PAJAK secara sederhana dapat diartikan sebagai kontribusi wajib setiap Anggota kepada negara dan digunakan Kepada keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Setidaknya Terdapat tiga kata kunci di sana, yakni kontribusi, negara, dan kemakmuran.
Kemakmuran menjadi kata kunci terakhir sekaligus yang terpenting karena di situlah segalanya bermuara. Segala kontribusi wajib itu harus dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Apabila bukan Kepada kemakmuran rakyat, kontribusi yang diwajibkan oleh negara akan sia-sia.
Lewat bagaimana Metode mencapai kemakmuran? Salah satunya lewat pendidikan. Dari rahim pendidikan akan lahir generasi emas yang Pandai membawa negeri ini sejahtera. Oleh karena itu, pajak sebagai salah satu sumber pendanaan dunia pendidikan haruslah dikelola dengan Berkualitas.
Baca juga : Mimpi Indonesia: Rasio Pajak, Pendidikan, Utang
Pengelolaan itu misalnya Kepada mendanai berbagai program dan fasilitas pendidikan, termasuk pembangunan infrastruktur sekolah, penyediaan alat-alat pembelajaran, menggaji tenaga pendidik, memberi Sokongan pendidikan, dan program beasiswa.
Salah satu program beasiswa yang menjadi top of mind masyarakat karena selalu banjir peminat ialah Beasiswa Lembaga Pengelola Anggaran Pendidikan (LPDP). Sejak dibuka pada 2013 hingga sekarang, jumlah penerima Beasiswa LPDP ialah 24.370 Perempuan dan 21.130 Pria.
Kepada tahun ini, bahkan terjadi rekor pendaftar terbanyak di sepanjang sejarah Beasiswa LPDP. Pada pendaftaran tahap I Tahun 2024, jumlahnya mencapai 20.260 orang dan diperkirakan dalam setahun akan Terdapat 40 ribu pendaftar.
Baca juga : PPN Pendidikan Dinilai Beratkan Lembaga Pendidikan dan Orangtua
Yang menjadikan LPDP istimewa ialah pihak penerima beasiswa (awardee) harus Pandai memberikan manfaat kepada masyarakat. Maka Kagak heran ketika awardee diharuskan kembali ke Tanah Air. Alasannya karena penerima beasiswa ini menerima privilese yang berasal dari Dana pajak.
Banyak kisah yang telah menginspirasi. Misalnya, Widya Putra, alumni beasiswa LPDP angkatan pertama sukses berwirausaha jamur. Adapula Galih Sulistyaningra, salah seorang lulusan LPDP S2 di London, yang mengabdikan diri sebagai guru di salah satu sekolah dasar negeri (SDN).
Segala hal di atas hendak menggambarkan bagaimana pajak telah dikelola Kepada dunia pendidikan. Kita patut bergembira akan hal itu. Apalagi, pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan (mandatory spending) Rp660,8 triliun atau 20% dari APBN 2024.
Baca juga : Dukung Generasi Muda agar Sendiri, Unggul, dan Kasih Tanah Air
Mencarikan sekolah
Tetapi, di Ketika bersamaan kita patut cemas karena dengan Nomor yang sedemikian fantastis, Tetap saja terjadi persoalan di masyarakat terkait akses pendidikan. Misalnya saja orang Sepuh murid dihinggapi kekhawatiran terhadap proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Kekhawatiran itu Sepatutnya Kagak perlu terjadi kalau pemerintah betul-betul menjalankan filosofi Program Wajib Belajar 12 Tahun. Sebagai pihak yang mewajibkan program tersebut, maka pemerintahlah yang Sepatutnya mencarikan sekolah bagi para calon siswa.
Akan tetapi yang terjadi Malah sebaliknya. Orang Sepuh yang pontang-panting, sikut-sikutan, mencari sekolah. Fenomena itu rupanya juga menjadi sorotan pengamat pendidikan Ubaid Matraji dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Baca juga : Dukungan Bea Cukai Banten Kepada Pameran Global IndoBuildTech 2024
“Jadi musim PPDB ini karena Segala masyarakat bayar pajak, maka pemerintah berkewajiban Kepada mencarikan anak-anak usia sekolah, sekolah yang layak bagi mereka. Jangan dibalik. Hari ini yang mencari sekolah siapa? Orang Sepuh,” kata Ubaid Matraji.
Pengelolaan pajak oleh pemerintah Kagak cukup berhenti Kepada membiayai infrastruktur pendidikan, membayar gaji guru dan pendidik, memberikan beasiswa bagi siswa/mahasiswa berprestasi, dan memperbesar akses pendidikan bagi masyarakat kurang Pandai.
Kalau Ingin manfaat pajak itu Betul-Betul dirasakan masyarakat luas, pemerintah harus menjamin seluruh anak Indonesia Kagak akan bersusah payah mencari sekolah karena sekolah mereka sudah disiapkan tanpa dipungut biaya.
Alasan sesuai amanat UUD 1945, Segala anak Mempunyai hak yang sama Kepada mendapatkan layanan pendidikan. Entah itu anak dari keluarga kaya ataupun miskin harus Pandai terlayani dengan pendidikan berkualitas dan berkeadilan.
UKT murah
Metode lain agar manfaat pajak Pandai langsung dirasakan oleh rakyat ialah pemerintah harus Pandai memastikan Dana kuliah tunggal (UKT) terjangkau. Masyarakat kebanyakan tentu bertanya-tanya kenapa anggaran pendidikan sebesar Rp660,8 triliun tapi UKT Tetap setinggi langit sehingga diprotes oleh mahasiswa?
Publik tentu Ingin Paham apakah anggaran yang terbagi atas alokasi belanja pemerintah pusat (Rp237,3 triliun), transfer ke daerah (Rp346,6 triliun), dan pembiayaan investasi (Rp77 triliun) Pandai diarahkan Kepada menjadikan UKT lebih terjangkau.
Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 berbunyi negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD Kepada memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Nomor 20% merupakan jumlah minimal sehingga Sepatutnya terbuka Kesempatan Kepada diperbesar bila memang dunia pendidikan membutuhkan lebih. Tujuannya hanya satu, yakni agar dunia pendidikan sukses dalam upaya menghadirkan generasi emas.
Generasi emas ini yang kemudian akan membawa Indonesia menjadi lebih maju, lebih makmur, lebih sejahtera. Tetapi, ketika pajak yang sudah dipungut itu Kagak dikelola secara maksimal bagi dunia pendidikan, amatlah sulit membidani Natalis generasi emas. (P-3)