Paradigma Baru Berantas Korupsi

SUDAH 71 tahun negeri ini memberantas korupsi, tetapi koruptor Wafat satu tumbuh seribu. Perlu strategi baru Kepada memberantas kejahatan luar Normal itu, bukan langkah-langkah Normal saja.

Literatur mencatat sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia dimulai sejak 1953. Silih berganti peraturan disusun, gonta-ganti pula lembaga dibentuk Kepada memberantas korupsi. Terakhir terbentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Harus jujur diakui bahwa hasil dari pemberantasan korupsi selama ini ialah berkembang biaknya korupsi yang semakin meluas dan merambahi lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Korupsi yang semula tersentralisasi di pusat kini menjangkau daerah-daerah bersamaan era otonomi daerah.

Pemberantasan korupsi telah gagal. Pimpinan KPK periode 2019-2024 mengakui pemberantasan korupsi telah gagal dijalankan. Kegagalan tersebut, ungkap mantan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 1 Juli 2024, diukur dari indeks persepsi korupsi yang Maju menurun.

Kegagalan KPK telah Membikin korupsi dianggap Kagak Krusial oleh masyarakat dan penyelenggara negara. Fakta yang Membikin mata membelalak dan mulut ternganga-nganga didapatkan dari publikasi Badan Pusat Statistik.

BPS mencatatkan indeks perilaku antikorupsi (IPAK) Indonesia 2024 sebesar 3,85% pada skala 0 Tamat 5. Nomor itu lebih rendah Apabila dibandingkan dengan capaian 2023 sebesar 3,92%.

Cek Artikel:  Elon Musk

Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan masyarakat berperilaku semakin antikorupsi dan sebaliknya, nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukkan masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.

Menurut Intervensi BPS, misalnya, persentase masyarakat yang menganggap Kagak wajar sikap pengurus RT/RW membantu calon kepala desa/kepala daerah/legislatif Kepada membagikan Doku/barang/fasilitas kepada masyarakat agar dipilih menurun dari 80,10 (2023) menjadi 80,08 (2024).

Begitu juga persentase masyarakat yang menganggap Kagak wajar sikap calon pemilih menerima pembagian Doku/barang/fasilitas pada penyelenggaraan pilkades/pilkada/pemilu menurun dari 62,78 (2023) menjadi 58,09 (2024).

Kegagalan lain dalam pemberantasan korupsi selama ini ialah ketidakmampuan mengembalikan kerugian negara. Padahal, semangat UU 7/2006 tentang Konvensi PBB Antikorupsi 2003 ialah pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi. Penegakan hukum selama ini lebih mementingkan pemidanaan fisik ketimbang pengembalian kerugian negara.

Ambil Misalnya catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2018. Kerugian negara Begitu itu mencapai Rp9,29 triliun, Doku pengganti yang masuk kas hanya Rp805 miliar dan US$3 juta. Jumlah itu hanya Sekeliling 8,7% dari total kerugian negara.

Cek Artikel:  Kebenaran itu Pahit

Kiranya Eksis paradigma baru penanganan tindak pidana korupsi. Usul Rida Ista Sitepu dan Yusona Piadi Dapat menjadi pertimbangan. Usul mereka tertuang dalam hasil penelitian berjudul Implementasi Restorative Justice dalam Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi (2019).

Menurut mereka, konsep pendekatan restorative justice perlu dipertimbangkan agar pengembalian kerugian negara menjadi pidana pokok. Alasannya, apabila penggantian kerugian negara tetap menjadi pidana tambahan, Tetap Eksis Kesempatan bagi hakim Kepada memutuskan pidana subsider atau pidana kurungan pengganti apabila terpidana Kagak Pandai mengembalikan kerugian tersebut.

“Dalam lensa keadilan restoratif, bahwa apabila terpidana Kagak Pandai mengembalikan kerugian tersebut meskipun Seluruh harta kekayaannya telah dilelang, ketimbang memenjarakan terpidana lebih Bagus negara memberdayakan pelaku korupsi dalam bentuk kerja paksa sesuai dengan keahliannya.” Hasil kerja paksa tersebut dirampas negara Kepada menutupi kerugian negara yang Kagak sanggup dibayar terpidana.

Usul kedua peneliti itu senapas dengan gagasan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto Kepada memberikan Ampun para koruptor dengan syarat, Doku hasil korupsi harus dikembalikan terlebih dahulu ke negara.

“Hei, para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat. Kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan Metode mengembalikannya, Dapat Tenang-Tenang supaya enggak ketahuan,” ujar Prabowo Begitu pertemuan dengan mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar di Mesir yang ditayangkan kanal Youtube Sekretariat Presiden pada 19 Desember 2024.

Cek Artikel:  Cawe-Cawe Atasi Kemiskinan

Tetap Eksis orang yang Kagak setuju memaafkan koruptor dengan Argumen menabrak ketentuan perundang-undangan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara Kagak menghapus pidana. Meski demikian, terdapat sejumlah hak istimewa yang melekat pada jabatan presiden seperti amnesti atau abolisi.

Pemberian amnesti dilakukan sebagai upaya melepaskan pertanggungjawaban pidana seseorang (Bagus sebelum diadili atau pada Begitu menjalani pemidanaan). Abolisi ialah penghapusan atau peniadaan suatu peristiwa pidana.

Begitu ini, kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Orang, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, pihaknya membuka kemungkinan adanya ribuan koruptor yang Dapat diberi amnesti atau abolisi oleh Presiden Prabowo. Tetapi, syaratnya, mereka harus terlebih dulu mengganti kerugian negara.

Gagasan amnesti atau abolisi koruptor dengan syarat mengganti kerugian negara patut didukung. Doku dari koruptor itu Dapat dipakai Kepada menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat. Itulah paradigma baru pemberantasan korupsi: mementingkan pengembalian kerugian negara ketimbang hukuman fisik.

 

Mungkin Anda Menyukai