Nasabah Perbankan Syariah, Dikotomi atau Konvergensi

Nasabah Perbankan Syariah, Dikotomi atau Konvergensi?
Ilustrasi MI(MI/Seno)

PERBANKAN syariah memerlukan reorientasi drastis Buat Dapat berkembang lebih pesat. Narasi yang Demi ini digunakan dalam menggambarkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia adalah potensi pasar, terutama terkait populasi muslim yang mendekati 90% dari 278 juta penduduk Indonesia. Pandangan ini berasumsi, bahwa kebanyakan nasabah muslim akan memilih sistem perbankan yang konsisten dengan keyakinan mereka. Dengan kata lain, segmen nasabah perbankan syariah cenderung berorientasi syariah atau ‘emosional’.

Dalam argumen yang sama, terdapat juga penekanan pada pentingnya manfaat ekonomi, karena banyak nasabah yang juga berorientasi komersial. Preferensi kualitas layanan dan profit ini sering disebut sebagai keinginan Grup nasabah yang ‘rasional’.

Dalam konteks lebih luas, perbankan syariah juga mempunyai misi universal, yakni dalam menyasar Sasaran pasar, perbankan syariah Bukan hanya melayani umat muslim, tetapi juga inklusif dan terbuka luas Buat siapa saja. Dengan keterbukaan seperti itu, perbankan syariah diharapkan memberi manfaat bagi siapapun, atau rahmatan lil ‘alamin.

 

Dilema dikotomi emosional vs rasional

Narasi emosional dan rasional muncul pertama kali dalam Kitab Syariah Marketing (Sula & Kertajaya, 2006). Tulisan ini menyatakan bahwa nasabah bank syariah dapat dibagi menjadi nasabah emosional dan rasional. Dalam perjalanannya, tersimpulkan narasi bahwa loyalitas nasabah perbankan syariah didorong adanya keterikatan emosional (Suhartanto et al, 2022). Artinya, mayoritas nasabah ialah nasabah emosional atau loyalis.

Ikatan emosional yang tinggi menyiratkan dua hal.  Pertama, bank syariah perlu mengandalkan pendekatan emosional Buat customers acquisition dan retention. Kedua, dalam kondisi tertentu, guncangan terhadap bank syariah relatif akan lebih kecil Apabila dibandingkan dengan konvensional. Itu dibuktikan resiliensi yang ditunjukkan dua bank Lumrah syariah yang pernah mengalami dua krisis berbeda.

Cek Artikel:  Tambang Wawasan Artificial Intelligence

Tetapi, dalam konteks rahmatan lil ’alamin, narasi dikotomis rasional dan emosional menjadi kurang Akurat dan kontraproduktif. Narasi itu menyiratkan seolah Eksis pertentangan satu sama lain atau Eksis trade-off di antara keduanya. Hal itu menyebabkan perbankan syariah sulit Buat membawa misi rahmatan lil ‘alamin yang memberi manfaat ekonomi atau komersial serta maslahah secara spiritual.

Selain itu, dikotomi dapat menciptakan eksklusivitas nasabah. Misal, Apabila seorang nasabah rasionalm dia Bukan emosional. Narasi Spesial itu kontraproduktif dalam upaya melayani nasabah dengan lebih Berkualitas. Begitu juga dengan berbagai perubahan dalam masyarakat, Berkualitas demografi maupun teknologi, pendekatan trade-off Bukan menggambarkan secara utuh profil nasabah bank syariah.

Sudah saatnya perbankan syariah mendekati dan melayani nasabah dengan pemahaman yang lebih holistis. Sejatinya nasabah perbankan syariah emosional dan rasional sekaligus.

Perubahan demografi nasabah memperkuat Argumen itu. Generasi milenial dan gen Z semakin dominan dalam menentukan arah pasar. Generasi itu secara Lumrah Bukan Kembali Mempunyai emotional attachment yang kuat terhadap brand, sistem ekonomi, dan perbankan. Generasi itu lebih memilih sesuatu yang praktis dan ringkas dalam kehidupan mereka. Universality dan practicality harus menjadi Keistimewaan yang perlu dikembangkan.

Cek Artikel:  Menitipkan Cita-cita kepada Pemimpin Muda

 

Konvergensi nasabah perbankan

Dalam riset BSI Institute dan Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia (UI), ditemukan adanya konvergensi dalam pemetaan sikap nasabah perbankan terhadap orientasi syariah (emosional) dan orientasi keuntungan (rasional). Riset itu mengukur kecenderungan dan preferensi nasabah dalam empat kuadran. Pendekatan itu memungkinkan analisis secara Bergerak Apabila Eksis pergeseran, Bukan terjebak dalam dikotomi rasional dan emosional. Selain itu, dimensi orientasi Dampak dan profit juga dapat diukur.

Dari hasil analisis nasabah bank di berbagai kota, disimpulkan bahwa nasabah perbankan syariah dan nasabah perbankan secara Lumrah Mempunyai preferensi/orientasi yang sama, Merukapan sama-sama berorientasi syariah (values) dan manfaat ekonomi sekaligus.

Hasil riset itu Mempunyai dua keunikan. Pertama, nasabah perbankan syariah Bukan sepenuhnya hanya berorientasi syariah, tetapi tetap rasional dengan mempertimbangkan kualitas layanan dan keuntungan. Kedua, nasabah perbankan secara Lumrah yang selama ini dianggap rasional sudah mulai mempertimbangkan aspek syariah meskipun memang belum tentu sudah membuka atau Mempunyai rekening di bank syariah. Setidaknya, itu membuktikan sudah lebih banyak nasabah yang terliterasi oleh perbankan syariah.

Fakta itu sejalan dengan perkembangan sektor perbankan Demi ini di tengah derasnya arus digitalisasi dan open banking. Perkembangan itu menghadapkan perbankan syariah dengan situasi nasabah Mempunyai leverage dalam memilih layanan yang lebih mudah, murah, Terjamin, dan nyaman, Bukan sekadar sesuai dengan syariah.

Bagi perbankan secara Lumrah, berbagai pergeseran yang Eksis menjadi constraint baru yang harus disikapi. Bagi perbankan syariah yang Tetap mendekati nasabah dengan persepsi dan Dugaan emosional, rasional, dan ‘floating’, pendekatan itu mungkin perlu ditinjau ulang. Perubahan yang terjadi dalam postur demografi serta digitalisasi menjadikan nasabah perbankan syariah Bukan dapat Kembali dianalisis secara parsial atau secara dua dimensi rasional-emosional.

Cek Artikel:  Menafsir Sandal Jebol Faisal Basri

Dikotomi dalam kategorisasi nasabah perbankan syariah menjadi Grup emosional dan rasional Bukan Kembali relevan. Banyak anomali dan inkonsistensi ketika strategi dikotomi itu diterapkan, dengan misalnya mengasumsikan nasabah bank syariah umumnya emosional, sedangkan nasabah konvensional cenderung rasional.

 

Pusat perhatian pada kualitas dan daya saing

Dengan Menonton bahwa Bukan Seluruh muslim Indonesia Demi ini sudah menggunakan layanan perbankan syariah, penulis berpendapat bahwa akan lebih Berkualitas Apabila narasi dan misi universallah yang dikedepankan. Hal itu berkonsekuensi perlunya bank syariah Buat Pusat perhatian pada peningkatan kualitas layanan dan daya saing yang berujung pada profitabilitas yang lebih Berkualitas bagi nasabah dan bank sendiri.

Tentu itu bukan dalam rangka memosisikan diri sejajar dengan perbankan konvensional yang secara values berbeda, tetapi dalam rangka membuktikan bahwa perbankan syariah lebih Berkualitas dari perbankan konvensional di berbagai aspek. Dalam hal ini, kesesuaian dengan prinsip dan nilai syariah tetap menjadi landasan.

Karena itu, Sasaran penetrasi dari perbankan syariah ialah siapa pun itu yang Pandai Menonton bahwa perbankan syariah lebih Berkualitas daripada perbankan konvensional.

Mungkin Anda Menyukai