Para Penjual Keyakinan

AKSI Segera Tanggap atau lebih dikenal dengan ACT sedang heboh. Ia menjadi sorotan. Bukan karena aksi-aksi terpuji yang selama ini diinisiasi, tetapi lantaran sejumlah dugaan tak elok sebagai organisasi kemanusiaan.

ACT menjadi trending bernada miring pascapemberitaan Majalah Tempo edisi 2 Juni 2022 berjudul Kantong Bocor Biaya Umat. ACT yang dibentuk pada 2005 adalah organisasi nirlaba profesional yang memfokuskan kerja-kerja kemanusiaan. Dananya? Mayoritas donasi dari masyarakat dan umat.

Sejak Minggu (3/7) malam, tagar Jangan Percaya ACT pun merajai di Twitter. Mencuat pula istilah Aksi Segera Tancap dan Aksi Segera Tilep. Intinya sama, warganet meragukan ACT sebagai organisasi kemanusiaan yang Betul-Betul Kudus, jujur, dalam mengelola Biaya umat.

Benarkah ACT kotor, Bukan jujur? Yang Niscaya mereka harus menjawab secara lurus sejumlah pertanyaan bengkok. Sebut saja soal gaji dan fasilitas yang luar Normal besar dan wah buat para petinggi. Demi gaji, mereka disebut-sebut menerima ratusan juta rupiah per bulan. Demi fasilitas, mereka dikabarkan antara lain mendapat mobil-mobil mewah sekelas Alphard, CR-V, atau Pajero.

Benarkah ACT mengelola donasi dari masyarakat semata Demi kepentingan kemanusiaan? Analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mesti jadi perhatian. Kata Ketua Ivan Yustiavandana, PPATK sudah menganalisis Kategori Biaya dari ATC dan sebagian telah diserahkan kepada aparat penegak hukum.

Cek Artikel:  Berebut Mimbar Jakarta

Diserahkan kepada penegak hukum berarti Eksis persoalan hukum. Hasil analisis sementara teridentifikasi Eksis penyalahgunaan Biaya terkait aktivitas terlarang. Karena penegak hukum yang dimaksud Ivan ialah Densus 88 dan BNPT, berarti Eksis urusan dengan terorisme. Apakah ACT membantu teroris? Biarlah nanti aparat yang memastikannya.

Biaya yang dikelola ACT banyak, teramat banyak. Menurut mantan Presiden ACT Ahyudin, dalam lima tahun terakhir saja donasi yang masuk mencapai Rp3 triliun. Begitu besarnya Biaya yang dikelola itu pula yang Membangun dia menganggap wajar petinggi ACT digaji besar.

Masyarakat Indonesia kiranya Betul-Betul dermawan. Welas asih. Suka sekali berderma. Gampang membantu sesama. Besarnya Doku hasil donasi yang masuk dan dikelola ACT adalah buktinya. Belum Tengah derma yang mereka percayakan kepada yayasan-yayasan lain yang menjamur di negeri ini.

Bahwa orang Indonesia pemurah mendapat pengakuan pula dari World Giving Index (WGI). Laporan WGI pada 2021 yang dirilis oleh Charities Aid Foundation menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Skornya 69%, naik ketimbang 2018 yang juga di posisi teratas dengan nilai 59%.

Cek Artikel:  Selamat Tinggal Cebong-Kampret

Pada 2021, Indonesia menempati dua peringkat teratas dari tiga indikator yang menjadi ukuran WGI. Pertama indikator menyumbang kepada orang asing atau Bukan dikenal. Kedua, menyumbang Doku dan kegiatan kerelawanan alias volunteer.

Sebagai Juara, Indonesia lebih Bagus daripada Kenya di posisi kedua. Disusul kemudian Nigeria, Myanmar, dan Australia. Sebagai sesama negara ASEAN, Myanmar pernah dinobatkan sebagai negara paling dermawan selama empat tahun beruntun. Dari 2014 hingga 2017.

Dari hasil penelitian, 8 dari 10 orang Indonesia menyumbangkan Doku pada 2021. Membanggakan? Tentu saja. Nyatanya, kesulitan hidup akibat pandemi covid-19 tak lantas Membangun masyarakat kita pelit. Mereka tetap berjiwa sosial, tetap bersemangat membantu orang lain, tetap filantropi. Pun tingkat kerelawanan Indonesia dilaporkan tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata dunia. Sungguh luar Normal.

Kenapa orang Indonesia begitu murah hati? Banyak Elemen yang melatari. Salah satunya ialah pengaruh ajaran Keyakinan dan tradisi lokal yang kuat. Ajaran dan tradisi tentang kegiatan berderma dan menolong sesama.

Apabila menyangkut Keyakinan, masyarakat kita rela menyumbangkan harta. Apabila Eksis yang membawa-bawa soal keyakinan, mereka mudah bersedekah. Celakanya, sifat itulah yang kemudian dikapitalisasi oleh para penjual Keyakinan. Keyakinan nan Kudus dan mulia dibajak Demi kepentingan bisnis atau kegiatan sosial yang ujung-ujungnya demi cuan. Mereka paham betul bahwa begitu banyak umat yang gampang kehilangan Pikiran sehat Apabila dipikat dengan janji-janji surga.

Cek Artikel:  Memimpin bukan Mengendalikan

Lagi ingat kasus First Travel? Karena tergiur kemudahan dan murahnya berangkat umrah, tak kurang dari 63 ribu jemaah menjadi korban. Kerugiannya, Nyaris Rp1 triliun.

Lagi ingat kasus Kampung Kurma? Karena terpikat oleh penjualan kaveling berbumbukan Keyakinan, Sekeliling 2.000 orang menjadi korban investasi bodong. Kerugiannya, Sekeliling Rp333 miliar.

Lagi suka Menyaksikan kotak amal di tempat-tempat Biasa? Hati-hati, bukan tak mungkin pemrakarsa kotak-kotak sedekah itu memanfaatkan kedermawanan kita, kesalehan kita, Demi mendanai kegiatan terorisme. Soal ini, Polri pernah menyita Nyaris 800 kotak amal dalam penangkapan tiga terduga teroris di Lampung tahun Lampau.

KH Ahmad Ishomuddin bilang, Demi ini sudah semakin banyak orang yang makan dengan ‘menjual’ Keyakinan. “Mereka mengeksploitasi keikhlasan pihak lain yang berdonasi Demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, sama sekali bukan Demi kemaslahatan umat Mahluk.”

Kata cendekiawan Azyumardi Azra, beragama harus berakal. Dengan Pikiran pikiran, dengan Pikiran sehat, kita Dapat menangkal Pikiran bulus para penjual Keyakinan.

Mungkin Anda Menyukai