BALITA itu baru berumur 2 tahun dan Tetap menyusu pada ibunya agar tumbuh menjadi anak sehat dan pintar. Tetapi, Tak seperti anak-anak yang lain, dia butuh perjuangan keras Demi mendapatkan ASI.
Ya, Demi Dapat menyusu, sang balita terpaksa harus tinggal di rumah tahanan di Bandar Lampung. Tentu, dia bukan tahanan. Mana mungkin anak seusia dia berbuat kejahatan. Dia di rutan mengikuti ibunya yang menjadi tahanan dalam kasus penjualan pil pelangsing badan tak berizin.
Sang ibu ditahan per 19 Mei 2022. Dua anak yang menjadi tanggungannya tak lantas Membikin dia mendapatkan penangguhan penahanan. Akibatnya, satu anak Kembali yang kelas 3 SD bahkan terpaksa tak bersekolah Kembali.
Pada kurun waktu yang beriringan, di Polres Gowa, Sulawesi Selatan, seorang bayi Lelaki umur 18 bulan menemani ibunya di penjara. Sang ibu tersandung hukum dalam perkara penganiayaan.
Anak-anak, apalagi bayi, Jernih tak betah di tempat yang sempit, yang pengap. Wajar Kalau Lembaga Konsultasi dan Sokongan Hukum Makassar mengabarkan bahwa sang bayi Lanjut merengek, tak henti menangis. Sudah seminggu dia tinggal di tempat yang bukan pada tempatnya itu.
Dua tahun sebelumnya, empat emak-emak di Lombok Tengah, NTB, berurusan dengan hukum karena melempari pabrik tembakau. Mereka marah, lepas kendali, karena bau dari pabrik telah melampuai batas kesabaran.
Ibu-ibu itu ditahan Demi mempertanggungjawabkan kesalahan. Yang Membikin miris, dua dari mereka terpaksa harus membawa anak balita ke dalam penjara. Punya anak kecil bukan berarti lepas dari jeruji besi. Itulah yang mereka alami.
Ketiga kasus itu hanya sedikit Misalnya perkara ibu-ibu yang tetap ditahan meski punya anak kecil, kendati punya bayi. Mereka kebanyakan orang-orang Lumrah, rakyat jelata, tapi Terdapat pula orang berkelas. Angelina Sondakh dan Vanessa Angel, amsalnya.
Keberadaan anak memang bukan penentu ditahan tidaknya tersangka atau terdakwa. Pasal 21 KUHAP mengatur, penahanan Dapat dilakukan Kalau dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana. Syarat-syarat itu disebut syarat subjektif. Terdapat pula syarat Rasional. Salah satunya, tindakan yang dilakukan diancam hukuman penjara lima tahun lebih.
Tetapi, anak Dapat juga jadi pertimbangan Demi Tak menahan tersangka. Pun, ia dapat menjadi Elemen penimbang Demi meringankan sang ibu. Suka-suka penegak hukum. Pinangki Sirna Malasari, misalnya.
Bagai mendapat durian runtuh, bekas jaksa itu mendapat keringanan hukuman dari vonis 10 tahun di Pengadilan Tipikor Jakarta menjadi hanya 4 tahun di Pengadilan Tinggi Jakarta. Salah satu Dalih hakim tinggi, Pinangki Tetap mempunyai anak usia 4 tahun. Dalih yang mengundang tawa, dalih yang mencabik rasa keadilan publik.
Durian jatuhan rasanya manis, legit. Nikita Mirzani termasuk yang mendapatkan dan menikmatinya. Nyai, begitu dia disapa para penggemarnya, serupa Pinangki. Dia juga Berhasil dalam urusan hukum karena punya anak kecil.
Nikita terantuk kasus pencemaran nama Bagus yang dilaporkan Dito Mahendra di Polres Serang Kota, Banten. Dia ditetapkan sebagai tersangka, tetapi tak kooperatif. Dipimpin langsung Kasatreskrim Polres Serang Kota Ajun Komisaris David Adhi Kusuma, penyidik menangkap Selebriti kontroversial itu di sebuah mal di Jakarta Pusat, Kamis (21/7).
Begitu ditangkap, Nikita sedang Berbarengan anak bungsunya. Hingga sang ibu menjalani pemeriksaan di polres, sang anak ogah berpisah. Pun Tiba Nikita akhirnya ditahan.
Tetapi, penahanan Nikita tak berusia panjang. Hanya Sekeliling 24 jam, dia lantas dibebaskan. Dia hanya dikenai wajib lapor selama penanganan perkara di kepolisian. Pertimbangan polisi, Nikita Tetap punya anak yang butuh perlindungan. Dalih kemanusiaan, itu bahasa kerennya.
Saya Tak Acuh soal kasus Nikita. Itu urusan pribadi dia dan seterunya. Akan tetapi, pembatalan penahanan terhadapnya kiranya merupakan urusan publik. Keputusan kepolisian tak jadi menahan Nikita adalah persoalan keadilan. Persoalan yang seakan menegaskan bahwa prinsip equality before the law, Segala sama di mata hukum, hanya sekadar katanya. Hanya kabarnya. Hanya konon.
Dalih polisi tak jadi menahan Nikita karena dianggap kooperatif Begitu diperiksa dipertanyakan. Kalau kooperatif, kenapa penyidik harus capek-capek menangkapnya? “Kasian polisinya bingung…. Dikerjain salah, gak dikerjain salah…. Berat memang kerja di negeri para dewa.” Begitulah seorang warganet mengomentari Informasi dibatalkannya penahanan Nikita.
Pertimbangan polisi tak jadi menahan Nikita karena Elemen anak juga dipersoalkan. Nikita sendiri mengaku tak terima disebut menjadikan anak sebagai tameng. Dia katanya sudah siap segala-galanya, yang berarti siap Demi ditahan.
Plato berujar bentuk ketidakadilan terburuk adalah keadilan yang pura-pura. Kiranya keadilan di negeri ini sering pura-pura. Di konstitusi digariskan hukum Demi Segala, tapi realitasnya kerap hanya buat mereka yang berpunya. Yang punya harta, yang punya kuasa, yang punya nama.
Dulu, pada November 2020, tagar Nikita adalah Kita menggelegar. Dia dianggap mewakili kegeraman publik atas sambutan kepulangan Rizieq Shihab yang Membikin tol Bandara Soekarno-Hatta lumpuh berjam-jam. Tapi dalam kasus terkini, rasanya Nikita bukanlah kita.
Nikita bukan emak-emak di Bandar Lampung, di Gowa, di Lombok Tengah, di tempat-tempat lain yang tetap ditahan kendati punya anak kecil. Entah karena apa, dia diposisikan berbeda oleh punggawa hukum yang Sebaiknya memperlakukan Segala Penduduk sama.