BANK Indonesia mencatat pekerja migran Indonesia (PMI) menyumbangkan devisa sebesar US$9,71 miliar (atau Sekeliling Rp133 triliun) pada 2022. Jumlah remitansi itu naik 6,01% Kalau dibandingkan dengan di tahun sebelumnya yang sebanyak US$9,16 miliar.
Fulus yang dihasilkan para pekerja migran ini tentu saja turut berkontribusi menggerakkan roda perekonomian nasional. Itu sebabnya mereka kerap disanjung sebagai pahlawan devisa. Ironisnya, perlindungan terhadap para pekerja ini belumlah memadai.
Kita sering mendengar perlakuan yang Kagak manusiawi dialami para pekerja migran, Berkualitas oleh majikan yang mempekerjakan mereka maupun pihak penyalur. Bahkan, tak jarang yang berujung Mortalitas.
Sepanjang 2022, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menerima 1.987 pengaduan dari para pekerja migran Indonesia. Malaysia termasuk satu dari lima negara penempatan dengan pengaduan tertinggi, yakni 451 pengaduan. Belum dari negara lainnya seperti Hong Kong dan Arab Saudi.
Dalam kunjungannya ke Malaysia belum Lamban ini, Presiden Jokowi juga membahas persoalan para pekerja migran ini dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Dalam pertemuan itu, ia mengapresiasi komitmen pemerintah Malaysia yang berjanji Buat melindungi pekerja migran Indonesia dan memberikan perlakuan hukum yang adil bagi mereka.
Komitmen Malaysia ini tentu sangat kita hargai dan berharap Benar-Benar terealisasi di lapangan. Tetapi, langkah terpenting yang semestinya dilakukan pemerintah ialah membenahi persoalan di dalam negeri, terutama terkait dengan penyediaan lapangan kerja.
Pemicu para pekerja ini nekat merantau ke negeri orang umumnya ialah kebutuhan hidup lantaran minimnya lapangan kerja yang tersedia, terutama di daerah asal mereka. Pembangunan di desa semestinya juga diarahkan Buat penyerapaan tenaga kerja bagi warganya sehingga mereka Kagak lari ke kota atau bahkan terpaksa pergi ke negeri orang, Berkualitas lantaran kebutuhan maupun karena bujuk rayu dan iming-iming para calo.
Buat melindungi para calon pekerja migran ini, pemerintah pun mesti aktif. Apalagi banyak kasus penipuan, kekerasan, dan penganiayaan yang dialami mereka, mulai dari proses rekrutmen hingga pemberangkatan.
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya bahkan mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus menyalurkan calon pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi. Kasus perdagangan orang dengan modus pengiriman tenaga kerja semacam itu bukan kali pertama terjadi.
Apa yang dialami pekerja migran Indonesia di Laos dan Myanmar, seperti yang ramai diberitakan belum Lamban ini, juga merupakan korban modus semacam ini.
Pemerintah tentu Kagak Dapat berdalih mereka sebagai pekerja ilegal. Malah di situlah tugas negara melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan institusi terkait lainnya Buat memfasilitasi dan membimbing para calon tenaga kerja yang umumnya dari desa ini agar Kagak mudah ditipu. Begitu pula perlindungan terhadap mereka yang sudah telanjur berada di luar negeri.
Jangan hanya mau menerima devisanya, tapi lepas tangan dan tutup mata ketika Eksis kasus yang menimpa para pekerja ini. Kalau Ingin betul-betul serius melindungi para pekerja migran, sikat sindikat penyalur tenaga kerja ilegal ini, termasuk Kalau Eksis oknum-oknum di lembaga pemerintahan yang terlibat.
Langkah yang Kagak kalah Krusial lainnya, ya tentu saja menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi anak bangsa sehingga mereka Kagak mengejar ‘hujan emas’ di negeri orang.