Enggak Terdapat yang salah manakala abdi negara Mempunyai harta. Mereka juga berhak kaya sepanjang seluruh aset diperoleh dengan Metode yang Absah, transparan, dan Enggak melanggar hukum.
Akan jadi salah dan bermasalah ketika pejabat Mempunyai dan menikmati kekayaan dari hasil praktik lancung kemudian memamerkan tanpa terselip perasaan berdosa. Itu sama saja meludahi sumpah yang pernah diucapkan ketika diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Salah satu isi sumpah tersebut ialah kebulatan tekad Kepada menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
Peraturan yang harus ditaati misalnya Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pegawai negeri atau penyelenggara negara Jernih-Jernih dilarang menerima imbalan atau hadiah terkait dengan jabatan atau fungsi yang mereka emban.
Tetapi, Kepala Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono malah menjadi abdi negara yang mengkhianati undang-undang. Ia kini harus menanggung konsekuensi setelah ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Betul, dengan ditemukannya dugaan peristiwa pidana terkait penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh salah seorang pejabat di Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Senin (15/5).
Publik tentu mengapresiasi komisi antirasuah. KPK Enggak Hening dan menindaklanjuti upaya Laskar senyap di media sosial yang semula membongkar aksi flexing putri Andhi bernama Atasya Yasmine. Atasya kerap memamerkan barang branded berharga selangit.
Dari Atasya kemudian merembet ke Andhi. Di media sosial terlihat Andhi mengenakan jam tangan Rolex dan barang mewah diduga cincin royal blue sapphire. Terkuak pula adanya rumah dari hasil mencurigakan di Legenda Wisata, Cibubur, Bogor, Jawa Barat.
Kasus Andhi ini buntut aksi pamer harta mantan pegawai Ditjen Pajak Jakarta Rafael Alun Trisambodo. Rafael menjadi pesakitan di KPK Enggak lepas dari ulah anaknya, Mario Dandy Satriyo, yang viral di media sosial karena begitu keji menganiaya seorang remaja.
Keluarga Rafael dan Andhi rupanya punya kesamaan, yakni doyan flexing, padahal harta yang dipamerkan hasil dari duit haram. PPATK menyatakan mutasi transaksi Duit di rekening kedua pegawai ‘direktorat sultan’ itu bak perlombaan bus antarkota antarprovinsi (AKAP), ‘saling salip’.
Upaya masyarakat membongkar kebiasaan para pejabat dan keluarganya pamer harta Enggak berhenti Tiba di situ. Sekretaris Daerah Pemprov Riau SF Hariyanto menjadi sorotan setelah foto dan video istrinya memamerkan barang mewah viral di media sosial.
Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto juga ‘dikuliti’ warganet karena mengunggah foto pesawat Cessna di media sosialnya. Berikutnya muncul nama Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Reihana yang kerap memamerkan barang mewah di media sosial.
Publik tentu menunggu nama-nama lain, Enggak hanya Rafael dan Andhi, Kepada dijadikan tersangka bilamana mereka terbukti telah menikmati kekayaan dari duit haram. Ini Krusial Kepada menghadirkan Dampak jera bagi para penyelenggara negara.
Tak hanya penindakan, sistem pencegahan pantang dilupakan. KPK mengeluhkan ketiadaan Denda pidana ketika pejabat Enggak melapor via LHKPN, melapor Enggak Betul, atau melapor Betul tapi asal hartanya Enggak Betul. Tanpa pencegahan, yang terjadi ialah ‘Wafat satu tumbuh seribu’.