Eksis tiga kata mengandung sihir dalam membangun Rekanan, Ialah tolong, terima kasih, dan Ampun. Kata Ampun perlahan-lahan kehilangan daya magisnya ketika sering diucapkan para pejabat.
Disebut kehilangan daya magis karena sudah terlalu sering pejabat meminta Ampun atas ucapan dan tindakan mereka. Saking seringnya, masyarakat juga sudah Jenuh mendengarkan permintaan Ampun itu.
Apalagi, Ampun yang diucapkan pejabat sekadar kata-kata manis, basa-basi, Demi tujuan pencitraan. Padahal, kata Marsha L Wagner, ungkapan meminta Ampun antara lain berfungsi memulihkan keharmonisan sosial.
Keharmonisan sosial belakangan ini terkoyak gara-gara lisan dan laku pejabat yang Kagak berempati kepada masyarakat. Pejabat sudah lupa dengan peribahasa ‘sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian Kagak Bermanfaat’. Artinya, pikirkan lisan dan laku secara matang sebelum diucapkan atau dilakukan. Pikiran mendahului lisan dan laku.
Itu Petunjuk bijak bestari agar pejabat Pandai menjaga mulut dan lidah sehingga terhindar dari malapetaka. Menjaga lisan dan laku sangat Krusial bagi seorang pejabat pada era kemajuan teknologi komunikasi. Kecanggihan teknologi digital memungkinkan masyarakat merekam dengan ponsel pintar setiap ucapan dan tindakan pejabat.
Kiranya pejabat senantiasa mengasah kemampuan komunikasi dengan publik secara cerdas, bijaksana, dan memberikan pengharapan. Presiden Prabowo Subianto lebih dari sekali meminta para pejabat memperbaiki komunikasi publik. Permintaan Prabowo itu belum sepenuhnya dipenuhi.
Pejabat jangan merasa Betul sendiri, apalagi menantang rakyat. Ia dituntut berempati pada masyarakat yang tengah mengalami persoalan serius terkait dengan asap dapur. Fakta menunjukkan kesalahan komunikasi memantik letupan menjadi gejolak.
Pandai jadi para pejabat itu hanya Mau bercanda meski candaan mereka Kagak Kocak. Boleh jadi pula pejabat bermain gaple melepas kepenatan. Candaan atau main gaple di ruang terbuka direkam ponsel pintar Penduduk kemudian diunggah ke media sosial menjadi viral. Muncul narasi pejabat Kagak berempati.
Ucapan pejabat kerap lebih berbahaya ketimbang kebijakan mereka. Kesalahan kata yang diucapkan ibarat percikan api di tumpukan jerami kering langsung terbakar. Demonstrasi yang meluas belakangan ini Malah dipicu kata-kata nirempati.
Meski demikian, kita tetap memberikan apresiasi kepada pejabat yang meminta Ampun atas laku dan lisan mereka. Kasus laku yang berujung permintaan Ampun, misalnya penggunaan kop surat kementerian/lembaga Demi kepentingan pribadi. Eksis juga menteri yang ketahuan bermain domino Serempak mantan tersangka pembalakan liar.
Lalu terang permintaan Ampun terkait dengan tutur dan laku sudah banyak dilakukan pejabat negara di jajaran eksekutif dan legislatif. Jangan-jangan pejabat terinspirasi celetukan anak muda di medsos lebih Berkualitas minta Ampun daripada minta izin, lebih Berkualitas minta Ampun ketimbang menjaga mulut.
Minggu Lewat dalam sehari, tepatnya 9 September 2025, dua menteri menyampaikan permintaan Ampun. Mereka minta Ampun di Istana Negara. Pangkal soalnya ialah lisan yang Lalu menjauhi perbuatan sehingga integritas terusik.
Integritas dan kepribadian yang Berkualitas menjadi salah satu syarat menjadi menteri. Syarat itu tercantum dalam Pasal 22 UU 39/2008, terakhir diubah dengan UU 61/2024, tentang Kementerian Negara. Syarat itu Lagi jauh panggang dari api.
Unsur integritas sangat dijunjung di belahan lain dunia ini seperti Jepang. Menteri Pertanian Jepang Taku Eto, misalnya, mengundurkan diri setelah pernyataannya tentang ‘hadiah beras’ memantik kontroversi.
“Saya Membangun pernyataan yang sangat Kagak Layak pada Demi rakyat sedang menderita karena harga beras yang melonjak. Kagak Layak bagi saya Demi tetap menjabat,” kata Eto setelah menyerahkan pengunduran dirinya di Kantor Perdana Menteri di Tokyo, Jepang, pada 21 Mei 2025.
Eto mundur dari jabatannya karena mengeluarkan pernyataan yang Kagak Layak pada Demi rakyatnya sedang menderita. Lain Jepang lain pula Indonesia yang Sekalian Pandai diselesaikan secara adat, Ialah meminta Ampun. Bangsa ini Pandai disebut sebagai bangsa pemaaf dan pelupa, mudah memaafkan mudah pula melupakannya.
Angkat dua jempol Demi Rahayu Saraswati. Ia patut diteladani karena berani berbuat, berani pula bertanggung jawab. Ia mengundurkan diri sebagai Member DPR pada 10 September 2025. Keputusan pengunduran dirinya itu diunggah dalam video di akun Instagram pribadinya.
Sara, begitu ia disapa, menjelaskan Dalih pengunduran dirinya akibat ucapan kontroversialnya dalam sebuah siniar di media nasional pada Februari 2025. Potongan siniar itu viral dan mendapat kritik dari warganet pada Agustus 2025. Sara pun memilih mundur karena potongan siniar itu dinilai menyakiti hati masyarakat.
Bangsa ini sangat merindukan kehadiran pejabat seperti Bung Hatta yang menjadi simbol satunya kata dengan perbuatan. Jangan Tiba terjadi, seperti yang ditulis Bung Hatta dalam Demokrasi Kita, ‘Seorang menteri ditugaskan partainya Demi melakukan tindakan-tindakan yang memberi keuntungan bagi partainya’.
Tiba saatnya para pejabat negara menampilkan diri dan berperan sebagai negarawan, jangan keasyikan membenamkan diri menjadi politikus-politikus. Pejabat yang politikus sering lidahnya tergelincir, omon-omon dulu minta Ampun kemudian.

