahluk dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
Etika pemerintahan mengamanatkan penyelenggara negara Mempunyai rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap Enggak Pandai memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
Dengan etika itulah, setiap kepala daerah akan menghormati dan menjalankan hierarki itu dengan penuh kesadaran dan keadaban demi menciptakan sistem pemerintahan yang efektif dan akuntabel. Sebaliknya, hierarki akan pupus ketika etika sudah diabaikan dan Enggak Tengah dianggap Krusial.
Pengabaian secara sadar akan etika itulah berpotensi menjadikan kepala daerah kelak berpraktik Enggak sejiwa, Enggak segaris dengan pemerintah pusat. Kepala daerah berjalan sendiri seolah mereka bukan bagian dari negara kesatuan. Lebih tragis Tengah bila kepala daerah membangkang atas perintah Presiden dengan Argumen sama-sama dipilih rakyat.
Jujur dikatakan bahwa pengalaman selama ini banyak kepala daerah menjelma menjadi raja-raja kecil yang lebih mengejar pundi-pundi pribadi dan para kroni partai ketimbang memedulikan pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Otonomi daerah sengaja diselewengkan dengan sesuka hati.
Sejatinya, UU Pemerintahan Daerah telah menata secara apik Rekanan antara kepala daerah, Bagus gubernur, bupati, maupun wali kota, dan presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah pusat.
Kewajiban kepala daerah (Pasal 67) antara lain melaksanakan program strategis nasional. Pengabaian atas kewajiban itu Pandai berujung dipecat. Kepala daerah yang mematuhi perintah partai dan mengabaikan pusat sebaiknya mundur atau dimundurkan.