MENYIMAK persidangan kasus suap penerimaan mahasiswa baru Jalur Berdikari Universitas Lampung pada 2022 di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, Membangun kita kaget bukan kepalang sekaligus prihatin yang mendalam.
Kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi itu kini bergulir di pengadilan dengan terdakwa mantan Rektor Universitas Lampung Karomani, mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, mantan Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan pengusaha Andi Desfiandi.
Kaget karena praktik lancung penerimaan mahasiswa baru jalur Berdikari di Unila berlangsung sedemikian vulgar, mempertontonkan banalitas perguruan tinggi negeri seperti dunia perdagangan, Eksis penjual dan pembeli. Penjual sebagaimana diduga dimotori Rektor Karomani menawarkan kursi baru mahasiswa fakultas kedokteran senilai ratusan juta rupiah dengan kode ‘Infak pembangunan Lampung Nahdhiyyin Center’.
Kursi perguruan tinggi yang Semestinya tak ternilai, karena Kepada mendapatkannya memerlukan kompetensi alias lolos passing grade, Rupanya diobral sang rektor. Pembeli kursi pun Berbagai Ragam, berbondong-bondong datang. Mulai dari pegawai internal, pengusaha, polisi, dokter, menteri, plt dirjen, Member DPR RI, Tiba Wakil Ketua Lumrah Majelis UIama Indonesia. Alhasil, sang rektor berhasil mengumpulkan fulus sebesar Rp4 miliar.
Selain mengagetkan, praktik jual beli kursi PTN ini juga sangat memprihatinkan karena menyeret orang-orang yang bergelar guru besar. Selain Karomani yang bergelar profesor, Rektor Universitas Riau (Unri) periode 2018-2022 Profesor Aras Mulyadi pun diduga bermain dalam ‘pasar gelap’ penerimaan mahasiswa baru. Dalam persidangan terungkap Rektor Unri tak hanya menitipkan calon mahasiswa ke Unila, tetapi juga meloloskan 92 dari 111 mahasiswa titipan ke kampusnya.
Kasus Unila adalah fenomena gunung es. Budaya titipan dengan sejumlah fulus dalam penerimaan mahasiswa baru PTN melalui jalur Berdikari semula hanya disebut-sebut dalam pembicaraan warung kopi. Rupanya kasus Unila Membangun kita terbelalak. Kasus Unila menambah daftar Jelek perguruan tinggi.
Selain budaya titipan calon mahasiswa baru, praktik haram lainnya ialah perjokian pembuatan skripsi, tesis, hingga disertasi. Bahkan, Kepada meraih gelar profesor pun menggunakan joki dalam pembuatan karya ilmiah. Perjokian Kepada meraih gelar akademik tertinggi ini diduga berlangsung masif di kampus negeri dan swasta.
Dunia perguruan tinggi harus segera dibersihkan dari praktik culas. Perguruan tinggi adalah Kawah candradimuka Kepada menggodok mahasiswa, tak hanya dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, tapi juga aspek kepemimpinannya. Kepemimpinan yang berkarakter lahir dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bila Tri Dharma Perguruan Tinggi abal-abal, transaksional, dan aji mumpung, hal itu berarti kiamat bagi dunia pendidikan tinggi. Budaya antikorupsi harus dimulai dari dunia pendidikan Kepada meraih berbagai Kelebihan. Saatnya Rapi-Rapi.

