Orangtua Harus Waspada, Remaja 14-18 Mengertin Rentan Alami Gangguan Kesehatan Jiwa

Orangtua Harus Waspada, Remaja 14-18 Tahun Rentan Alami Gangguan Kesehatan Jiwa
Ilustrasi(freepik.com)

DIREKTUR Penting Pusat Kesehatan Jiwa Nasional, Rumah Linu Marzoeki Mahdi, Nova Riyanti Yusuf mengatakan Data WHO menunjukkan setiap tahun, terdapat 703.000 orang bunuh diri dan ada diprediksi ada lebih banyak lagi jumlah orang yang melakukan percobaan bunuh diri.

“Bunuh diri adalah sebuah tragedi yang mempengaruhi keluarga, komunitas, dan seluruh negara serta berdampak kepada mereka yang ditinggalkan. Data juga menunjukkan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat terbanyak di pada kelompok usia 15-29 tahun,” kata Nova dalam Lembaga Percakapan Denpasar 12 Edisi ke-198 bertajuk ‘Tantangan Kesehatan Mental Anak dan Remaja Indonesia 2045’ pada Rabu (31/7).

Menurut Nova, fase-fase remaja sangat rentan terkena gangguan kesehatan mental sebab pemikiran remaja masih terbilang abstrak, mereka senang mengambil risiko sehingga kerap kali mengambil keputusan-keputusan yang merugikan diri sendiri.

Baca juga : Kesehatan Mental Generasi Muda Krusial dalam Proses Pembangunan Bangsa

“Terutama usia 14 sampai 18 tahun menjadi usia rentan yang terkena gangguan kesehatan jiwa, sehingga perlu dilakukan juga pelatihan-pelatihan tertentu sampai usia awal-awal kuliah yaitu 19 hingga 24 tahun agar mereka dapat melewati masa rentan itu secara baik,” katanya.

Cek Artikel:  Persahabatan dan Jaringan Sosial yang Erat Dapat Memperpanjang Usia, Benarkah

Sementara itu, berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional 2023, prevalensi penduduk dengan gejala depresi tertinggi terdapat pada kelompok anak usia muda yakni 15 hingga 24 tahun.

“Apabila dikaitkan dengan depresi atau pernah mempunyai pikiran mengakhiri hidup, angkanya menjadi 61% anak muda depresi dalam satu bulan terakhir yang pernah berpikiran untuk mengakhiri hidup. Lewat ada 1,7% anak muda yang tidak depresi dan tidak berpikiran untuk bunuh diri,” ungkapnya.

Baca juga : Studi Kaukus Keswa: Pemilu 2024 Tingkatkan Risiko Kecemasan dan Depresi

Selain itu, Nova mengungkapkan bunuh diri sebagai salah satu manifestasi gangguan kesehatan mental tidak hanya terjadi di negara-negara high-income, tetapi sebuah fenomena global. Sebanyak 77% bunuh diri terjadi secara global di negara-negara low-and-middle income tahun 2019.

Cek Artikel:  Fridgescaping Tren Dekorasi Kulkas yang Memicu Konflik Rumah Tangga

“Bunuh diri adalah problem kesehatan masyarakat serius; namun, bunuh diri bisa dicegah dengan intervensi cepat, berbasis bukti, dan berbiaya rendah. Demi itu, setiap negara harus merancang strategi pencegahan bunuh diri efektif dengan pendekatan multisektoral yang komprehensif,” tuturnya.

Survei kesehatan Indonesia terbaru 2023 menunjukkan bahwa prevalensi depresi tertinggi terjadi pada kelompok usia 15-24 tahun dengan sebanyak 2 persen yang didominasi dari latar belakang ekonomi bawah. Gangguan mental juga terjadi lebih tinggi terkena perempuan yang tinggi di pedesaan.

Baca juga : Elemen Pemicu Gangguan Kesehatan Mental

“Jawa Barat menjadi provinsi dengan angka gangguan kesehatan mental tertinggi di Indonesia dengan angka mencapai 3,3 persen. Dan dalam konteks generasi emas, minimal ada 20 kali percobaan bunuh diri yang dilakukan dan ada mayoritas data menunjukkan bahwa ada gangguan depresi yang menyertai bunuh diri,” tuturnya.

Cek Artikel:  Jelita, Jambu Kristal Manjur Cegah Anemia pada Ibu Hamil

Nova menjelaskan bahwa Indonesia sebagai bagian dari anggota WHO memiliki target untuk secara bersama mengurangi angka bunuh diri sebesar 15% pada tahun 2030. Oleh karenanya pemerintah harus membangun sistem surveilan untuk memantau tindakan yang menyakiti diri sendiri dan bunuh diri sebagai indikator penanganan kesehatan mental.

“Meskipun sudah ada berbagai regulasi terkait kesehatan mental, tapi sayangnya kasus bunuh diri di Indonesia juga sulit terdata dengan baik sehingga sulit bagi kita untuk mempunyai data catatan bunuh diri secara nasional,” katanya.

Nova mengungkapkan harus ada upaya pencegahan bunuh diri itu melalui berbagai cara mulai dari preventif, primer sekunder, dan tersier. Selain itu, pihaknya juga sedang mengembangkan penelitian berbasis genomik dengan menelusuri hubungan gen-gen yang mempengaruhi perilaku bunuh diri seseorang.

“Berbagai upaya pencegahan misalnya meliputi intervensi sebelum efek kesehatan terjadi, deteksi dini faktor dan risiko ide bunuh diri pada remaja,” imbuhnya. (H-2)
 

Mungkin Anda Menyukai