SEBARAN racun judi daring atau judi online (judol) kian mengerikan. Alih-alih berkurang, praktik judi yang dilakukan melalui platform digital itu semakin hari justru semakin meracuni masyarakat. Dari masyarakat kecil hingga kaum elite seperti anggota DPR terjangkit. Dekat semua kelas usia, dari anak-anak sampai lanjut usia pun ikut terpapar judol.
Apabila merujuk pada data terbaru yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebaran judol memang amat mengkhawatirkan. Data PPATK itu mengungkap betapa mudahnya judol melakukan penetrasi di kalangan anak muda. Padahal, negara ini sudah punya Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring. Faktanya, judol masih saja leluasa memakan korban nyaris tanpa kendali.
Data tersebut menyatakan bahwa sepanjang enam bulan pertama 2024 terdapat 197 ribu anak berusia 11-19 tahun bertransaksi judi daring. Total deposit transaksinya mencapai Rp293,4 miliar. Yang lebih mencemaskan lagi, ada 1.160 anak berusia di bawah 11 tahun yang sudah ikut bertransaksi judol dengan angka transaksi menyentuh Rp3 miliar.
Data itu jelas membikin merinding karena serangan racun judol kian nyata menjerat kaum muda, generasi yang sedianya tengah disiapkan menjadi pemimpin masa depan bangsa. Dengan angka itu, secara faktual, judi daring telah mengancam generasi yang semestinya akan menjadi penopang mimpi menggapai Indonesia Emas.
Apabila data itu dikompilasi dengan fakta-fakta mengenaskan yang terjadi akibat masifnya penetrasi judol, seperti pencurian, penganiayaan, pembunuhan, hingga bunuh diri yang belakangan banyak terungkap, semakin tegaslah bahwa perang melawan judol mesti menjadi salah satu agenda utama bangsa ini. Kalau sudah menjadi agenda utama, ada dua hal yang harus dimiliki pemerintah, dalam hal ini penegak hukum dan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring, yaitu keseriusan dan ketegasan.
Harus diakui selama bertahun-tahun pemerintah lalai menyetop judi daring. Pemerintah seakan tak menganggap serius serbuan judi di ruang-ruang digital yang sangat gencar. Mereka abai sembari menyepelekan dampak mengerikan yang ditimbulkan judol.
Ketika korban berjatuhan, ketika judol nyata-nyata sudah menghancurkan generasi dan ekonomi masyarakat, barulah pemerintah seperti tersadar. Kiranya fatal akibatnya membiarkan judol menggurita tanpa pemberantasan yang serius. Boleh dikatakan apa yang dilakukan pemerintah terkait pemberantasan judol saat ini adalah sebuah langkah yang terlambat.
Akan tetapi, anehnya, di tengah kesadaran dan kebijakan yang terlambat itu, pemerintah masih saja seperti bermain-main menangani peredaran dan dampak judol. Kini, misalnya, isu penanganan judi daring malah melebar, merambah ke hal-hal lain yang tidak produktif dalam konteks pemberantasan. Munculnya narasi saling tuding, saling lempar tanggung jawab antarinstansi, bahkan yang terakhir saling tebak siapa sosok T yang disebut sebagai bandar besar judol di Indonesia, adalah bukti bahwa keseriusan dan ketegasan belum sepenuhnya menjadi jiwa dalam upaya memberantas judol. Di sini sibuk main tebak-tebakan, di sana korban tak berhenti berjatuhan.
Pemberantasan di sisi hilir seperti yang dilakukan Kementerian Kominfo dengan memblokir situs dan konten judol memang penting. Tetapi, sebanyak apa pun pemblokiran, penghapusan, pemutusan konten judol, langkah itu tidak efektif apabila tidak diiringi dengan penindakan tegas terhadap bandar atau sumber pembuat situs judol. Situs judol akan dengan sangat mudah bersalin rupa, muncul, dan muncul lagi.
Karena itu, tidak ada jalan lain, pemerintah, penegak hukum, dan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring mesti menaikkan lagi level keberanian dan ketegasan dalam pemberantasan judol ini. Jangan sampai judol menjadi laten seperti narkoba, yang pada akhirnya membuat negeri ini kelabakan setengah mati. Negara tak boleh kalah melawan judol.