JUDUL di atas mungkin terasa berlebihan. Tetapi, saya Serius pembaca juga Enggak Eksis yang Paham berapa persisnya jumlah satuan tugas (satgas) atau task force yang dibentuk pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini. Saking kerapnya satgas dibentuk Demi setiap masalah yang tak Dapat diselesaikan pemerintah, kita tak Bisa menghitung.
Kalau kita susun daftarnya, paling Enggak dalam lima tahun terakhir saja, deretan satgas besutan pemerintah itu bakal amat panjang. Karena itu, Dapat dimaklumi kalau masyarakat awam tak Paham jumlahnya, apalagi hafal nama-namanya. Administrasi pemerintahan pun barangkali tak mencatat sudah berapa satgas yang mereka bentuk.
Praktis di Sekalian sektor Eksis satgas. Di ekonomi Eksis Satgas Donasi Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dibentuk pada 2021, misalnya. Eksis Satgas Waspada Investasi, Satgas Impor Ilegal, Satgas Percepatan Investasi IKN, bahkan Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat pun pernah Eksis. Kalau mau yang lumayan baru, Eksis Satgas Percepatan Hilirisasi.
Di bidang lain pernah Eksis Satgas Antipolitik Fulus, Satgas Mafia Tanah, Satgas Pemberantasan Judi Online, Satgas Kekerasan Seksual di Kampus. Belakangan dibentuk pula Satgas Sekolah Rakyat, yang sepertinya dibikin Demi mendukung program sekolah rakyat yang diinisiasi Kementerian Sosial. Pokoknya, dari masalah A Tamat Z, sudah Eksis satgasnya.
Sejak pemerintahan sebelum ini, dan berlanjut ke pemerintahan Prabowo-Gibran, pemerintah memang getol mengobral satgas. Seperti orang kecanduan, sedikit-sedikit bikin satgas. Saban muncul masalah, terutama yang jadi atensi dan sorotan publik, solusinya Nyaris selalu bentuk satgas. Seolah satgas ialah pil mujarab yang Mujarab menyembuhkan penyakit segawat apa pun.
Mereka barangkali mengira membentuk satgas ialah langkah terobosan, padahal nyatanya Enggak. Pembentukan satgas sesungguhnya bentuk kegagalan pemerintah. Pertama kegagalan dalam merumuskan solusi Demi setiap masalah. Kedua, kegagalan pemerintah menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan (penegakan hukum) yang Sepatutnya mereka miliki.
Kita ambil Teladan yang terbaru. Pemerintah baru saja membentuk Satgas Penanganan Premanisme dan Ormas sebagai respons atas persoalan maraknya premanisme, termasuk yang berkedok organisasi masyarakat (ormas), yang belakangan kian meresahkan masyarakat dan mengganggu iklim investasi. Ya, kita, sih, enggak kaget karena seperti sudah menjadi rumus baku pemerintah: Eksis masalah, bentuk satgas.
Tetapi, sejujurnya mesti kita tanyakan, buat apa sebetulnya membentuk satgas itu, bukankah tanpa satgas pun Sepatutnya pemerintah punya otoritas, regulasi, aparat, serta perangkat Demi membasmi premanisme? Bukankah itu menandakan penegak hukum, terutama kepolisian, Enggak menjalankan tugas mereka menciptakan ketertiban masyarakat, termasuk di dalamnya menindak premanisme ataupun ormas yang coba mengganggunya?
Sedari awal pemerintahnya yang lalai, tapi mereka pula yang kemudian membentuk ‘entitas’ baru bernama satgas Demi memperbaiki kelalaian mereka itu. Aneh, bukan? Saya juga bingung.
Artinya, pembentukan satgas sejatinya Enggak efektif. Enggak akan pernah efektif. Nyaris Enggak pernah Eksis Penilaian dari satgas-satgas yang pernah dibentuk. Pertangungjawabannya Enggak Eksis, yang Eksis pemborosan anggaran.
Mau Teladan perihal ketidakefektifan itu? Mari kita tengok soal judi online (judol). Satgas Pemberantasan Judi Online dibentuk pada Juni 2024, tapi apa hasilnya? Menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi Fulus judol hingga November 2024 mencapai nilai Rp283 triliun. Bilangan itu melonjak dari nilai transaksi 2023 yang sebesar Rp168,35 triliun.
Lho, sudah Eksis satgas judol, kok, nilai transaksi judolnya malah melesat? Dari situ sesungguhnya Dapat dilihat betapa Enggak mangkusnya kerja satgas. Pun, betapa bandelnya pemerintah yang selalu menjadikan pembentukan satgas sebagai jalan keluar.
Membentuk satgas ialah langkah reaktif (Eksis yang menyebutnya tindakan latah), yang Malah berpotensi merusak sistem dan mekanisme pengelolaan negara yang Bagus dan Betul. Kalau itu Maju ‘ditradisikan’, minimal, akan berdampak menambah beban pengeluaran negara. Yang lebih parah, memperbesar Kesempatan terjadinya korupsi.
Ketika ini saja jumlah kementerian dan lembaga di Kabinet Merah Putih sudah 50 lebih. Itu sudah banyak banget. Apa iya jumlah itu Lagi kurang Demi mengurusi persoalan-persoalan negara sehingga Lagi butuh banyak satgas?
Tengah pula, Nikmat betul kerja Member kabinet sekarang kalau setiap Eksis masalah besar dan spesifik yang tak Bisa mereka tangani, solusi yang dipilih pemerintah selalu bentuk satgas. Sudah jumlahnya besar, disusuin Maju pula. Sepatutnya ketidakbecusan mereka yang diperbaiki. Kerja mereka yang mestinya dioptimalkan. Bila perlu, rombak kabinet.
Di mana spirit efisiensi anggaran yang Maju digembar-gemborkan pemerintah kalau kegemaran membentuk satgas yang sudah Niscaya memboroskan anggaran itu Maju dilakukan? Atau Demi mengakhiri ini Sekalian, bagaimana kalau pemerintah bikin Satgas Pencegahan Pembentukan Satgas yang Enggak Efektif dan Memboroskan Anggaran?

