Liputanindo.id – Kualitas udara di DKI Jakarta pada Minggu pagi berada dalam kategori Bukan sehat, bahkan berada di posisi kedua sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, pada pukul 07.26 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di Bilangan 160, dengan Bilangan partikel halus (particulate matter/PM) 2,5 di Bilangan konsentrasi 68,5 mikrogram per meter kubik.
Konsentrasi tersebut setara 13,7 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Jakarta hanya satu level di Rendah Delhi (India) dengan AQI di Bilangan 191. Adapun di posisi ketiga Eksis Dhaka (Bangladesh) di Bilangan 157 dan Wuhan (China) di Bilangan 139.
Selain Jakarta, situs pemantau kualitas udara tersebut juga mencatat sejumlah kota besar lain di Indonesia masuk dalam kategori Bukan sehat, di antaranya Tangerang Selatan (Banten) di Bilangan 174, Bandung (Jawa Barat) di Bilangan 170 serta Surabaya (Jawa Timur) di Bilangan 154.
Masyarakat pun direkomendasikan Buat menghindari aktivitas di luar ruangan, mengenakan masker Begitu di luar, menutup jendela Buat menghindari udara luar yang kotor, serta menyalakan penyaring udara.
Sementara itu, Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menyebutkan bahwa kualitas udara di Jakarta secara keseluruhan Buat polusi udara PM2,5 berada pada kategori sedang dengan indeks di Bilangan berkisar antara 70-88.
Kategori sedang berarti tingkat kualitas udara yang Bukan berpengaruh pada kesehatan Insan ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif.
Sebelumnya, BMKG mengungkapkan bahwa Jakarta mulai memasuki musim kemarau pada Mei dan diprediksi mencapai puncaknya pada Juni 2024. Bersamaan dengan itu, Jakarta diprediksi kembali dilanda polusi udara.
Koordinator Sub Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG Albert Celaka mengatakan fenomena iklim Dunia berupa El Nino, La Nina dan Dipole Mode Positif/Negatif turut mempengaruhi partikel polutan di Indonesia, termasuk di Jakarta.
Albert mengungkapkan La Nina mempengaruhi konsentrasi PM2.5 di Indonesia dan membagi Distrik Indonesia menjadi Timur dan Barat berdasarkan respon PM2.5 terhadap La Nina. Salah satu dampaknya, konsentrasi PM2.5 cenderung tinggi pada malam hingga pagi hari dan rendah pada siang hari.
“Fenomena iklim Dunia Dapat mempengaruhi iklim di Indonesia yang juga berakibat ke kondisi PM2.5,” katanya.