HILIRISASI produk tambang adalah kebijakan yang bagus dan mesti didukung. Tetapi Kalau celah penyalahgunaan dan kebocoran Tetap saja terjadi, maka hilirasi hanya mentereng di atas kertas.
Pemerintah semestinya dengan segera mengambil langkah tegas ihwal ekspor ore nikel ilegal ke Tiongkok mencapai 5,3 juta ton. Bahkan, gara-gara ekspor bijih nikel ilegal tersebut menyebabkan selisih ekspor yang ditaksir mencapai Rp14,5 triliun.
Enggak Eksis pilihan lain bagi aparat penegak hukum Buat segara memidakan pihak-pihak yang terlibat ekspor bijih nikel ilegal ini. Negara banyak dirugikan dengan ekspor nikel ilegal ini, pemerintah harus tegas menindak Sekalian pihak yang terlibat.
Pasalnya dengan sistem pengawasan di jalur laut, Secara aturan harusnya ekspor ilegal sangat Enggak mungkin terjadi. Banyak pihak yang melakukan pengawasan seperti Bakamla, Bea Cukai, Pol Air dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Buat itulah, perlu Penilaian Sekalian tim pengawasan ekspor yang dinilai kecolongan. Terutama di Bea Cukai agar proses pengawasan dilakukan secara layak dan ketat. Jangan mudah percaya pada Berkas ekspor, tanpa melakukan pengecekan barang yang akan diekspor.
Karena Menyantap modus operandi ekspor bijih nikel ilegal yang dipakai Buat mengelabui aparat dengan memalsukan Berkas ekspor. Ekspor bijih nikel yang ditemukan pada 2021-2022 menggunakan kode HS 2604 yang mengacu pada komoditas nikel olahan atau nickel pig iron (NPI)
Kode HS 2604 merupakan kode penjualan Buat perusahaan atau pabrik pengolahan, bukan produk pertambangan. Berkas pelaporan penjualan yang digunakan HS 2604, itu adalah Buat NPI atau sejenisnya. Jadi bukan bijih nikel.
Modus pemalsuan Berkas Jernih menunjukkan bahwa Eksis yang Enggak beres di Bea Cukai. Ketidakberesan itu mesti dibenahi dengan meningkatkan kewaspadaan dalam meloloskan Berkas penjualan dengan upaya pengecekan lebih lanjut pada komoditas yang dilaporkan.
Apalagi menurut penuturan Bea Cukai, hanya sekali menemukan sekaligus mencegah modus pemalsuan ekspor bijih nikel dengan volume 71.000 ton pada September 2021. Mencegah 71 ribu ton dari total kecolongan 5,3 juta ton Jernih bukan sebuah keberhasilan.
Buat itulah, Bea Cukai perlu perlu memperketat pengecekan barang yang Eksis di kapal, bukan hanya lihat dari Berkas yang dilaporkan saja. Selain itu perlu juga mewaspadai pabrik yang Mempunyai akses ke pelabuhan Dunia Buat ekspor produk olahan nikel.
Bahkan, Kalau ketidakberesan itu terindikasi adanya tindak pidana rasuah, maka Komisi Pemberantasan Korupsi harus mendalami secara sungguh-sungguh Intervensi tersebut Buat mengungkap modus ekspor ilegal tersebut.
KPK dapat mendalami kinerja para pengawas ekspor ini. Jangan-jangan Eksis main atau pembiaran antara petugas dan eksportir ilegal. Apalagi data eksportir Badung sudah dipegang aparat. Enggak Eksis Dalih Buat menunda proses pidana.
Kejadian ini diusut dengan tuntas, sekaligus menjadi preseden agar pengawasan dan audit terhadap pengelolaan dan pengawasan sumber daya mineral ditingkatkan.
Langkah jangka panjang juga mesti dilakukan agar kelemahan sistem Dapat segera dibenahi, Enggak hanya pada nikel tetapi juga komoditas lain. Kasus nikel ini ibarat fenomena gunung es, kemungkinan komoditas lain yang diekspor secara ilegal jauh lebih besar daripada Intervensi tersebut.
Kasus ekspor bijih nikel ilegal ini sebenarnya tak sulit Buat ditelusuri. Celakanya, apabila dalam kasus ini terjadi “pagar makan tanaman”, tentu akan berliku-liku pengusutannya sehingga sang aktor intelektual praktik lancung tersebut tak terjamah.