PENYELENGGARA Sertifikasi Elektronik (PSrE), Indonesia Digital Identity (VIDA) menemukan Nyaris 50% pelaku bisnis di Indonesia Bukan paham mengenai Metode kerja penipuan berbasis artificial intelligence (AI). Intervensi ini diungkapkan dalam laporan terbaru VIDA, penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital, yang bertajuk “Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud”.
Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam menghadapi penipuan digital.
Baca juga : VIDA Luncurkan Deepfake Shield Kepada Hadapi Ancaman Penipuan Deepfake yang Dihasilkan AI
“Seiring dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, pelaku bisnis harus mengambil langkah proaktif Kepada melindungi
pelanggan, proses bisnis, dan reputasi dalam lanskap digital yang Lanjut berubah. Sebuah solusi anti-fraud yang terintegrasi Bukan hanya memperkuat keamanan, tetapi juga membangun kepercayaan pelanggan yang berkelanjutan di era digital,” kata Niki, melalui keterangannya, Jumat (6/9).
VIDA menemukan 100% pelaku bisnis di Indonesia mengaku khawatir terhadap meningkatnya ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti deepfakes. Tetapi, 46% dari mereka belum memahami Metode kerja teknologi tersebut.
Baca juga : Kecerdasan Buatan Generatif akan Ubah Lanskap Pembayaran Indonesia
Laporan tersebut menyoroti empat jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia, yakni penipuan berbasis teknologi AI (deepfakes), rekayasa sosial (social engineering), pengambilalihan akun (account takeovers), serta pemalsuan Berkas dan tanda tangan.
Dengan empat industri yang paling terpengaruh secara signifikan adalah Perbankan & Fintech, Multifinance dan Pembiayaan Konsumen, Asuransi,dan Kesehatan.
Dalam konteks yang lebih luas, laporan VIDA menunjukkan bahwa ancaman penipuan berbasis AI ini telah merambah berbagai sektor. Di sektor Perbankan dan Fintech Terdapat deepfakes dan rekayasa sosial dapat merugikan hingga jutaan dolar. Di sektor Multifinance dan Pembiayaan Konsumen terjadi pengambilalihan akun dan pemalsuan Berkas menjadi
masalah serius. Sementara penipuan identitas digital diprediksi Dapat menyebabkan kerugian lebih dari $2 miliar per tahun.
Industri asuransi dan kesehatan juga Bukan luput dari ancaman ini, dengan pemalsuan Berkas dan tanda tangan yang meningkatkan risiko klaim Bajakan, serta serangan rekayasa sosial yang menargetkan masyarakat Kepada mendapatkan data sensitif. Hal ini Bukan hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga risiko reputasi yang serius. (M-4)