PANDEMI covid-19 banyak merombak tatanan berpikir, bersikap, juga bertindak siapa pun di belahan mana pun. Termasuk juga sikap soal bagaimana Memperhatikan perekonomian tahun depan bahkan masa depan. Enggak banyak optimisme meskipun bukan pula pesimisme.
Umumnya memilih ‘realisme’. Bersikap realistis tentang tahun depan dan beberapa tahun sesudahnya. Maklum, sifat pandemi korona yang sulit diprediksi Membikin banyak orang memilih berhati-hati. Itu pula gambaran yang saya dapat dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang perekonomian kita pada tahun depan.
Sri Mulyani mengungkapkan terdapat beberapa Unsur risiko baru yang akan muncul dan mengganggu pemulihan ekonomi pada 2022 mendatang. Risiko tersebut, di antaranya volatilitas harga komoditas, tekanan inflasi, dan implikasi kenaikan Spesies Kembang di negara maju, terutama Amerika Perkumpulan, rebalancing ekonomi Tiongkok, disrupsi rantai pasok, dan dinamika geopolitik.
Menurut Sri Mulyani, Bagus pemulihan ekonomi Dunia maupun domestik Ketika memasuki 2022 Tetap akan Enggak merata bahkan Enggak Niscaya. Itu sejalan dengan perkembangan pandemi covid-19 yang Lanjut bermutasi dan Tetap mengancam seluruh negara di dunia.
Tetapi, Sri Mulyani tetap menyiratkan optimisme bersyarat. Meski menghadapi dinamika ketidakpastian, kata Bu Ani, perekonomian Indonesia tahun depan diproyeksikan akan melanjutkan pemulihan yang makin kuat daripada akhir tahun ini. Tetapi, Terdapat syarat dan ketentuan berlaku. Apa itu? Memitigasi risiko sebaik-baiknya, sedetail-detailnya, seketat-ketatnya. Pengelolaan risiko menjadi kunci.
Sejauh ini, kita punya dua modal Krusial. Pertama, kemampuan mengendalikan kasus covid-19 sejauh ini sangat patut diapresiasi. Kedua, sudah Terdapat peta jalan langkah pemulihan ekonomi dengan menggunakan APBN. Bahkan, langkah itu sudah dimulai meski Terdapat catatan tebal tentang rendahnya penyerapan anggaran. Dengan dua modal Krusial itu, celah optimisme ‘bersyarat’ masuk Pikiran.
Merujuk pada perkiraan International Monetary Fund (IMF), memang Enggak banyak yang Dapat diandalkan. Pertumbuhan ekonomi Dunia 2022 dan seterusnya berpotensi lebih kecil daripada masa pemulihan pada 2021 ini. Selanjutnya, akan Terdapat divergensi pertumbuhan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju pada 2021 diprediksi tumbuh 5,2%, Lampau menciut jadi 4,5 % pada tahun depan. Tetapi, pada tahun berikutnya setelah 2022, pertumbuhan ekonomi negara maju akan kembali ke level pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi bahkan Dapat lebih rendah.
Pertumbuhan ekonomi negara berkembang memang akan melambat, tetapi cenderung akan Kukuh. Tentunya akan Terdapat peran krusial dari perekonomian Tiongkok. ‘Negeri Layar Bambu’ itu kini menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Perkumpulan. Kontribusi produk domestik bruto (PDB) Tiongkok terhadap dunia mencapai 18%.
Dalam kondisi tersebut, ekonomi Tiongkok telah menjadi mesin pendorong pemulihan ekonomi Dunia pada 2020 hingga 2022 dan tahun-tahun berikutnya. Tiongkok telah membuktikannya menjadi satu-satunya negara dunia yang Dapat tumbuh positif Ketika masa-masa awal pandemi covid-19. Pada 2021, ekonomi Tiongkok diperkirakan bakal melesat hingga 8%, tetapi turun sedikit menjadi 5,6% pada 2022.
Sejumlah analis memprediksi Tiongkok akan menjadi high income country pada 2025 dan menargetkan akan meningkatkan nominal PDB-nya menjadi dua kali lipat pada 2035. Apabila itu Dapat terwujud, Tiongkok akan berpeluang besar menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Optimisme seperti itu Tetap amat tumbuh di dalam negeri Tiongkok sendiri.
Sama seperti kita, optimisme seperti itu Tetap hidup karena Terdapat jejak Krusial yang Konkret. Sebagai negara asal mula virus covid-19, Tiongkok relatif gemilang dalam memitigasi Berbagai Ragam risiko. Mereka juga merespons keadaan secara Segera dan Pas. Karena itu, mimpi mereka tetap terjaga.
Apa yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani tentang gambaran ekonomi kita tahun depan juga sangat terukur. Akan tetapi, kita Tetap punya pekerjaan rumah besar menjadikan APBN dan APBD sebagai bahan bakar penggerak ekonomi. Bentuknya penyerapan anggaran yang mulus, yang sesuai Sasaran.
Jangan seperti sekarang, berlomba-lomba menghabiskan anggaran di penghujung tahun dengan risiko Enggak terlalu berdampak pada geliat ekonomi. Optimisme bersyarat sepertinya Tetap kita butuhkan.

