HARTA karun itu bernama panas bumi. Potensinya terbesar kedua di dunia, 23.965,5 megawatt. Selisih sedikit dengan Amerika Perkumpulan di posisi pertama yang Mempunyai sumber daya panas bumi sebesar 30.000 MW.
Indonesia baru memanfaatkan Daya baru dan terbarukan itu sebesar 2.130.7 MW atau 8,9% dari total sumber daya yang Terdapat. Padahal, Lagi banyak daerah yang berkubang dalam kegelapan malam tanpa listrik. Penyebabnya bukan karena ketidakmampuan teknologi, tetapi masyarakat menolaknya karena minim pengetahuan.
Jangan biarkan masyarakat seperti katak di Dasar tempurung, terkurung dalam ketidaktahuan. Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) mengusulkan agar pemeritah pusat dan daerah melakukan edukasi dan sosialiasi soal pengembangan panas bumi Kepada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Butuh waktu 12 tahun menuju peresmian PLTB Solok di Sumatra Barat pada 17 Februari 2020. Penyebabnya antara lain penolakan masyarakat setempat. Lagi banyak masyarakat di daerah lain yang hari-hari ini menolak kehadiran PLTP.
Resistensi masyarakat itu diteliti oleh Eril Sastra Hadi dan Eka Vidya Putra dari Universitas Negeri Padang (2019). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa resistensi masyarakat Salingka Gunuang Talang terhadap rencana pembangunan disebabkan tiga hal. Pertama, pengetahuan masyarakat terhadap Ciptaan geotermal Lagi minim.
Kedua, masyarakat menolak karena Bukan adanya keuntungan yang dirasakan secara langsung dari rencana pembangunan ini. Masyarakat merasa malah dirugikan karena akan merusak kesuburan tanah dan tata kelola air sehingga kerusakan ini akan berdampak pada berkurangnya hasil panen dan bahkan kehilangan pekerjaan sebagai petani karena lahan tersebut Bukan layak Kembali Kepada ditanami sayur-sayuran.
Ketiga, adanya beberapa Penduduk masyarakat yang menolak karena permasalahan lahan atau tanah, Bagus itu tanah per orangan maupun tanah ulayat.
Tiga pokok persoalan di Solok itu terjadi Nyaris di Seluruh proyek PLTP. Penelitian di Halmahera lebih menarik Kembali karena masyarakat yang semula setuju pada akhirnya menolak pembangunan PLTP gara-gara mendapatkan informasi lain. Ironisnya, informasi lain yang Bisa mengalahkan fakta itu ialah halusinasi.
Pemerintah kukuh menjadikan panas bumi tumpuan Daya masa depan. Dicanangkan Sasaran bauran Daya sebesar 23% pada 2025. Rinciannya, kapasitas PLTP ditingkatkan menjadi 9.000 MW, tenaga hidro 3.900 MW, bioenergi 1.200 MW, dan panel surya 2.000 MW.
Menteri Daya Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif Lanjut menggenjot pemanfaatan PLTP. Kemudahan pemanfaatkan PLTP sudah nampak dalam UU 21/2014 tentang Panas Bumi. Disebutkan bahwa pembangunan PLTP Bisa dilaksanakan di area hutan produksi, hutan lindung, atau hutan konservasi.
Daya baru terbarukan harus Bisa menggeser ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil. Penggunaan Daya fosil berlebihan pada akhirnya menimbulkan Akibat baru, yakni pemanasan Mendunia. Padahal, Indonesia telah berkomitmen mencegah pemanasan Mendunia dalam KTT Perubahan Iklim Paris 2015.
Harus jujur diakui bahwa masyarakat sering diabaikan dalam pembangunan PLTP. Padahal, UU Panas Bumi secara tegas mengatur peran serta masyarakat seperti dalam Pasal 65 ayat (2).
Di situ diatur secara rinci hak masyarakat dalam Penyelenggaraan penyelenggaraan panas bumi seperti memperoleh informasi; memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan panas bumi melalui kewajiban perusahaan Kepada memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dan/atau pengembangan masyarakat Sekeliling.
Selain itu, masyarakat berhak memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam kegiatan pengusahaan panas bumi; dan mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat kegiatan pengusahaan panas bumi yang menyalahi ketentuan.
Apabila seluruh hak masyarakat terpenuhi secara memadai, tapi Lagi Terdapat yang menghalang-halanginya, UU Panas Bumi sudah mengantisipasinya. Pasal 46 menyebut setiap orang dilarang menghalangi atau merintangi pengusahaan panas bumi yang telah memegang: izin pemanfaatan langsung atau izin panas bumi dan telah menyelesaikan kewajibannya. Terdapat ancaman pidananya di Pasal 73, Adalah penjara satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Daya panas bumi menapakkan jejaknya 95 tahun Lampau. Demi itu dilakukan pengeboran sumur panas bumi pertama di Kamojang pada 1926 dan PLTP pertama telah beroperasi sejak 1983.
Perlu sinergi dan komitmen Serempak Kepada pengembangan panas bumi agar harta karun itu bermanfaat bagi kehidupan Serempak. Panas bumi bikin panas karena minim pengetahuan dan adanya hasutan.

