Pansel Harus Pilih Calon Dewas yang Tune In dengan KPK

Pansel Harus Pilih Calon Dewas yang Tune In dengan KPK
Ketua Pansel Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Muhammad Yusuf Ateh (tengah).(ANTARA FOTO/Elsa)

PANITIA seleksi calon pimpinan dan calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menggunakan kacamata jujur dalam memilih Dewas yang sudah tune in dengan kondisi KPK.

Kondisi yang dimaksud ialah semakin maraknya korupsi di kementerian maupun DPR RI akibat revisi UU KPK No 19 Pahamn 2019.

“Revisi UU KPK pun dibalut propaganda dan kebohongan publik terkait pelanggaran oleh pegawai dan penyidik KPK dalam pemberantasan korupsi, hingga mengerahkan infuencer/buzzeRp yang menyebarkan hoaks soal ekstremisme Islam di pegawai dan penyidik KPK,” tulis Perhimpunan Sokongan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melalui keterangan tertulis, Rabu (11/9/2024).

Baca juga : Pelanggaran Etik Nurul Ghufron jadi Catatan Komisi III DPR

Cek Artikel:  Pembekalan di Akmil, Prabowo Berangkatkan Menteri Kabinet Merah Putih dengan Pesawat Hercules

“Faktanya, tidak ada pelanggaran apapun, conviction rate KPK masih di 100%, dengan target menteri, anggota DPR dan selevelnya,” tambahnya.

PBHI menilai Revisi UU KPK justru menyalahi konsep pengawasan karena masuk ke dalam sistem pro-justitia dengan diberikan kewenangan persetujuan pada perkembangan penanganan perkara dan upaya paksa.

Dengan kata lain, mengebiri kewenangan penyidik KPK dengan memperpanjang alur birokrasi pro-justitia yang artinya menambah titik celah intervensi. Selain itu, terdapat pula kewenangan SP-3 (penghentian Penyidikan) sebagai penguat intervensi terhadap perkara.

Baca juga : Hasil Profile Assessment Diumumkan 11 September

PBHI mencatat, pemberantasan korupsi pasca-Revisi UU KPK berubah total menjadi alat politik dan “pengamanan” kasus korupsi yang melibatkan keluarga Presiden Jokowi.

Cek Artikel:  Profil Abdul Kadir Karding yang Digadang Urus Buruh Migran di Kabinet Prabowo

Conviction rate menurun, ditambah malapetaka korupsi di internal pegawai dan penyidik KPK, pungli rutan, hingga transaksi layanan seks,” ungkapnya.

Menurut PBHI, Pansel KPK harus menggunakan kacamata jujur sehingga harus memilih Calon Dewas KPK yang sudah tune in dengan kondisi KPK.

Baca juga : Pansel Didesak Coret Kandidat Titipan

PBHI menekankan calon Dewas KPK harus punya kapasitas, integritas, independensi politik, dan rekam jejak tidak boleh mengandung “cacat” sedikitpun.

“Apabila tidak, Dewas KPK yang baru akan menambah bencana pemberantasan korupsi ke depan,” terang PBHI.

PBHI mencatat, komposisi latar belakang profesi calon Dewas cukup beragam, mulai dari 6 ASN, 3 jaksa, 8 hakim, 6 akademisi, hingga BPK, Ombudsman dan KSP.

Cek Artikel:  Jaksa Bakal Hadirkan Sandra Dewi dalam Persidangan Harvey Moeis

Baca juga : Dewas KPK Minta Pansel tidak Loloskan Capim yang Cacat Etik

PBHI menyoroti calon Dewas dengan latar belakang aparatur negara dan penegak hukum seharusnya dapat berkontribusi antikorupsi sejak di lembaga masing-masing. Faktanya, lembaganya sendiri justru berkali-kali diperiksa KPK hingga divonis penjara dalam kasus korupsi, misalnya hakim dan BPK.

Yang kedua, Pansel juga harus melihat kepentingan kekuasaan politik eksekutif dan legislatif yang berkepentingan untuk mengebiri pemberantasan korupsi lewat pembunuhan KPK dengan tangan Dewas.

Artinya, calon Dewas yang berasal dari kedua kekuasaan politik betul-betul harus diwaspadai masalah independensinya. (Ykb/P-3)

Mungkin Anda Menyukai