MASYARAKAT Indonesia memang Aneh. Terkhusus, pemahaman terkait dengan ‘Mujur’. Kita Dapat dengan entengnya mengatakan Tetap untung kepada korban musibah yang terluka tapi Kagak terlalu parah. Kalaupun terluka parah, juga Tetap untung karena Dapat ditangani oleh tim medis. Begitu seterusnya.
Pemahaman tentang keberuntungan itu Kagak mengacu pada untung-rugi secara bisnis atau ekonomi. Lebih semacam ungkapan syukur karena terhindar atau Kagak mengalami kejadian yang lebih Jelek, meskipun sebenarnya Kagak Eksis pihak yang Mujur dari sebuah musibah.
Prinsip atau paradigma itu seakan menggambarkan kondisi penanganan judi online atau judol. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan, hingga bulan berjalan 2024 ini transaksi judol sudah menyentuh Bilangan Rp283 triliun. Dia pun mengestimasi transaksi judi daring hingga akhir tahun Dapat mencapai Rp450 triliun.
Nilai bombastis itu tercatat di tengah keberadaan Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online bentukan pemerintah yang mengeklaim telah Bisa menurunkan jumlah akses masyarakat pada situs judol hingga 50%. Apabila negara Kagak hadir lewat satgas tersebut, transaksi judol tahun ini diperkirakan Dapat mencapai Rp981 triliun.
Muncullah celetukan, untung Eksis satgas sehingga nilai transaksi judol Dapat ditekan Tamat separuh dari perkiraan. Tetapi, betulkah negara Mujur? Kagak Dapat pula dikatakan seperti itu karena faktanya judol Tetap Dapat merajalela. Selain transaksi yang Lanjut meningkat, dampaknya ke masyarakat pun sungguh luar Biasa. Korban-korban judol Lanjut berjatuhan. Jadi, kalaupun Eksis yang Mujur, sesungguhnya itu bukan kita, melainkan para bandar.
Satgas Pemberantasan Judi Online atau Satgas Antijudi dibentuk Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2024 Lampau. Satgas yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu Mempunyai batas waktu kerja hingga Desember 2024. Artinya, mereka tinggal punya waktu satu bulan dari sekarang Buat menuntaskan tugas.
Belakangan, pada 4 November 2024, pemerintahan baru melalui Menko Polkam Budi Gunawan juga membentuk Desk Penanganan Judi Online. Desk yang dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu Mempunyai masa kerja selama tiga bulan.
Masyarakat sesungguhnya Kagak akan mempersoalkan penanganan judi daring yang kian meresahkan itu dipegang oleh satgas atau desk. Publik hanya butuh aparat penegak hukum yang tegas dan betul-betul mau tancap gas. Dalam Definisi bukan yang sok terlihat sibuk menekan pedal gas tapi sebetulnya persnelingnya Tetap terpasang Independen.
Kalau seperti itu, suaranya saja yang menderu-deru, tetapi kenyataannya jalan di tempat. Mencitrakan diri bekerja, tetapi Kagak menghasilkan apa-apa. Mengaku sudah menekan 50% transaksi judol, nyatanya terjadi kenaikan transaksi dari tahun ke tahun. Kagak usah pula berdalih ‘Tetap untung’ dengan memperbandingkan nilai potensi yang besar.
Apalagi, terakhir, Eksis fakta menyesakkan yang juga terungkap, yakni adanya peran pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital sebagai pelindung situs judol. Mereka yang mestinya menjadi eksekutor malah merawat situs-situs terlarang itu. Pegawai kementerian yang dulu bernama Komunikasi dan Informatika itu Dapat merawat 1.000 situs judol dari 5.000 situs yang harusnya mereka berangus.
Harus diakui, fakta tersebut Kagak disadari oleh satgas dan pimpinan kementerian selama pemerintahan Jokowi. Keterlibatan para abdi negara itu baru terdeteksi di pemerintahan sekarang. Apakah berarti sapu dari pemerintahan sekarang lebih Kudus daripada pemerintahan sebelumnya, itu akan diuji dari langkah yang akan dilakukan selanjutnya.
Langkah Menkomdigi Meutya Hafid mengaudit pegawai yang terlibat ‘perlindungan’ situs judi online tentu patut diapresiasi sebagai upaya menciptakan sapu Kudus. Berikutnya, masyarakat menanti gebrakan penindakan hukum oleh pihak kepolisian. Hasilnya memang belum terlalu terlihat, tetapi setidaknya kini publik Menyantap Eksis secercah asa dalam komitmen pemerintah memberantas judi daring. Jangan kasih kendur.