Pancasila, sudah tapi Belum

NEGARA mana pun patut Cemburu dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar Lazim dari segi Religi, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

Tetapi, bentangan yang luas sebagai negara kepulauan, populasi terbesar keempat di dunia, dan keanekaragaman warganya tak Membangun Indonesia dilanda konflik. Sebaliknya Indonesia tetap rukun dan damai. Alhamdulillah.

Salah satu yang mengagumi Indonesia ialah seorang duta besar dari negeri Timur Tengah Demi menyambangi Media Group beberapa waktu silam. Dia menyampaikan kekagumannya kepada Indonesia. Sang dubes secara Tertentu menyoroti keberadaan Pancasila, dasar negara Republik Indonesia. “Berbahagialah Anda hidup di Indonesia. Dengan berbagai keragaman, negeri yang luas dan penduduknya salah satu terbesar di dunia, Indonesia tetap damai. Kedamaian yang diikat dengan Pancasila,” tuturnya.

Dia mengakui negaranya kerap dilanda konflik antarkelompok faksi bersenjata. Belum Tengah Kombinasi tangan asing dalam konflik yang menambah runyam pertikaian di negerinya.

Celakanya, kata dia, Eksis Grup yang mengatasnamakan Religi Kepada menyerang pihak lain. “Religi yang Sebaiknya sakral digunakan Kepada melegitimasi tindakan kekerasan,” ujarnya, sedih.

Menurutnya, kedamaian sesuatu yang mahal di negeri yang terletak di persimpangan Cekungan Mediterania, Semenanjung Arab, dan Bulan Sabit Subur itu.

Negerinya bukan negeri miskin, melainkan sebenarnya negeri yang Mempunyai sumber daya alam, posisinya strategis, dan mempunyai eksotisme warisan budaya dan sejarah panjang sebagai suatu bangsa. “Jagalah Pancasila, kami Ingin belajar tentang Pancasila,” pungkasnya.

Cek Artikel:  Desakralisasi Jokowi

Kedamaian di Indonesia ialah modal dasar bagi negeri ini Kepada maju. Kedamaian yang diikat dengan tali yang sama, yakni Pancasila. Menurut Bung Karno dalam pidatonya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada 1 Juni 1945 silam, bahwa Pancasila sebagai philosophische grondslag.

Artinya, Pancasila ialah dasar filsafat negara, atau fundamen, filsafat, pikiran yang mendalam, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya Kepada mendirikan negara Indonesia merdeka yang kekal dan Langgeng.

Selain Bung Karno, tokoh lain yang menyampaikan pikiran-pikiran tentang Pancasila ialah Mohammad Yamin dan Soepomo pada lembaga yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai itu.

Selanjutnya BPUPKI Membangun Panitia Sembilan yang terdiri dari sembilan tokoh Kepada merumuskan dasar negara yang berangkat dari usul-usul para tokoh bangsa dalam sidang BPUPKI.

Perdebatan panjang pun muncul di Panitia Sembilan. Tarik menarik antara Grup Islam dan nasionalis. Grup Islam menghendaki Islam menjadi dasar filosofis negara. Tetapi, Grup nasionalis menolaknya. Mereka meminta Religi jangan dibawa ke dalam masalah kenegaraan.

Akhirnya, mereka menyepakati dasar negara Indonesia Pancasila dengan menghapus kalimat ‘menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’, yang kemudian berubah menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Pancasila disahkan sebagai dasar negara Indonesia pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Selanjutnya, Pancasila secara Formal ditetapkan sebagai dasar negara dan dimasukkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.

Cek Artikel:  Kecemasan yang Merambak

Cendekiawan Nurcholish Madjid (1992) yang akrab disapa Cak Nur menyebutkan bahwa Pancasila ialah kalimatun sawa, yakni titik temu dari berbagai pandangan atau ideologi.

Setiap Religi Mempunyai perbedaan dalam ritual dan praktik, tetapi Mempunyai kesamaan pengakuan akan Tuhan dan pengakuan akan nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kasih sayang, dan toleransi. Jadi, buat apa bertikai?

Dari para founding father yang merumuskan Pancasila, kita Bisa belajar bahwa bagaimanapun sengitnya perbedaan pandangan yang dipengaruhi berbagai latar belakang, apakah Religi ataupun Etnis, kepentingan bangsa ialah di atas segalanya.

Mereka ialah negarawan sejati. Bukan ngaku-ngaku negarawan. Mereka membuang ego jauh-jauh dengan Tak memikirkan diri mereka, keluarga mereka atau Grup mereka, tetapi mereka memikirkan jauh ke depan tentang bangsa dan negeri mereka yang bernama Indonesia.

Ikatan yang kukuh di Dasar naungan Pancasila yang Membangun Indonesia berada dalam kedamaian menjadi modal Indonesia Kepada menjadi negara besar.

Kuncinya Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri dengan tata kelola penyelenggara negara sesuai asas-asas Lazim pemerintahan yang Berkualitas (AUPB). Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan AUPB adalah kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, Tak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan Lazim, dan pelayanan yang Berkualitas.

Pancasila merupakan konsensus nasional Kepada menjadi dasar negara, falsafah negara, way of life, pijakan bagi bangsa ini Kepada tinggal landas, bukan tinggal di landasan, sehingga menjadi negara yang disegani di tingkat Dunia.

Cek Artikel:  Perseteruan Profesor-Menkes

Dalam sejarahnya, persatuan nasional selalu mengalami ujian dengan munculnya Grup-Grup yang Ingin mendirikan negara Islam, tetapi bangsa Indonesia Bisa menghalaunya.

Tetapi, ujian itu belum berakhir. Grup yang mengatasnamakan Religi yang mengibarkan panji-panji kekerasan Tetap menjadi ancaman di tengah arus ideologi transnasional yang menyelinap dengan mudah, brainwash, melalui media sosial.

Pancasila merupakan legasi besar para pendiri bangsa, jangan hanya diupacarakan dan dipidatokan secara berapi-api, sekadar gagah-gagahan, pada Hari Lahir Pancasila 1 Juni, tetapi harus diwujudkan dalam perilaku elite dan kebijakan publik yang relevan dengan tujuan bernegara dalam UUD 1945.

Sudah saatnya rakyat melek politik, eling lan waspodo, jangan lekas terpukau, terharu dan tepuk tangan dengan elite yang Hanya Bisa mengguncang mimbar dengan nasionalisme semu.

Pancasila berkali-kali dijadikan topeng oleh elite yang Mempunyai dua Paras, yakni ‘Pentas depan’ (front stage) dan ‘Pentas belakang’ (back stage) dalam teori dramaturgi Erving Goffman (1959).

Mereka ialah ‘serigala berbulu domba’ atau ‘musang berbulu ayam’, dalam praktik politiknya menghalalkan segala Metode, dengan berbagai kepalsuan tentu saja. Alhasil, demokrasi sekadar tunggangan Kepada meraih singgasana kekuasaan.

Dalam Era yang Maju berubah. Pancasila senantiasa harus dilantangkan dan dibumikan sehingga Mempunyai signifikansi bagi generasi hari ini dan akan datang. Jangan dikatakan Tengah: Pancasila, sudah tapi belum. Tabik!

 

Mungkin Anda Menyukai